Part 18

Pelajaran masih berlangsung di sekolah SMA Kebangsaan, Buk Dini menjelaskan pelajaran Matematika di depan. Semua orang mengantuk mendengar penjelasan buk Dini yang sama sekali tidak mereka pahami. Termasuk Rara yang sudah masuk sekolah, ia beberapa kali memejamkan mata dan tanpa disadari kepalanya jatuh menimpa pundak Reza.

Takkan pernah masuk pelajaran tersebut ke kepalanya jika yang sedang dipelajari adalah Matematika. Ia tak mengerti sama sekali. Lagi pula Rara masih dalam masa berkabung dan matanya masih bengkak habis menangis dan hal itu pula menjadi salah satu pemicu Rara tertidur.

"Pelajaran kita stop-kan sampai di sini dulu!!"

"Iya Bukk!!" Jawab mereka pura-pura tak ikhlas padahal nyatanya hati berbunga-bunga tak karuan.

"Rara Andira setelah ini kamu ke ruangan saya. Saya tunggu di sana secepatnya!!!"

Lantas semua murid mengalihkan pandangannya  ke Rara dengan tatapan heran, namun bentuk tatapan tersebut juga bermacam-macam. Rara mengabaikan mereka lalu mengangguk lemah ke arah ibu Dini.

"Ada apalagi ini Ra?" Tanya Reza heran sembari menyingkirkan buku Matematika ke samping.

"Nggak tau gue," jawab Rara singkat.

Adhan yang duduk di belakang mereka pun mendekat dan duduk di atas meja Rara dan Reza. Ia memandang Rara lamat kemudian mendengus setelah melihat luka Rara yang belum sembuh di kening perempuan tersebut.

"Gue turut berduka cita ya Ra atas kematian bokap lo." Rara mengangguk menerima ucapan tersebut. Ketika menyadari sesuatu Rara mengernyit dan mendelik ke arah keduanya. "Kalian berdua datang nggak sih waktu bokap gue meninggal?"

Reza dan Adhan seketika tergelak mendengar pertanyaan Rara. Sedangkan Rara menatap keduanya penuh tanda tanya, dia kan serius bertanya tetapi kenapa mereka malah menanggapinya dengan candaan?

"Kalian berdua kenapa ketawa gitu? Emang ada yang lucu dari pertanyaan gue?"

"Yaiyalah kita berdua pergi Ra. Kan kita best friendes lo, gimana sih. Lagian lo nggak bakal liat kita lah, kan lo asik sama Gabriel dan sampai ciuman pas hari hujan membuat yang para jomblo ikut kehujanan air mata ngeliat adegan kalian. Sudah kaya di drakor aja kalian ini."

Rara tersenyum malu mendengar ucapan Reza. Berarti mereka sudah melihat keintimannya dengan Gabriel. Wajah Rara memerah melihat keduanya saling bekerja sama untuk meledeknya. Rara tidak bisa bertahan lebih lama lagi di sini, ia harus pergi secepatnya. Tiba-tiba Rara teringat akan ucapan ibu Dini tadi.

"Gaes gue ke ruangan ibu Dini dulu ya. Kalau misalnya Gabriel nanyain gue ada di mana, bilang aja gue lagi di ruangan ibu Dini."

"Siap Ra!!"

Rara menghembuskan napas lega. Ia berjalan ke luar dengan pikiran bermacam-macam. Ada apa guru tersebut memanggilnya? Apa ada yang salah lagi? Perasaan Rara tidak ada melakukan kesalahan apa-apa.

Ia berhenti sebentar tidak melanjutkan jalannya ketika sampai di depan ruangan bu Dini. Tangannya ragu untuk mengetuk pintu itu. Ia berniat mengetuknya namun ia turunkan lagi. Rara menarik napas lalu memberanikan diri. Saat ia hendak mengetuknya suara dari dalam telah lebih dulu menyahut.

"Masuk."

Rara membuka pintu tersebut dan di sana sudah ada ibu Dini dan satu orang lelaki yang memunggunginya. Rara heran siapa lelaki itu. Ia tak peduli, Rara mendekat dan duduk di samping pria itu tanpa menoleh ke samping, dan sama dengan cowok itu ia tak menoleh ke samping, tetap lurus ke depan menatap ruangan hampa di sana, sepertinya dia pria yang tak acuh dengan lingkungan.

"Akhem. Gabriel ini dia murid yang akan kamu ajarkan Matematika. Nilainya selalu merah, Ibu harap kamu bisa membantunya."

Spontan keduanya saling menatap dan Sama-sama terkaget bukan main. Rara tak hentinya membulat melihat itu. Sedangkan Gabriel hanya sebentar terkejutnya, setelahnya ia tersenyum miring penuh arti.

"Kalau murid nya ini saya selalu siap buk."

"Bagus kalau begitu. Dan kalian belajar ya berdua, bimbing Rara dengan baik-baik. Saya pengen pulang dahulu karena anak saya di rumah sedang menangis."

"Baik buk."

Kemudian guru tersebut beranjak dari kursinya. Ia mengambil tas-nya yang tak jauh keberadaannya lalu melemparkan senyum ramah sebelum pergi. Ia berjalan menghampiri pintu, membukanya kemudian menutupnya.

Setelah kemudian Rara menatap aneh ke Gabriel. Jadi niat ibu Dini memanggilnya menyuruh dia untuk belajar Matematika tambahan seperti kemarin-kemarin, namun sekarang bedanya  bukan ibu Dini yang mengajarinya tapi lelaki tampan di depannya ini yang sudah tersenyum penuh arti kepadanya.

"Apa lihat-lihat? Dasar guru mesum. Matanya dijaga ya Pak?"

Gabriel tak mendengarkan apa yang dikatakan Rara. Dia malah menopang dagu di meja dan mengamati Rara tak menghiraukan Rara yang salah tingkah dibuat lelaki itu. Gabriel menyesal karena tadi ia sempat menolak ingin mengajari siswi perempuan yang akan dibimbingnya sebab ia hendak bertemu Rara dan makan berdua di kantin, tapi ketika melihat siapa muridnya membuat Gabriel berpikir dua kali. Jika memang jodoh tidak akan ke mana.

"Jangan formal seperti kita tidak saling mengenal saja. Jadi kamu murid yang bakal ku ajari? Murid nya cantik banget ya membuat saya tidak bisa mengalihkan pandangan."

"Ih Gabriel..." Rara mencubit pinggang Gabriel. Ia menutup wajahnya yang sudah menjadi kepiting rebus.

Gabriel terkekeh kemudian mencubit pipi Rara gemas. Ia menarik perempuan itu ke pangkuannya dan mendudukkannya di sana. Gabriel mengumpulkan rambut Rara yang terurai lalu disanggul. Ia memeluk perempuan tersebut dari belakang.

"Kamu ada bawa buku nggak sayang?"

"Nggak ada."

"Kok gitu?"

"Ibu-nya sih nggak bilang kalau Rara ke sini buat diajarin Matematika tambahan."

"Yasudah kalau gitu kita isi soal aja. Nih aku sudah buatkan soalnya, kamu tinggal isi aja."

Gabriel mengambil bukunya dan membuka halaman yang sudah ia buatkan soal. Dia juga menyobek kertas kosong untuk digunakan Rara sebagai bahan coretan.  

Ketika Gabriel menyodorkan soal tersebut ke Rara, Rara langsung ternganga melihat semua soal yang jumlahnya ada sepuluh soal itu. Rara tidak mengerti ketika melihat soal aneh-aneh tersebut. Kepalanya mendadak pusing.

"Terus Gabriel ngapain kalau Rara isi soal ini? Gabriel kan harus ajarin Rara?"

Gabriel menyeringai. "Salah satu aku cium sepuluh kali."

"What? Gabriel nggak ngajarin Rara?"

"Enggak lah, entar kalau aku ajarin yang ada kamu betul lagi. Dan aku nggak dapat cium kamu dong kalau gitu?"

  

Rara berusaha menahan sabar di dadanya. Ia terperangkap dalam jebakan lelaki itu. Dasar Gabriel menyebalkan, bisa-bisanya mencari kesempatan dalam kesempitan.

"Kamu ya!!! Nyebelin, nyebelin, nyebelin...."

Rara mengercutkan bibirnya. Ia berdoa di dalam hati semoga saja jawabannya betul semua. Yang ada jika dirinya salah semua bisa-bisa bibirnya bakal kebas dicium Gabriel sampai seratus kali. Membayangkan itu saja Rara sudah bergidik ngeri... 

Rara mulai mengerjakan soal-soal tersebut. Ia berusaha fokus namun, ia tidak bisa fokus sebab Gabriel yang berada di belakangnya terus menciumi tengkuknya yang terekspos. Bagaimana bisa ia konsentrasi? 

Cukup lama waktu berlalu hingga waktu yang ditetapkan Gabriel untuk Rara mengisi soal pun habis. Rara hanya bisa menahan air matanya dengan sedih karena tiga soal belum dia isi.

"Bagaimana ini?" Batin Rara meronta tidak tau apalagi yang harus ia lakukan agar terlepas dari hukuman aneh itu yang juga diberikan oleh pak guru yang sangat aneh, meski begitu ia tetap sayang. Rara mulai membayangkan Gabriel menciumnya sampai tiga puluh kali, tapi Rara berharap soal yang ia isi di atas benar jawabannya, walau Rara tetap khawatir juga karena ia mengisinya sembarangan.

Rara menyerahkan soal tersebut takut-takut ke Gabriel. Gabriel mengambilnya dengan smirk miring. Pria itu meneliti soal tersebut sedangkan Rara memikirkan bagaimana caranya ia bisa kabur dari laki-laki yang tak melepaskan dekapannya. Wajah Rara meringis ketika melihat nomor 1 disilang oleh leleki itu.

Dan Rara menahan napasnya saat melihat ia hanya betul 3 sedangkan selebihnya salah semua. Rara menginjak kaki Gabriel dan ketika laki-laki itu tak sengaja melepaskan dekapannya cepat Rara lari.

Gabriel tertawa melihat Rara yang takut dengan hukuman diberikannya. Betul kata Reza yang memberi info kepadanya jika seberani dan agresifnya Rara tetap dia memiliki kegugupan yang tak terhingga.

"Mau kemana kamu Ra!!!"

"Kayaaaa Gabriel!!!" Teriak Rara saat Gabriel meraih tangannya dan menyudutkannya ke rak buku yang terdapat di ruangan ibu Dini itu. Tangan Gabriel diletakkan di samping kepala Rara.

"Gabriel!"

"Mau ke mana kamu sayang?"

Gabriel mendekatkan wajahnya ke wajah Rara. Dan perempuan itu sudah pasrah apa yang bakal terjadi selanjutnya. Gabriel mencium bibirnya dalam dan ditengah ciuman mereka tiba-tiba buku yang tersusun dirak tersebut  jatuh dan menimpa kepala Gabriel.

"Auuu," keluh Gabriel seraya menggapai kepalanya yang terasa sakit.

"Ha ha ha... rasakan kamu. Karma nggak mau ngajarin orang. Ha ha ha."

Gabriel mendengus dan cemberut melihat Rara yang mengejeknya. Setelahnya mereka tertawa bersama dengan kejadian itu. Kecil namun sangat manis.

_______

Tbc

Bagaimana perasaan mu setelah membaca chapter ini?

(Maaf part ini absurd)

Jangan lupa like, comen, dan Vote.  Terima kasih.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!