"Persiapannya apa sudah dibawa semua?" tanya Ibu padaku yang kini mendekat sambil menyodorkan satu bungkus nasi untuk sarapan. Setelah tinggal di tempat kos memang Ibu jarang memasak, sebab ditempat ini dapur dipakai untuk umum. Belum lagi tempat yang sempit, jadi Ibu lebih memilih mengalah memasak makanan jika tempat sudah senggang dan tak banyak orang, alhasil pagi sarapan harus membeli.
"Sudah Ibu, ini juga sambil Ayu periksa," ucapku sambil mengecek kelengkapan persyaratan magang di hotel Kartika. Beberapa lembar foto juga berkas, dan aku menyodorkan pada Ibu meminta tandatangan beliau.
"Ini uang sakumu," kata Ibu yang juga mengulurkan uang padaku.
"Maaf ya Ibu, Ayu jadi nambah daftar pengeluaran," kataku tak enak, sebab aku yang biasa pergi bersepeda kini beralih naik kendaraan umum lebih tepatnya naik bus.
"Gak usah dipikirkan, yang terpenting kamu rajin sekolah juga belajar yang baik. Ibu sudah senang dan bangga padamu," kata Ibu mengelus punggungku.
"Doakan Ayu, ya Bu, agar kelak bisa sukses membahagiakan Ibu dan juga Zahra," kataku kini menunduk mengamati uang lembar dengan nominal sepuluh ribu rupiah, yang bagiku nilainya sangat berharga.
"Pasti Nak, Ibu akan selalu mendoakan kamu," ucap Ibu yang membuat suasana di kamar ini menjadi haru.
Sorot mataku kini beralih menatap Zahra. Andai saja dia terlahir normal seperti anak-anak lain, batinku. Tapi segera kutepis kata-kata itu, sebab kata andai itu adalah bentuk protes dari takdir Allah yang sudah digariskan pada manusia.
Pernah aku bertanya pada Ibu, kenapa Zahra terlahir dalam kondisi seperti ini. Dan Ibu menjawab, 'bisa jadi ini adalah ujian kasih sayang dari Allah, dia(Zahra) dan juga kamu adalah titipan dari Allah. Tak selayaknya manusia mencela takdir, atau merasa menjadi manusia yang paling kurang beruntung, karena tiap manusia punya jatah ujian masing-masing. Namun ingat, bahwa Allah tidak akan memberikan ujian diluar batas kemampuan umat-Nya', jelas Ibu padaku dulu.
"Malah ngalamun, ya sudah sarapannya segera dihabiskan. Nanti terlambat," ucap Ibu mengingatkan.
Akupun segera menyantap sarapan pagiku, dan tak perlu lama setelah selesai makan aku bergegas berpamitan.
Dari gang tempat kos menuju halte aku perlu berjalan kaki, tak lama hanya sepuluh menit aku sudah sampai di tepi jalan raya untuk menyeberang menuju halte.
Tak berapa lama bus dengan rute yang menuju ke arah hotel Kartika telah datang, tapi sayang bus yang aku tumpangi ini lumayan padat. Akupun kebagian posisi berdiri, padahal setahuku jarak kesini kesana lumayan jauh. Namun aku bisa apa, selain berpasrah berdesakan dengan penumpang lain, dari pada aku menunggu bus lain malah beresiko menjadikan aku terlambat sampai kesana.
Aku merubah posisi tas ranselku, menggendongnya ke depan. Kemudian satu tanganku berpegang kuat pada tali pegangan yang menggantung diatasku. Sengaja aku mengencangkannya agar aku tak terjatuh menimpa penumpang lain, maklum saja supir bus yang hobi banget mengerem mendadak sering kali membuatku terkejut dan hilang kendali.
Berjalannya waktu dan jarak tempuh yang kian terkikis, kini mulai berkurangnya jumlah penumpang, ada juga yang naik tapi jumlahnya tak banyak. Hal itupun membuat diriku bernafas lega, sebab kini aku bisa mendapatkan kesempatan duduk di kursi penumpang.
Mataku kini beralih menatap jalanan, memastikan bahwa tujuanku yang sudah amat dekat, aku pun beranjak dari dudukku beralih maju mendekat kearah pintu bus. Sesaat bus berhenti aku pun keluar turun. Dan tepat mataku kini menatap tulisan Hotel Kartika, tepat diseberang jalan.
"Ayu, sini!" panggil temanku yang tengah berdiri di sisi pagar tembok Hotel Kartika. Terlihat beberapa orang temanku sudah berada disana, mengingat ada sekitar lima belas nama siswa yang magang bersamaan.
Akupun bergegas menuju ke arah mereka. "Masih nunggu yang lain?" tanyaku pada Sarah, hanya ada lima teman sekelasku yang ada disini. Sisanya adalah dari kelas lain.
"Yang lain udah pada masuk," jawabnya.
"Ya sudah berhubung kamu disini kita masuk," ajak Sandy yang berjalan mendahului.
"Jadi kalian berdiri disitu tadi karena menungguiku?" ucapku menebak.
Sarah memutar bola matanya. "Iya lah, aku dari tadi telpon juga kirim pesan ke ponselmu tapi gak ada tanggapan, jadinya Sandy punya usul nunggu kamu sampai datang," jelas Sarah padaku.
Kulihat Sandy mengusap tengkuknya, aku segera merogoh ponsel dari dalam tasku. Dan setelah aku dapat benda itu, ternyata dalam keadaan tak menyala. "Maaf," ucapku setelahnya.
"Biasa aja kali," sahut Sandy yang kini tampak santai.
"Ponselku mati," kataku sambil meringis dan menunjukkan ponselku yang padam. Aku menghela nafasku panjang, sepanjang jalanku menuju meeting room. Panggilan telepon juga pesan yang dikirim oleh temanku benar saja tak masuk sebab ponsel satu-satunya yang aku miliki sudah rusak.
Setibanya di meeting room, kulihat sudah banyak peserta yang datang. Ruangan ini didesain dengan menggunakan seating U-shape yaitu ruang meeting dengan pola bangku dan kursi yang berbentuk seperti huruf U. Dan kali ini ada yang mencuri perhatianku, disisi sebelah kiri yakni dihadapanku telah duduk para mahasiswa dan mahasiswi yang rapi menggunakan jas almamater. Tak lama pintu meeting room dari arah berlawanan pintu masuk kini terbuka dan muncul salah satu seorang dari pihak hotel.
Meeting dimulai, Bapak Anwar selaku eksekutif housekeeper mulai memperkenalkan diri, menyambut kedatangan peserta magang dan juga menjelaskan tentang Hotel Kartika, menunjukkan bagian-bagian dan letak ruangan pada layar monitor.
Setelahnya beralih Pak Anwar mulai memberi kami para anak magang baru lebaran kertas berisi jadwal masuk juga pembagian tugas. dan tentunya satu anak dengan yang lainnya mempunyai tugas dan jam masuk berbeda. Shift dibagi dua pagi dan siang.
Esoknya. Aku menyambut hari pertamaku menjadi seorang peserta magang, itu artinya hari ini aku memulai terjun langsung belajar bekerja. Aku mengamati penampilanku lagi dari depan cermin, memakai seragam baju yang berwarna hitam putih. Dengan sepatu pantofel warna hitam dengan rambut dicepol rapi. Kulengkungkan senyum di bibirku kemudian beranjak pergi.
Bus yang aku naiki berjalan cukup lambat, aku yang resah kini bolak-balik menatap jam di pergelangan tangan. Masih lima belas menit lagi, batinku. Kemudian aku mendesah.
Dan begitu bus berhenti, aku segera cepat mengambil langkah untuk keluar. Sejenak saat bus berlalu aku menengok kiri dan kanan berharap jalanan lenggang agar aku bisa menyebrang.
Naas, belum sempat aku melangkah kini aku terpekik. "Aaaaaaaaaaa..."
Bajuku basah akibat terciprat air kubangan bekas hujan semalam. Aku mengeram dan segera mataku mencari keberadaan pengendara motor yang mengebut dan membuat bajuku kotor dan basah.
Marah pun juga percuma, orang itu sudah tak terlihat di depan mata. Aku memperhatikan pakaianku dari atas sampai bawah, kemudian aku menatap lurus kedepan.
"Hotel Kartika atau lebih baik aku pulang saja," lirihku putus asa.
To be Continue
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
Rina
kasian
2021-11-14
1
re
Kasihan br hr pertama ada aja masalah
2021-10-15
1
Asnita
😭😭😭😭
2021-09-25
0