Keesokan harinya,
Axel keluar dari kamarnya dan kemudian masuk ke dalam dapur.
Ia begitu terkejut melihat Neneknya yang sedang memasak sesuatu.
"Nenek.." panggilnya.
Riana tersenyum melihat ke arahnya.
"Nek, apa yang sedang nenek lakukan?"
"Nenek ingin memasak sarapan untukmu Axe"
"Nek, sebaiknya Nenek kembali beristirahat di kamar. Axel bisa memasak sarapan sendiri Nek."
Riana sejenak menatap wajah tampan Cucunya itu. Ia kemudian memegang pipi Axel dengan lembut.
"Sejak sakit, Nenek tidak pernah lagi memasakkkan sesuatu untukmu Axe. Maafkan Nenek Nak."
Axel tersenyum dan kemudian memegang tangan Riana.
"Tidak apa-apa Nek. Yang penting, Nenek harus cepat sembuh agar bisa memasak lagi untuk Axe, hem?"
Riana menganggukkan kepalanya.
"Apa hari ini kamu akan bertemu dengan Luna Axe?"
"Iya Nek. Rencananya Axe akan bertemu dengan Luna dulu, baru pergi bekerja."
"Kamu sangat mencintainya kan Axe?"
Axel menganggukkan kepalanya.
"Dia gadis yang sangat baik. Nenek berharap kamu dan Luna bersama selamanya."
"Terima kasih Nek."
"Sampaikan salam Nenek padanya. Sudah lama juga Nenek tidak bertemu dengan Luna."
"Baik Nek, nanti Axe sampaikan."
"Sekarang istirahatlah Nek."
"Baik Nak."
Riana kemudian kembali ke dalam kamarnya.
Di dalam kamarnya, Riana memikirkan betapa malangnya nasib Cucunya.
Axel tumbuh tanpa kasih sayang kedua orang tuanya. Kasih sayangnyalah yang hanya dimiliki Axel mulai sejak kecil.
Walaupun hidup susah, Axel tidak pernah sekalipun mengeluh ataupun bersungut-sungut padanya.
Axel tumbuh menjadi Pria yang kuat dan pekerja keras. Hingga ia dewasa, ia memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikannya dan lebih memilih untuk bekerja saja.
Sebenarnya ia tahu bahwa cucunya itu sangat ingin kuliah seperti orang lain.
Hanya saja karena keterbatasan biaya dan juga karena ia sendiri yang sakit-sakitan membuat Axel mengorbankan dirinya untuk membiayai pengobatannya.
Riana menangis di dalam kamarnya.
Apa yang harus ia lakukan agar cucunya itu mendapatkan kebahagiaan yang dimiliki orang lain?
Ia tidak bisa membayangkan jika selamanya Axel harus bekerja keras demi kehidupan mereka.
--
Axel dan Luna akan bertemu di taman yang merupakan tempat favorit mereka.
Axel melihat jam tangannya, namun Luna belum datang juga.
Perlahan perasaan khawatir mulai melingkupinya.
Ia takut, terjadi apa-apa pada Luna akibat perbuatannya di malam itu.
Ibu Aluna memang terkesan keras pada Luna.
Sifatnya yang perfeksionis itu membuat Luna harus mengikuti setiap kehendaknya.
Axel menjadi sangat gelisah di tempatnya.
Tiba-tiba, ada sepasang tangan memeluknya dari belakang.
Ia yakin bahwa yang memeluknya saat ini adalah Aluna.
"Luna..."
Axel membalikkan badannya dan berhadapan dengan Aluna.
"Apa Kakak sudah menunggu lama?"
"Tidak juga."
"Syukurlah Kak."
Aluna kemudian duduk di kursi taman yang berada di dekat mereka.
Axel kemudian mendekat padanya.
"Apa kamu baik-baik saja Luna? Matamu terlihat sangat bengkak."
"Aku baik-baik saja Kak. Ini pasti karena kemarin aku menangis semalaman."
"Maafkan aku Luna. Harusnya saat itu aku tidak membiarkanmu menemaniku bekerja."
"Hei hei Kak.
Tidak apa-apa. Bukankah ini sering terjadi? Mami memang seperti itu dari dulu."
"Tapi ini serius Aluna. Tante akan semakin tidak menyetujui hubungan kita jika kamu selalu membantah ucapannya. Lagian tidak baik seorang gadis pulang malam.
Lain kali kamu tidak perlu datang lagi ke restoran, hem?"
"Tapi Kak..."
"Baiklah Kak." ucap Aluna dengan wajah murung.
Axel tersenyum geli dan kemudian mengelus kepala Aluna dengan lembut.
"Gadis baik, apa kamu ingin aku belikan es krim kesukaanmu?"
Wajah Aluna seketika berubah menjadi ceria.
"Aku mau Kak. Pokoknya kali ini Kakak harus membelikanku es krim kesukaanku yang banyak. Kakak berjanji?"
Aluna menyodorkan janji kelingkingnya pada Axel. Hal yang sering mereka lakukan saat menjanjikan sesuatu.
"Aku berjanji Luna. Kalau begitu, ayo kita beli es krim kesukaanmu itu."
Aluna tersenyum puas.
"Ayo Kak.."
Aluna langsung menggandeng tangan Axel dengan erat.
Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang berada di dalam mobil tengah menatap tajam ke arah mereka.
"Anak miskin itu begitu tidak tahu malu rupanya."
Axel sama sekali tidak menghiraukan ucapannya tempo hari. Ancaman yang ia lontarkan juga tidak membuat Axel takut dan kemudian menyerah pada hubungan mereka.
"Lihat saja anak miskin. Kau akan menyesali perbuatanmu itu. Aku sudah memberikan kesempatan terakhir untukmu dan kau malah menyia-nyiakannya."
Mobil itu kemudian pergi dari sana.
Axel begitu geli melihat Aluna yang tampak begitu lahap memakan es krim di tangannya. Bukan hanya satu, melainkan tiga sekaligus.
Dasar anak kecil...
"Pelan-pelan sayang.."
"Tidak Kak. Aku tidak bisa pelan-pelan sekarang. Ini jarang terjadi, biasanya Kakak akan melarangku makan es krim."
"Baiklah, baiklah. Kamu bisa melanjutkannya sayang."
--
Setelah memakan semua es krim itu, Aluna bersender di bahu Axel sambil memeluk erat lengannya.
"Kak, bukankah minggu depan adalah hari anniversary kita?"
"Benarkah?"
Axel bermaksud untuk menggoda Aluna.
Aluna kemudian menatap Axel dengam tatapan terluka.
"Kakak lupa?"
Melihat tatapan itu, rasanya tidak tega untuk.menggoda Aluna lebih lama lagi.
"Aku hanya bercanda sayang. Tentu saja aku ingat. Tiap bulan kamu selalu mengingatkanku akan tanggal itu. Bagaimana aku bisa lupa?"
Aluna akhirnya dapat tersenyum kembali.
"Bagaimana kalau kita jalan jalan ke suatu tempat Kak?"
"Suatu tempat?"
"Hem...
Seperti ke pantai misalnya.
Setelah itu kita akan pergi ke bioskop, makan di tempat favorit kita. Dan makan es krim sepuasnya. Bagaimana Kak?"
Axel hanya diam tidak menanggapi pertanyaannya.
"Aku juga ingin di hari itu, kita berpegangan tangan seharian. Bukankah itu sangat romantis?"
"Hem, ide yang cukup bagus. Tapi tidak dengan makan es krim."
"Kak, aku mohon. Aku ingin merasakan apa yang aku rasakan hari ini saat makan es krim sepuasnya."
"Aku janji tidak akan meminta yang lain lagi."
"Hem, baiklah.."
"Yeayy..
Aku sangat mencintaimu Kak."
Aluna kembali memeluk lengan Axel dengan erat.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments