Waktu pertama kali datang ke tempat ini, ada perasaan takut dibarengi dengan pikiran menerka-nerka, nanti aku harus bagaimana, harus melakukan apa kemudian berfikir, seberat apa pekerjaan yang akan aku terima. Tapi begitu aku menjalaninya, semua seakan mengalir begitu saja. Dan ketika durasi waktunya telah usai malah justru aku merasa enggan untuk pergi meninggalkan tempat ini.
Tepat hari ini sudah genap tiga bulan, aku dan teman-temanku yang lain kini sedang duduk di ruang meeting hotel Kartika untuk acara pelepasan anak magang. Sedih, haru, tawa dan bahagia bercampur menjadi satu sebab langkah kami akan beralih kembali untuk melanjutkan belajar ke bangku sekolah.
Giliran kini namaku dipanggil oleh Excecutive House Keeping untuk menerima sertifikat magang dibarengi dengan ucapan selamat bahwa aku terpilih menjadi anak magang teladan di periode ini.
Kini usai acara pelepasan kami berkumpul dengan para karyawan lain untuk menyampaikan rasa terimakasih yang telah membimbing kami selama disini, dan juga tak lupa kami berpamitan kepada mereka.
"Lha malah menangis?" ucap Pak Roni memperhatikan kami, khususnya anak magang perempuan yang tengah bersedih.
"Rasanya gak pengen balik sekolah Pak, maunya disini saja," sahut Sarah dan para senior lain kini menanggapinya dengan tawa.
Pak Roni geleng kepala. "Sekolah dulu yang rajin nak. Ada pertemuan juga ada pperpisahan, tapi pintu gerbang di hotel selalu terbuka, kalau kalian rindu dengan para senior-senior yang bekerja disini, kalian bisa berkunjung kapan saja," jelas Pak Roni lagi.
"Ayu sih enak, nantinya masih sering kemari," celetuk salah satu temanku yang bernama Hera.
"Ya dong, Ayu kan nanti kesini karena untuk bekerja," sahut Sarah menanggapi ucapan Hera.
"Kerja, ngapain?" ucap Sandy cepat-cepat.
"Aku partimer di hotel ini," kataku menjawab ucapan Sandy.
"Kenapa aku baru tahu," ucap Sandy yang tampak seperti orang bingung.
Aku mengangkat kedua bahuku menanggapi ucapan Sandy. Namun Sarah dengan cepat berujar, "Ya karena Ayu gak kasih tahu kamu."
"Lagi kumpul-kumpul disini, ayo cepat diserbu!" teriak Pak Akram yang baru saja muncul dari arah pintu, terlihat ditangannya membawa satu kotak coklat yang dibagi-bagikan pada kami anak-anak magang.
"Ini spesial buat kamu," ucap Pak Akram padaku seraya mengulurkan satu buah kotak kepadaku. Hal itupun kini menjadi pusat perhatian teman-temanku.
"Ayo Ayu buka, kami ingin tahu," sahut teman-temanku serempak. Namun ada juga yang menanyakan kenapa hadiah hanya ditujukan padaku saja sementara yang lain hanya di beri coklat.
"Ayo Ayu cepat dibuka, kita udah gak sabar pengen lihat isinya apa," kata Sarah yang kini mendekat dan menempel ke arahku.
"Beneran ini untuk saya," tanyaku masih tak yakin, walau kotak hadiah sudah berpindah ke tanganku.
"Iya buat kamu, hadiah itu dari kami para senior sebagai kenang-kenangan telah menjadi anak magang teladan di periode ini," jelas Pak Akram dan nyatanya membuat sebagian teman-temanku yang lain kecewa. Karena saat mereka bekerja dalam mengerjakan tiap tugasnya tidak dilakukan semaksimal mungkin. Sebab mereka berfikir ini cuma latihan, padahal kan sebenarnya tiap apa yang kita kerjakan dengan hati juga dengan tulus, hasilnya akan kembali pada diri kita sendiri.
Akupun kini membuka kotak hadiah yang berada ditanganku dan isinya adalah sepasang sepatu fantofel berwarna hitam dengan hak tinggi ukuran sedang.
"Sekarang dicoba, kalau gak pas bisa ditukar ke tokonya sebelum 24jam," sahut Pak Roni dengan candaan.
Akupun dengan hati bahagia mulai mencoba sepatu baruku, nyatanya ukurannya sangat pas untuk kakiku. Sebenarnya sih memang sepatu milikku sendiri sudah layak untuk diganti, namun aku berfikir karena masih sayang dan masih bisa dipakai aku tak ada niat untuk membelinya, tapi apa mungkin karena para seniorku memperhatikan penampilanku jadi hadiah yang mereka beli adalah yang pasti berguna untuk menunjang penampilanku. Ah, rasanya aku jadi malu, kalau mereka sampai berfikir aku tak mampu beli sepatu.
"Habis ini langsung pulang?" ucap Pak Akram membuyarkan lamunanku. Nyatanya teman-temanku yang lain sebagian sudah pada berhambur pergi.
Aku sendiri kini berfikir, bingung menjawab ucapan Pak Akram sebab memang sudah tak ada agenda di hotel ini, semua tugas magang selesai dan tugas partime belum ada, karena aku yang tak kunjung menjawab kini Pak Akram kembali berujar, "Sore sepulang kerja kalau kamu tak ada acara bisa temani saya?"
"Kemana Pak?" sahutku sedikit ragu.
Pak Akram tampak berfikir, kemudian tangannya kini dia pergunakan untuk merogoh ponsel di saku celananya. "Nomor ponselmu berapa?" tanya Pak Akram yang jemarinya dia pergunakan untuk membuka menu ponsel miliknya.
Aku tanpa pikir panjang kini menyebutkan nomor ponselku. "085123987654," ucapku.
"Ok, nanti aku hubungi setelah jam kerjaku usai. Selamat sudah jadi anak teladan," kata Pak Akram seraya mengacak puncak kepalaku dan setelahnya berlalu pergi.
"Cie diajak kencan!" ucap Sarah seraya menyenggol lenganku dan tentunya usai Pak Akram tak terlihat lagi.
"Apaan sih! Pulang yuk!" sahutku dan menyelipkan tanganku mengapit lengan Sarah untuk mengajaknya meninggalkan tempat.
"By the way mau diajak kencan kemana sama Pak Akram?" tanya Sarah saat kami sudah sampai diparkiran.
Aku mengedikan bahu dan berkata, "Gak tahu. Eh tapi—." Ucapku kini menggantungkan kalimat dan hal itupun membuat Sarah menolehkan wajahnya menatapku.
"Kenapa?"
Aku menghela nafasku dan mulai berkata dengan nada lesu. "Tadi Pak Akram minta nomor ponselku..."
"Lalu?" sahut Sarah cepat.
"Tapi yang jadi kendala adalah dari beberapa hari lalu ponselku mati."
"Kenapa bisa gitu?"
Aku menggeleng. "Kayaknya udah waktunya ganti deh," ucapku. "Dan gimana kalau hari ini aku minta tolong ke kamu," sambungku penuh harap pada Sarah.
"Minta tolong apa? perbaiki ponsel kamu yang mati?" sahutnya.
"Gak, kalau dibenerin pun kayaknya gak bisa dalam waktu sehari."
"Lalu?"
"Beli ponsel baru," cicitku.
"Kamu yakin?"
Akupun mengangguk. Kupikir itu yang terbaik deh, lagi pula bagaimana aku bisa dihubungi Pak Akram jika ponselku saja mati. Sedangkan aku juga sudah tak lagi berada di hotel ini, otomatis waktuku untuk bertemu Pak Akram makin sedikit, dan lagi cuma dengan cara ini kami masih bisa berkomunikasi, batinku.
"Ya sudah deh kalau gitu aku antar kamu," kata Sarah yang berjalan ke arah motornya.
"Tapi antar aku pulang ke rumah dulu ya untuk ambil uangnya," sahutku.
"Ok, bos!" ucap Sarah menanggapi.
Kami pun kini mulai meninggalkan area hotel dan motor mulai melaju melewati jalanan dengan cuaca yang lumayan terik, karena maklum saja waktu sudah hampir menunjukkan pukul dua belas siang. Dalam hati aku membatin, semoga apa yang aku lakukan adalah langkah tepat agar aku bisa lebih dekat dengan Pak Akram.
To be Continue
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
GZone Reborn
mending uangnya titip ke aku yu, buat bayar cicilan pinjol 🤣
2023-07-15
0
Sri Astuti
apapun pekerjaan kita hrs dilakukan dgn sungguh" dan terbaik
2021-10-05
1
Kanjeng Netizzen
Deg..degan nih duwitnya masih ada kagak
2021-08-13
3