BANGUNLAH ... ERICK

Kembali pada tempat dimana jasad Erick tersangkut di sebuah batu. Entah keajaiban atau apa pun itu, wajah Erick kini terlihat segar kembali.

Dan jari jemari Erick kini terlihat bergerak gerak kecil seperti mendapat respon sensorik dari otak kecilnya yang memaksa ia agar segera bangun dari dari tidur panjangnya yang tak berkesudahan.

"Uhuk ... uhuk ...," Erick terbatuk dengan terus mengerjap ngerjapkan matanya.

Tekanan derasnya air sungai yang kini tak begitu besar daei sebelumnya, membuat Erick tidak begitu kesulitan untuk bangun dan membangkitkan tubuhnya.

"Ahhhh, sakit sekali. Dimana aku?" Erick bertanya pada dirinya sendiri dengan tangan memegangi kepalanya yang terasa sakit.

Dengan susah payah Erick menepikan dirinya ke tepi sungai.

"Tolong ... tolong, tolong aku." Erick berteriak dengan sisa tenaganya.

Namun naas, sudah cukup lama Erick berteriak. Namun pertolongan yang di harapakan, tak juga kunjung datang.

"Apa boleh buat, jika aku diam terus disini. Bram dan anak buahnya akan menghabisiku." ucap Erick seraya bangun dan mengambil kayu yang tak jauh dari tepi sungai tersebut.

Dengan bantuan kayu yang di temukanya, Erick terus memaksa dirinya agar terus melangkah mencari orang yang bisa mengobati lukanya.

Cukup lama juga Erick dalam berjalan. Kini dirinya sampai si sebuah tempat yang tak begitu padat penduduknya.

Rumah warga pun terbilang masih jarang dan cukup jauh jaraknya antara satu sama lain.

Erick merasa putus asa dengan keadaanya yang kini sudah merasa kabur dalam pandanganya.

"Dimana orang orang, kenapa belum juga terlihat satu pun?" Erick menahan tubuhnya yang hampir jatuh dengan bertumpu pada kayu yang jadi tongkatnya.

Erick memegang kepala yang masih terluka dengan telapak tanganya.

"Sial, pantas saja rasanya sangat pusing dan menyakitkan." Erick melihat telapak tanganya yang berlumuran darah yang menempel di kepalanya.

Di dalam keputus asaanya Erick melihat sebuah rumah yang di beri garis kepolisian. Dirinya tak berpikir panjang lagi untuk melangkahkan kaki dan masuk ke rumah tersebut.

Di dalam rumah Daren, Erick terus melangkah dengan pandangan yang terus di edarkanya kemana mana.

"Rumah siapa, ini?, kenapa berantakan sekali." Erick melihat kursi ruangan tamu yang terguling posisinya.

Erick melangkahkan kakinya lagi menghampiri foto yang terpajang di dinding rumah Daren tersebut.

"Siapa mereka, kenapa wajah lelaki hampir mirip denganku?" Erick menggosok mata dengan punggung tanganya.

Perlahan penglihatan Erick mulai kabur, dan keseimbangan tubuhnya pun oleng dan tak seimbang.

GEBRUK ....

Erick terjatuh ke lantai dengan posisi tubuh tengkurap.

"Seseorang, tolonglah aku." ucapan Erick sebelum ia menutup matanya.

Salah satu warga yang tak sengaja lewat di depan rumah Daren, dirinya mendadak berhenti melihat garis polisi yang terlihat sudah tidak seperti sebelumnya.

"Coy, feeling aku kaya buruk gitu ya." ucap seorang wanita yang memikul cucian kotornya di bakul.

"Maksud kamu, apa?" tanya temanya pada si wanita tersebut.

"Tuh, coba kamu lihat!, garis yang di beri pihak kepolisian kini sudah putus." ucap wanita tersebut.

"Benar juga, trus kamu mau masuk ke dalam gitu?" tanya balik temanya wanita tersebut.

"I ya, pegang dulu nih, sebentar." si wanita tersebut menitipkan bakul yang berisi cucian dan memberanikan dirinya untuk memasuki rumah Daren.

Di dalam rumah Daren, si wanita menghampiri Erick yang sudah pingsan sedari tadi.

"Hah, mayat siapa lagi itu?" Si wanita itu terus mendekati tubuh Erick.

Dengan segenap tenaga dan keberanianya, wanita tersebut membalikan posisi tubuh Erick.

"Mayaaaat!!!, ada mayat!" seru si wanita yang terdengar sampai telinga temanya yang masih di luar.

"Hah, ada mayat?" Teman si wanita langsung bergegas berlari masuk ke dalam rumah Daren menghampiri asal suara tersebut.

"Coba kalian lihat, apa lelaki sudah mati?" tanya si wanita itu pada temanya.

"Mana aku tahu, kita bawa saja dia keluar bagaimana?" usul teman si wanita tersebut.

"Tunggu, kita panggil suami kita masing masing untuk membawa orang ini keluar."

Dan tak berselang lama, kedua wanita itu telah kembali membawa suaminya masing untuk membawa Erick keluar dari rumah Daren.

Di halaman rumah Daren, kedua lelaki tersebut menggeletakanya di tanah.

"Bagaimana, ini?" tanya Hendro pada temanya.

"Gila lu ndro, sabar kenapa." Hendri mengeluarkan ponsel di dalam saku dan terlihat menghubungi bantuan.

"Gimana, sudah?" tanya Hendro ketika melihat Hendri memasukan kembali ponsel ke dalam saku celananya.

"Tenang, Dro. Kita tinggal tunggu saja Ambulance datang kemari." Hendri menepuk pundak Hendro untuk meredam kecemasanya.

Dan tak berselang lama, Ambulance telah datang dan membawa Erick masuk ke dalam mobilnya.

Sementara pihak kepolisian yang baru sampai, mereka juga mengajak Hendro dan Hendri ke kantor polisi guna di mintai keteranganya.

Di kantor kepolisian, Hendro dan Hendri di minta keterangan secara bersamaan.

Semua pertanyaan yang di lontarkan polisi pada mereka, semua mereka balas gelengan kepala dan tidak tahu.

"Bapak Hendro dan Hendri, mohon keseriusanya dalam menjawab pertanyaan dari kami." pinta petugas kepolisian pada mereka.

Hendro dan Hendri saling memandang dan menggedikan bahuhya.

"Serius, Pak. Kami benar benar tidak tahu dan tidak mengenal sosok pemuda tersebut." jawab Hendro dan Hendri bersamaan.

"Lantas, apa gunanya Bapak datang ke kantor kepolisian kami?" tanya petugas kepolisian pada mereka berdua.

"Kita berdua tidak pernah meminta untuk datang kesini, Pak." Hendro dan Hendri menjawab dengan kompaknya.

"Terus, siapa yang mengajak Bapak berdua kemari?" tanya lagi si petugas pada mereka berdua.

Hendro dan Hendri menunjukan jari telunjuknya ke arah polisi muda Surono yang kebetulan sedari tadi berdiri di samping petugas investigasi.

Surono terkesiap kaget dan tak menyangka hal ini akan menjadi bumerang besar yang akan membuat dirinya malu di kemudian nanti.

"Bapak Surono ini gimana, sih?" tegur ketua yang menginvestigasi Hendro dan Hendri.

Surono merasa tidak enak dan sangat malu dengan kekeliruanya.

"Maaf, tadinya saya berpikir. Kedua orang ini pasti memiliki keterangan penting untuk kita." Surono menunduk.

"Baiklah, pulangkan kembali mereka ke tempat asalnya." ketua investigasi bangun dan melangkah pergi meninggalkan Surono, Hendro dan Hendri.

Di luar kantor polisi, Surono terlihat hanya mengantar Hendro dan Hendri hanya sampai depan gerbang saja.

"Maaf, Pak. Mau kemana?" tanya Hendro pada Surono yang terlihat akan melangkah kembali masuk ke kantor polisi.

Surono berbalik ke arah Hendro.

"Mau kembali bertugas, kenapa emang?" Surono dengan mode juteknya.

"Lantas, nasib kami berdua bagaimana?" tanya Hendro dan Hendri.

"Maaf, itu bukan urusan saya. Bhua ha ha." Surono tertawa lepas melihat kedua wajah Hendro dan Hendri yang kebingungan ongkos.

"Jangan gitu donk, Pak. kami mohon." Hendri memelas pada Surono.

Hati kecil Surono terketuk melihat kedua wajah Hendro dan Hendri yang terlihat murung dan bersedih karena tak punya ongkos.

"Tunggu, sebentar." Surono terlihat mengeluarkan dompetnya.

Wajah murung dan sedih kini berubah menjadi keceriaan.

"Ambil ini," Surono memberi mereka masing 50 ribu rupiah untuk ongkos pulangnya.

LIKE ... LIKE ... JANGAN LUPA LIKE DAN RATENYA YA.

Terpopuler

Comments

Nee Zee Laa

Nee Zee Laa

AQ aemangat baca nya Jun, lanjuttt... 😊👍👍👍

2022-09-27

1

♏pi Mυɳҽҽყ☪️☀️

♏pi Mυɳҽҽყ☪️☀️

ongkosnya ndroooo

2021-11-01

7

mr cuncun

mr cuncun

hai pujaan hati...

2021-10-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!