BAB 2
Anak-anak serigala tampak sedang bermain barsama anak manusia setengah serigala dengan gembira. Mereka menyukai saudara mereka yang nampak berbeda dari semuanya itu. Apalagi, anak-anak serigala itu diajarkan ibu serigala untuk tidak membedakan fisik mereka dengan fisik Egon.
"Kalau bisa, ayo kejar aku !" teriak salah satu anak serigala yang cukup gembul bernama Swift.
Swift berlari sangat kencang tanpa memperdulikan bagaimana keadaan sekitarnya. Bahkan anak serigala itu berlari terlalu jauh dari kerumunan anak-anak yang lain. Melihat saudaranya berlari terlalu jauh, Egon memutuskan untuk mengejarnya. Bahkan ia memanggil-manggilnya dengan sekuat tenaga. Karena Egon mengejar Swift, yang lainnya pun ikut mengejar mereka berdua.
"SWIFT ! Tunggu aku. Jangan berlari terlalu jauh !" teriak Egon memanggil Swift.
Malangnya, Swift yang berlari tidak melihat bahwa di depan sana ada seorang pemburu dengan senapan laras panjang lengkap dengan peluru yang siap di tembakkan. Pada saat ia lari menuju ke arahnya, pemburu yang merasa terancam dengan kehadiran anjing liar itu segera menembaknya.
"DORRR !!"
Suara senapan memekakkan telinga. Burung-burung yang semula bertengger di pepohonan semuanya terbang menjauh. Egon melihat seorang pemburu sedang menghampiri Swift. Dengan naluri binatangnya, ia menyerang pria pemburu itu agar tidak menyentuh Swift. Ia menggigit dan mengoyak-oyak pakaian sang pemburu hingga terluka. Karena merasa kewalahan dan takut saat melihat seorang anak manusia bergigi tajam, pria pemburu itu lari tunggang langgang. Merasa dirinya dapat melindungi Swift, dihampirinya saudaranya itu. Namun rupanya, peluru menembus jantung dan melukainya sehingga Swift tidak lagi bernafas ataupun bergerak. Semuanya sudah terlambat.
"Swift! Bangun Swift! Ini aku, Egon!" panggilnya pada Swift.
Beberapa anak serigala yang mengikuti Egon dan Swift pun bersedih. Mereka mengelilingi Swift dan mengaum bersama. Auman yang panjang dan menggema itu pun sampai di tempat kediaman ayah dan ibu serigala. Mereka berdua segera mencari asal suara dan menyusul ke sana.
"Apa kau dengar itu?" tanya ayah serigala (Amaury).
"Ya. Aku mendengarnya. Siapa yang celaka?" ibu serigala (Evarist) sedih dan bergetar.
Kedua orang tua serigala itu berlari amat kencang mencari anak-anak mereka. Dengan bau yang tertinggal, mereka dapat menemukan keberadaan mereka semua. Namun sayang, anak bungsu mereka yang bernama Swift telah tiada dengan tembakan peluru tepat di jantungnya. Mendapati anak bungsunya tidak bernyawa lagi, ayah serigala segera memarahi Egon. Ia merasa bahwa kematian Swift disebabkan oleh Egon. Jika saja mereka tidak main kejar-kejaran, Swift pasti tidak akan menemui kematiannya.
"Apa yang kau lakukan pada Swift?!" tanya ayah serigala pada Egon. "Karena dirimu, dia harus menemui kematiannya di usianya yang masih sangat muda!" ayah serigala marah.
"Aku tidak melakukan apapun padanya, ayah." berjalan ke arah ayah serigala.
"Cukup! Jangan panggil aku ayah karena kau bukan anakku. Sebaiknya kau pergi saja dari sini. Karena aku tidak ingin melihatmu kembali."
Egon mengurungkan niatnya untuk mendekati ayah serigala. Ia hanya bisa menunduk dan meminta maaf atas kejadian yang bukan kesalahannya. Ia tidak berani menghadapi kemarahan sang ayah yang begitu menakutkan. Dengan kesedihan yang mendalam, Amaury membawa putra bungsu yang sudah terkulai lemas itu dengan mulutnya. Semua saudara Egon juga berlalu darinya dengan sedih. Mereka tahu semua itu bukan kesalahan Egon, tapi mereka tidak bisa berkata apa-apa di depan sang ayah.
Eva menggiring anak-anaknya dari belakang. Walaupun awalnya Egon menolak untuk pulang, tetapi akhirnya ia berhasil membujuk Egon untuk turut pulang serta bersamanya. Ia merasa kasihan padanya. Sejak ia menemukannya di pinggir sungai dengan tubuh yang kedinginan, ia sudah sangat menyayanginya. Entah mengapa ia merasa ada ikatan antara dirinya dengan bayi Egon. Sehingga ia merasa yakin untuk membawanya pulang. Siapa sangka jika Amaury tidak menyukainya. Suaminya itu memintanya untuk membuang kembali Egon ke sungai. Namun ia tidak pernah melakukannya. Ia mengatakan bahwa Egon akan menjadi tanggung jawabnya.
Dengan kejadian yang menimpa Swift, Amaury terus menyalahkan Eva karena istrinya itu tidak mau membuang Egon di waktu itu. Jika tidak ada Egon, keluarganya akan baik-baik saja. Begitu pikir Amaury.
"Jika anak itu tidak di sini, Swift pasti masih hidup. Semua itu salahmu karena tidak mau menuruti kataku," Amaury masih marah soal dulu.
"Jangan terus menyalahkan Egon. Dia itu tidak melakukan apa-apa. Bukankah kau sudah dengar dari cerita anak-anak bahwa itu perbuatan pemburu?"
"Apa kau lebih berpihak pada Egon daripada pada putramu Swift?" tanya Amaury murka.
"Bukan begitu. Mereka semua adalah anakku. Apa yang terjadi pada Swift patut kita renungkan, bahkan aku juga masih berduka soal kematiannya. Tetapi tidak berarti kau bisa selalu meyalahkan Egon, suamiku."
"Terserah kau saja." Amaury begitu kecewa dengan istrinya lalu meninggalkannya.
...****************...
Di luar gua, Egon duduk termenung karena sedih. Ia melempar-lempar ranting kering dan menggigitinya. Sesekali pula ia melempar batu sampai jauh. Ia merasa kematian Swift tidak seharusnya terjadi jika mereka tidak bermain kejar-kejaran hingga begitu jauh dari rumah. Tanpa ia sadari, Eva sudah berdiri di belakangnya.
"Sedang apa kau di sini, Egon?" tanya Eva.
"Aah, ibu???" Egon terkejut.
"Apa kau bersedih soal Swift?"
"Iya. Aku masih sangat sedih. Waktu itu aku sudah berusaha sekencang mungkin mengejarnya. Tetapi, peluru dari senapan pemburu itu lebih cepat dari lariku. Walaupun aku sudah menyerang pemburu itu, aku tetap tidak bisa menyelamatkannya." murung.
Egon menangis dan memeluk Eva dengan erat. Ia tahu, ayahnya masih menyalahkan dirinya atas kematian saudaranya. Melihat putranya merasa begitu tertekan, ia mengusapkan kaki depannya ke kepala Egon.
"Jangan bersedih, anakku. Kematian Swift sudah semestinya terjadi. Semua itu adalah takdir dari Tuhan. Entah itu Swift, ibu, Alex, Bruno, Gill, Ferragus atau bahkan ayahmu, kita sebagai makhluk hidup tidak bisa melarikan diri dari semua kuasa Tuhan."
"Walaupun begitu, aku minta maaf, ibu. Karena aku tidak bisa menjaga Swift dengan baik," ucap Egon setelah menganggukkan kepalanya.
"Kau tidak perlu minta maaf, sayang. Semua itu bukan salahmu. Itu adalah hukum alam. Siapa yang kuat dialah yang berkuasa dan memenangkan segalanya. Dan kemarin, pemburu itulah yang menang atas kita semua."
Egon kembali mempererat pelukannya. Bahkan ia menenggelamkan kepalanya pada bulu-bulu halus ibunya. Dengan begitu, ia dapat menyembunyikan tangisannya tanpa harus takut diketahui siapapun. Bersama ibu serigala, ia merasakan ketenangan. Setiap ucapannya yang keluar saat mengiburnya, membuat Egon merasa tenang dan dikasihi olehnya. Hanya pada ibu serigala ia dapat mencurahkan kecemasan dan kesedihannya. Bahkan disaat ayahnya memusuhinya seperti saat ini.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments