Makin kesini, aku semakin semangat menjalani hari-hariku menjadi seorang anak magang. Delapan minggu sudah aku berada disini, mulai dari menjadi room maid, duduk dimeja reservasi, laundry juga di departemen house keeping seperti kali ini.
Aku kini sedang ikut menata lay out tata ruang di gedung hall yang akan dipakai untuk acara resepsi pernikahan.
Kami para anak magang beserta petugas HK sedang sibuk mendekorasi ruangan, cukup melelahkan hari ini sebab tempat akan dipakai untuk sekitar 2000 undangan, tepatnya acara akan diadakan nanti sore.
Kini ada staff hotel yang tengah menuju kearah kami anak-anak magang. Sontak kamipun menghentikan sejenak pekerjaan dan mendekat ke arahnya.
"Ada apa Pak?" ucap Rio menanyakan.
"Kami pihak FB kekurangan orang untuk menjaga stand makanan yang berada disana dan juga disana," ucap staff hotel tersebut sambil menunjuk ke arah stand tempat yang beliau maksud, total ada 4 tempat dan itu artinya 4 orang yang diperlukan.
"Apa diantara dari kalian ada yang bersedia ditempatkan disana. Tenang ini termasuk dalam part time, jadi kalian akan dibayar," sambungnya menatap kami satu persatu.
Aku dan teman-temanku yang berjumlah enam orang saling menatap satu sama lain, ada yang setuju ada pula yang tidak mau dengan alasan sudah begitu lelah. Dan akupun termasuk mengambil kesempatan ini.
Hingga acara berlangsung, aku yang kini berdiri di tempat stand makanan sungguh merasakan lelah yang luar biasa. Meski hanya berdiri saja sambil melakukan pekerjaan ringan membantu tamu undangan mengambilkan makanan.
Sedari pagi aku tiba disini, mengerjakan tugas-tugas sampai dilanjutkan dengan partime. Meski tadi ada waktu jeda untuk istirahat, kali ini aku benar-benar merasa lelah. Berulang kali aku menguap dan berusaha membuka mata lebar-lebar. Berharap agar acara segera usai. Mataku yang kini amat lengket mengakibatkan aku hilang kendali, hingga satu peralatan makanan yang ada didepan stand kusenggol meluncur jatuh pada lantai.
Sontak saja hal itu menimbulkan suara gaduh, mataku pun seketika menjadi terbuka lebar saking kagetnya.
'Astaga, apa yang aku lakukan,' batinku.
Segera aku meminta maaf pada orang sekitar yang kini tengah menatapku dan sepertinya mereka memakluminya lalu kembali memfokuskan diri pada acara
"Ayu, kenapa bisa begini?" tanya Sarah yang mendekat kearahku dengan ikutan berjongkok mengambil pecahan porselen alat makan.
"Aku juga gak tau, tiba-tiba saja gak sengaja kesenggol," jawabku dengan hati was-was sebab aku telah berbuat kesalahan, dan entah sanksi apa nanti yang aku dapat. Melihat peralatan makan yang terbuat dari porselen ini sepertinya amat mahal.
"Ya sudah aku ambil alat pembersih dulu," ucap Sarah yang ikut membantuku.
Aku menghela nafas perlahan usai membereskan lantai tempatku berdiri, berusaha bersikap biasa saja hingga acara usai, walau sebenarnya hatiku merasa kacau.
Pukul setengah sebelas aku baru keluar dari hotel, sungguh amat sangat larut. Biasanya aku pulang pukul delapan, kini aku berdiri di halte menunggu berharap ada bus yang masih lewat. Tadinya ada teman yang menawarkan tumpangan, berhubung kami berbeda arah aku menolaknya.
Dan lima belas menit berlalu bus tak juga muncul, aku mengambil ponselku dari dalam tas.
"Mau order gojek, aplikasinya saja tak punya," gumamku lesu.
Aku menengok kiri kanan jalan terlihat makin sepi, hal itupun sedikit memunculkan ketakutan sebab dari arah kiri jalan kulihat ada segerombolan orang-orang yang berjalan ke arahku.
Aku kian panik melirik ke arah sekitar, 'Apa yang harus kulakukan,' batinku seraya kuat mencengkeram tali tasku.
Tin tin
Suara klakson motor membuat wajahku berpaling ke arahnya. Dari motor yang dipakai, aku dapat mengenali pemiliknya.
"Pak Akram," gumamku.
"Kamu belum pulang?" ucapnya usai membuka kaca helm.
Aku menggeleng.
"Jam segini sudah gak ada bus, ayo saya antar," ucapnya sambil menggerakkan dagu kearah belakang.
Tanpa berfikir dua kali aku pun mengikuti ucapnya, duduk dibelakang jok motor.
"Gak pakai helm gak papa ya, paling malam gak ada polisi," ucapnya dan aku mengangguk.
Dari arah spion dia memperhatikan aku dan bertanya "Siap?"
"Sudah Pak," ucapku.
"Ok," ucap Pak Akram disertai mengegas motornya, membuatku terkejut hampir saja terpelanting kebelakang kalau-kalau aku tak refleks mencengkeram jaketnya kuat.
"Bapak mau buat saya mati terkejut!" ucapku membentak. Astaga dan rasanya jantungku mau copot, batinku sambil menetralkan detak jantungku yang barusan meloncat kaget akan ulahnya.
"Tadi katanya siap?" ucapnya menahan tawa.
"Tapi ya gak gitu juga kali Pak, situ bawa motor apa mau pacuan kuda?" ucapku seraya mendegus kesal.
"Makanya pegangan," ucapnya.
"Hmmm," gumamku dan mencengkeram sisi jaket yang dia kenakan. Motorpun kini melaju membelah jalanan yang nampak lenggang.
Aku terdiam sambil mataku memandang lampu yang menghias jalanan sambil menikmati udara malam, sebab ini adalah kali pertama aku berada diluar rumah pada jam tengah malam.
"Biasa aja kali ekspresinya,," celetuk Pak Akram yang tengah memperhatikanku dari kaca spion.
"Ternyata pemandangan di malam hari sebagus ini ya Pak?" sahutku yang kembali menatap jalanan.
Kini Pak Akram terdiam hingga membuatku menoleh ke arahnya, raut wajahnya heran tercetak dari balik kaca spion. "Jangan bilang baru pertama kali kamu keluar malam," sahutnya.
"Memang belum pernah," ucapku apa adanya.
"Serius?" ucapnya terdengar bertanya. "Tapi memang bagus sih buat anak cewek," ucapnya manggut-manggut.
"Oh ya memang Bapak tinggal dimana, kenapa mau anterin saya?" tanyaku penasaran, sebab tadi aku memberitahukan padanya kalau letak rumahku jauh tapi dia tak keberatan dan tetap mau mengantarku.
"Saya tinggal dan ngekos dekat kampus Nusa Bangsa, kalau tempat tinggal asli di Jakarta," ucapnya. Dan motor terhenti sebab kini tengah berada dilampu merah.
"Kampus itu saya tahu," sahutku. "Jadi Bapak bukan asli orang sini?" sambungku bertanya lagi.
"Bukan, disini saya juga magang seperti kamu," ucapnya dan sontak membuatku terkejut.
"Bapak bukan karyawan asli di hotel Kartika?" tanyaku penasaran.
Dia tersenyum lalu kembali melajukan motornya. "Hanya di training sementara," ucapnya dan aku mengangguk-anggukan kepala.
Sejenak kami terdiam. Dan saat berhenti dilampu merah lagi Pak Akram berujar, "Ngomong-ngomong kenapa kamu suka sekali panggil saya Bapak, saya kan belum tua?
Aku terkekeh. "Bukan begitu Pak—," ucapku terputus sebab aku terkejut Pak Akram tengah menoleh kebelakang menatapku dengan jarak yang begitu dekat. Hingga sesaat kami saling terdiam, mengamati wajah yang sama-sama tersaji di depan mata.
Tin tin
Terdengar bunyi klakson dari pengendara lain, dan kusadari lampu telah berganti berwarna hijau. Dapat ku dengar helaan nafas Pak Akram sebelum kembali menatap ke arah depan untuk melajukan motornya.
Aku sedikit berdehem, berusaha menormalkan tenggorokanku yang sedikit terasa tercekat, entah tiba-tiba merasa kering.
"Alasan saya memanggil Bapak ya karena bentuk penghormatan saja kepada senior," jawabku sambil nyengir garing. Entah mengapa tiba-tiba aku merasa canggung.
Pak Akram tak menjawab hingga motor yang kami naiki sampai didepan kos-kosan yang aku tinggali.
"Terimakasih Pak," ucapku usai turun dari motornya.
"Iya, lain kali sekiranya kalau ada waktu partime sampai tengah malam dipertimbangkan dulu," ucapnya.
Aku mengangguk.
"Kalau begitu saya pulang dulu, selamat malam," ucap Pak Akram dan kembali menstater motornya. Sebelum motor melaju dia juga melambaikan tangan.
Tatapanku kini memaku menatapnya hingga motornya hilang sampai ke ujung jalan.
Yo be Continue
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 149 Episodes
Comments
M Pandeka Sutan
Ini baru novel rill dan nyata, bkan novel yg halu nya berlebihan ga karu2an...
2021-11-01
2
Fitria Dafina
Ceritanya bagus.. Real seperti di Indonesia.. ngk berlebihan 👍👍👍
2021-09-16
2
dewi putriyanti
ceritanya sederhana, ringan namun berkesan karena gambaran kehidupan disekitar
2021-09-16
0