DARWIN MULLER

Di tengah rasa gundah gulana dan kesedihanya yang sangat mendalam, tiba tiba saja ruangan dimana Thomas muller beserta istrinya Diana muller berada, di ketuk seseorang yang memang sudah menjadi pengabdi setia di keluarga tersebut.

"Masuk," Seru Thomas dari dalam ruangan.

William masuk ke dalam ruangan dengan wajah yang terlihat berbinar membuat Diana dan Thomas sedikit keheranan.

"Ada apa kau ini, William?, mengapa kau sampai berlari lari seperti itu?" tanya Diana yang melihat William tersengal sengal.

"Maafkan aku Tuan dan Nyonya besar. Ada kabar yang pastinya akan membuat Tuan dan Nyonya besar bahagia." jawab William dengan nafasnya yang masih tersengal sengal.

"William, tenangkan dirimu terlebih dahulu. Setelah itu, baru kau ceritakan pada kami." ucap Thomas dengan kepala menggeleng melihat pengabdi setianya.

William mengangguk dan memberi isyarat pada pengawal lainya agar segera menghubungkan sambungan teleponya.

Dan tak berselang lama, Thomas langsung mengangkat sambungan telepon yang telah di alihkan padanya.

"Siapa kau?, tak usah bertele tele karena aku tak punya banyak waktu lagi." sapa Thomas pada seseorang di dalam sambungan teleponya.

"Hei, Paman apa kau sudah lupa dengan suara keponakan tercintamu." jawab pria tersebut.

"Ouwh, kau rupanya. Cepatlah!, tak usah berbasa basi lagi. Ada keperluan apa kau menghubungiku?" tanya Thomas.

"Sabarlah Paman, Sekarang paman buka pesan gambar yang telah ku kirim padamu." ucap Jack yang membuat Thomas sedikit penasaran.

Thomas menggedikan kepalanya pada William agar dia membawakan handphone dan memberikanya pada Thomas.

Dan tak berselang lama, William telah kembali dengan tangan membawa sebuah handphone milik Thomas.

"Ini, Tuan." William menyerahkan handphone tersebut pada Thomas.

Dan dengan cepat Thomas membuka pesan yang telah di kirim Jack navier padanya.

"Apa!!!" Thomas tersentak kaget setelah melihat gambar yang telah di kirimkan Jack pada padanya.

"Kenapa, Papi?, William cepat kau panggil Dokter kesini." titah Diana muller yang kaget bercampur cemas melihat suaminya memegang dadanya.

"I ya, Nyonya." William berbalik dan hendak berlari.

"Tidak perlu, William. Cepat kau sambungkan handphone dengan proyektor secara wireles ( tanpa kabel data) pada proyektor, sekarang juga!" titah Thomas yang langsung di kerjakan William beserta bawahanya.

Selesai menghubungkan handphone pada proyektor, William langsung mematikan lampu ruangan tersebut dengan remot smart homenya.

"William menembakan output proyektor tersebut pada dinding putih di ruanganya tersebut. Dan terlihat jelas gambar Erick yang sedang bermain dengan kedua putrinya yang kembar.

"William, berikan remote proyektor itu padaku!" titah Thomas dan William pun langsung menyerahkanya.

Dengan perlahan, Thomas menyeting gambar tersebut agar terlihat lebih besar dan jelas untuk di lihat dia dan istrinya.

"Papi ...," Diana berdiri dan menangis sambil menutup mulut dengan tanganya tak kuasa menahan tangis bahagia.

"I ya, sayang. Aku mengerti perasaanmu." Thomas memeluk dan mengajak Diana agar kembali duduk melihat beberapa gambar yang di kirim Jack padanya.

Thomas kembali meneruskan panggilan teleponya yang belum terputus dengan Jack navier.

"Apa kau tidak salah lihat?" tanya Thomas memastikan gambar yang telah di lihatnya.

"Ha...ha...ha, Paman, mana mungkin keponakanmu yang tampan ini salah lihat. Dan asal Paman tahu, keponakanmu ini telah mengintai Erick selama satu minggu, dan itu sangat memakan waktu dan biaya yang banyak Paman." jelas Jack yang memang matrealistis.

"Jack, sebenarnya siapa Erick yang kau maksud di dalam gambar ini?" tanya Diana yang langsung menyambar handphone di tangan Thomas dan menempelkan pada telinganya.

"Tanteku yang cantik, apa Tante lupa dengan Darwin muller?" ucap Jack yang membuat Diana benar benar kaget.

Diana menangis dan mengembalikan handphone tersebut pada Thomas.

"Papi, Momi ...," Diana menangis dan berlari menaiki tangga menuju kamarnya.

Thomas semakin bingung dan galau melihat keadaan Diana yang tiba tiba membuatnya sedih.

"Jack, apa kau masih mendengarku?" tanya Thomas pada Jack di dalam teleponya.

"Ouwh, tentu Paman." Jack menyahutinya.

"Dengarkan aku!, Kau cari informasi lebih detail tentang Erick, dan kau harus pastikan informasinya jika memang dia benar Darwin muller anaku yang pernah hilang!" titah Thomas dengan suara yang kini mulai meninggi.

"Semua bisa di atur, Paman. Tapi, apakah Paman tahu?, untuk semua itu, aku perlu melakukan penyamaran, dan Paman tahu sendiri menyamar itu memerlukan beberapa costume dan peralatan yang serba mahal." ucap Jack yang berkesan memutar mutar keadaan.

"Sialan, kau Jack. Kalau bukan anak dari Adiku, mungkin sudah ku binasakan kau." ucap Thomas yang kini terlihat jengkel.

"Semua terserah, Paman. Jika Paman tidak mau, aku akhiri saja teleponya." Jack tersenyum penuh kemenangan.

"Jack, jangan bermain main dengan Pamanmu ini, tunggu, 5 menit dari sekarang rekeningmu akan menjadi gendut." ucap Thomas sambil mengakhiri panggilanya.

"Bhua ... ha..ha, cairrrr...," Jack tertawa terbahak bahak di dalam kamar rumahnya.

Sementara, Thomas terlihat berlari menyusul Diana ke dalam kamarnya.

Thomas masuk ke dalam kamar dan melihat Diana yang berbaring menangis di atas tempat tidur sambil menenggelamkan wajahnya.

"Sayang, aku mohon jangan menangis lagi. Apa kau tidak tahu, hati ini serasa teriris melihat kau menangis." Thomas duduk di atas tempat tidur sambil memegang pundak Diana.

Diana bangun dan berbalik menghadap ke arah Thomas dan langsung memeluknya.

"Papi, Momi tidak mau tahu!, pokoknya Darwin harus kembali ke rumah ini!" pinta Diana yang tak mungkin bisa do tolak apalagi di bantah Thomas.

Thomas mengelus ngelus punggung istrinya mencoba menenangkanya.

"Momi, percayalah. Tidak akan lama lagi Darwin akan datang menemui kita, dan Papi yakin akan hal itu." ucap Thomas yang membuat Diana benar benar puas.

Diana melepas pelukan dan menangkup wajah Thomas dengan kedua tanganya.

"Papi tidak sedang berbohongkan kepada Momi?" tanya Diana dengan tatapan mendalam ke dalam bola mata Thomas.

"Momi, beri Papi sedikit waktu. Papi akan menyelesaikan semua ini demi Momi." Thomas mengusap air mata Diana dengan ibu jarinya.

"Aku sayang Papi," Diana mendaratkan ciuman kasih sayang pada Thomas.

Thomas merasakan gairah yang telah lama mati, kini bangkit lagi laksana sebuah kobaran api yang menyala nyala dan melahap siapa saja berada di dekatnya.

Di umur mereka yang sudah menginjak 50an, bukan sebuah alasan besar bagi Thomas untuk lemah dalam berperang dengan sengit di atas ranjang.

Begitu pun dengan Diana, semangat dalam menjalani kehidupan kini terasa mengalir di dalam sanubarinya.

Dia pun dengan ganas, mengimbangi peperangan panas yang dilakukan suami tercinta padanya.

"Papi, your amazing." puji Diana yang di mangsa Thomas bagai harimau lapar.

"I love you, Momi." ucap Thomas dengan penuh semangat sambil menghentak hentakan pinggulnya dengan kecepatan 250Cc.

😄😆🤣 **Ha..ha..ha.. udah ah terus bae

Jangan lupa Likenya ya. Klik favourite juga kalau teman teman suka dengan ceritanya**.

Terpopuler

Comments

feli😘😘😘

feli😘😘😘

next up

2021-09-27

0

ˢⁱ🅖︎🄴🅝︎ⁱⁱⁱ🅣︎

ˢⁱ🅖︎🄴🅝︎ⁱⁱⁱ🅣︎

like like like

2021-09-25

1

@𝕸y💞felRi$🌸

@𝕸y💞felRi$🌸

👍👍👍👍👍👍

2021-06-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!