Refleks Gabriel menjauh dan berdiri seperti orang tidak bersalah. Tatapan matanya sayu menyiratkan bahwa apa yang telah dilihat oleh Bagas tidak sesuai apa yang sedang dipikirkan oleh anak itu. Gabriel menghembuskan napas, ia kira siapa yang datang. Ternyata anak menyebalkan itu. Di dalam hati Gabriel terus mengumpat, ia tau adiknya pasti akan mengejeknya habis-habisan setelah ini.
Ketika merasakan ada pergerakan. Gabriel memandang ke samping dan menatap Rara yang sedang mengerjapkan matanya. Rara mengucek kedua belah kelopak matanya. Kemudian Rara membuka mata dan memandang sekitar dengan tatapan polos. Dahinya tampak tercetak kernyitan yang sangat dalam.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Rara merasa heran dengan tatapan kedua beradik tersebut saat melihatnya. Tatapan mereka menghunus tak seperti biasanya, Gabriel menatap seperti marah, lalu Bagas menatapnya seperti dia sedang tertangkap basah.
"Kak Rara nggak diapa-apakan sama Abang kan?" Tanya Bagas membuat Rara tersentak dan melirik Gabriel cepat.
"Gue nggak ngapa-ngapain lo kok lagi tidur. Tuh anak ngarang, lo tau kan sifatnya itu mirip banget sama kancil. Pembohong. Lo percaya sama dia sama aja lo nggak percaya sama gue," sangkal Gabriel cepat sebelum Rara berpikiran yang macam-macam.
Bagas berjalan semakin dekat. Lalu duduk di samping Rara, hingga memudahkan Rara untuk menatap Bagas.
"Jangan percaya sama Abang Gabriel. Jelas-jelas tadi Bagas liat dengan mata kepala sendiri Kak Gabriel pengen cium Kak Rara."
Mendengar penjelasan dari Bagas membuat Rara berpikir keras apa yang dimaksud ucapan Bagas. Beberapa detik kemudian ia tersadar sekaligus merasa senang ketika ia mengerti dengan ucapan Bagas.
"Bagas serius?" Tanya Rara tak mempedulikan Gabriel yang tengah melotot. Tentu hati Raya saat ini tengah berbunga-bunga. Siapa cobak yang tidak senang ketika orang yang kamu cintai tapi tak mencintai mu diam-diam ingin mencium mu, meskipun perbuatan tersebut kurang ngajar tapi tak memungkiri jika ada terselip kesenangan tersendiri, dan itu lah yang tengah dirasakan Rara.
Bagas menyeringai seraya memandang Gabriel dengan mengejek. Meski pun ia baru berumur 9 tahun tak membuat pikiran Bagas sama seperti anak berumuran seperti itu, ia sudah mengerti pemikiran orang dewasa dan malah otaknya melebihi orang dewasa, dah hal itu pula lah memicu Gabriel selalu membenci adiknya karena ia merasa tersaingi oleh adiknya sendiri baik dalam segi apa-pun seperti otak dan kasih sayang orang tua.
Sekarang Nisa ibunya tengah mengandung calon adiknya. Jika boleh jujur Gabriel tidak pernah mengharapkan memiliki adik, sebab bisa saja posisinya sebagai anak tersayang jatuh ke tangan adiknya. Selain itu, karena adik yang masih di dalam kandungan Nisa pula membuat Gabriel harus menikahi gadis bar-bar yang tak pernah masuk ke dalam kamus hidupnya. Memang sangat mengesalkan, lebih baik ia akan menjadi pria egois jika itu adalah jalan terakhir.
"Iya Bagas serius Kak."
"Lo percaya apa yang diucapkan adik gue? Sumpah demi apa pun gue nggak pernah mau mencium lo. Emang gue bodoh mau mencium gadis kayak lo? Eh Rara gue ini pintar nggak kayak lo, jadi gue pilih-pilih gadis seperti apa yang akan gue cium, yang tentunya bukan lo. Lagi pula siapa juga yang mau cium perempuan murahan yang tanpa malu mengejar-ngejar laki-laki. Sebagai perempuan lo itu harus dikejar bukan mengejar. Ngerti lo? Dan juga terserah lo mau percaya dengan apa yang gue ucapkan atau tidak, tapi apa yang diucapkan adik gue itu adalah salah besar!"
Setelahnya Gabriel pergi diiringi dengan kekesalan. Sedangkan Rara terdiam di tempatnya bak patung yang tak bisa melakukan apa-pun selain meratapi nasib. Rara mencengkeram dadanya sekuat tenaga. Apa salah ia mencintai Gabriel? Tolong seseorang jawab pertanyaannya.
Hati Rara remuk bagai dicabik ribuan belati, meski ia selalu menerima segala ejekan tapi tetap saja ia masih memiliki batasan. Ucapan Gabriel barusan benar-benar membuat Rara sakit hati. Ia mengira Gabriel akan menerimanya setelah cowok itu meminta maaf tempo hari dan mengajakanya jalan-jalan mengelilingi kota Jakarta.
Tanpa sadar air mata sudah merembes dari permukaan mata Rara menciptakan rasa iba bagi Bagas yang melihatnya. Anak itu salah tingkah di tempat. Ia bingung harus melakukan apa, Bagas mengakui jika ini salahnya, tapi Bagas tak tau jika akan seperti ini. Bagas juga tidak mengetahui kalau pemikirannya tak sesuai dengan kenyataan. Dia hanya mengatakan apa yang dilihatnya.
"Kak Rara maafkan Bagas. Bagas tau ini salah Bagas. Tapi Bagas memang melihat kalau Abang memang mau mencium Kak Rara. Lagian Kak Rara Abang itu baik sebenarnya. Cuman Abang itu baperan dan ditambahin gengsian sama kaya Papa. Bagas rasa sifat Abang Iel turun dari Papa. Terkadang Bagas juga heran kenapa Bunda bisa bertahan hidup sama laki-laki kaya Papa."
Ucapan Bagas tersebut menarik perhatian Rara. Ia mengusap air matanya lalu menatap Bagas antusias siap mendengarkan cerita dari Bagas tentang keluarganya yang bagi Bagas sangat menyebalkan.
"Bagas kamu bahagia hidup dengan keluarga mu?"
"Tentu. Walau terkadang mengesalkan juga, karena harus berebut kasih sayang dengan Abang. Abang itu aslinya pencemburuan, manja, selalu menyabalkan, suka ngikat Bagas juga di pohon mangga. Siapa juga yang enggak kesal diperlakukan sangat sadis sama saudara kandung sendiri. Abang itu sama kaya Papa, sadisnya minta ampun. Bagas pernah mendengar kalau Papa pernah jadi pisikopat."
Mata Rara terbelalak seperti bola matanya ingin keluar dari tempat. Tanpa ia sadari Rara membeo, "Pisikopat? Kamu serius Bagas. Emang nya kamu dari mana tau Papa mu seperti itu? Kak Rara lihat Om Arsen baik banget."
"Kata Bunda Papa itu pisikopat, mengerikan. Bunda tau Papa itu sadis kaya binatang, suka bunuh orang, nggak pernah belajar agama. Sekarang aja alim nya minta ampun karena gara-gara Bunda. Papa kan sekarang bucin sama Bunda. Bagas juga sumpahin kalau selamanya begitu, sebab Papa pernah jadi sumber penderitaan Bunda."
"Kamu kenapa ngomong gitu?"
"Enggak papa biar Kaka tau berapa kesalanya Bagas sama keluarga ini. Tapi Bagas bahagia di keluarga ini juga, Papa tidak pernah jahat seperti yang pernah orang-orang ceritakan. Papa itu baik seperti malaikat sebab selalu menolong Bagas dari Abang." Jelas Bagas panjang lebar sedikit membuat Rara paham dari mana sifat sadis Gabriel berasal. "Kak Rara mau tau satu fakta nggak yang bisa membuat Kaka Rara tertawa dan tidak mencintai Abang!"
Tiba-tiba jiwa penasaran Rara meronta sebab dilingkupi rasa penasarnnya.
"Emang apaan?"
"Abang itu suka banget sama stroberi sampai kamarnya aja pernah nuansa nya pink, kata Aunty Ibel juga Abang itu waktu kecil selalu pakai tas motif stroberi. Boneka di kamar Abang juga stroberi. Bagas juga heran dari mana asal sifat Abang yang seperti itu. Tapi sebenarnya Abang itu nggak kaya salju kok malah aslinya mirip banget sama kucing."
"Kamu serius?"
Bagas mengangguk mengiyakan. Ia menatap sekitar dengan pandangan seperti mencari sesuatu, merasa aman dengan sekitar Bagas menuntun kepala Rara untuk mendekat seperti hendak membisikkan sesuatu.
"Kak mau tau sesuatu nggak?" Rara mengangguk semangat, "Bunda pernah bilang kalau sifat Abang yang suka stroberi itu sebenarnya berasal dari Papa. Papa itu diam-diam sangat menyukai stroberi dan manja. Bunda bilang begitu." Setelahnya ia terkikik sendiri, "Bagas nggak pernah nyangka kalau di balik dua lelaki dingin dan misterius itu ternyata sebenarnya sangat manja. Dan satu lagi, Bagas yakin Abang akan bertekuk lutut suatu hari nanti. Cuman satu kuncinya, buat saja Abang itu mencintai Kak Rara. Jangan pernah menyerah karena itu membuat Abang jadi senang."
Rara mengangguk mematuhi petuah Bagas. Setelah mengetahui fakta yang mengejutkan tersebut pasti membuat Rara lebih percaya diri sebab pada dasarnya orang yang tak tersentuh itu sebenarnya memiliki hati yang mulia dan sifatnya tak pernah kita sangka.
Arsen yang diam-diam menguping pembicaraan mereka sedari tadi merasa sedikit malu karena sifat yang selalu ia rhasiakan selama ini telah terbongkar dan diceritakan kepada orang lain. Ia keluar dari persembunyiannya.
"Bagas berani sekali kamu membuka aib Papa di depan Kak Rara! Kamu sudah bosan hidup nak? Atau kamu sudah tidak takut lagi diikat di pohon mangga?"
Bagas yang posisinya membelakangi pintu pun dalam sekejap tersentak mendengar suara yang amat familiar di telinganya. Sedangkan Rara tertunduk merasa takut oleh tatapan Arsen yang mampu mengintimidasi lawan bicara. Sesungguhnya Rara tau saat ini dia berada di posisi gawat darurat.
Bagas berbalik dengan tampang tak bersalahnya. Anak itu menyengir sehingga tampaklah deretan gigi Bagas yang di tenga-tengahnya ada yang rumpang alias ompong.
"Eh Papa sudah lama berdiri di situ Pa? Kenapa ke sini? Cari Bagas ya? Bagas baik-baik aja kok Pa. Pa bentar deh Bagas kayanya pengen kencing Pa. Bagas ke toilet dulu ya?"
Bagas berjalan plin plan melewati Arsen yang tengah bersandar di daun pintu sambil memperhatikan gerak-gerik anaknya. Setelah berhasil melewati Arsen Bagas pun berlari kencang.
"Kyaaaa kaburrrr!!!" Ia lari terbirit-birit karena ketakutan akan diamuk Papanya. Hingga niat Bagas ingin berbohong mengenai ingin kencing pun menjadi kenyataan, bahkan sampai ia lari terkencing-kencing di tengah jalan hingga mengundang gelak tawa Arsen melihat anak bungsunya yang tengah ketakutan. Semantara Rara menatap kejadian itu tak berkedip.
Sepeninggalan Bagas, Arsen menatap Rara yang tengah terdiam dan menunduk karena tatapan Arsen selalu mampu membuat semua orang melemah.
"Saya harap kamu bisa menjadi menantu saya yang baik. Pesan saja jangan menyerah dan terus membuat ia mencintai kamu. Jangan khawatir karena sebentar lagi kalian akan menikah."
Rara yang masih larut dalam lamunan pun cepat mengangguk. Rara dapat bernapas lega setelah Arsen menjauh. Mulai dari sekarang Rara bertekat akan membuat Gabriel jatuh cinta kepadanya, ia pastikan Gabriel akan tunduk. Rara menyeringai karena tiga hari lagi mereka resmi menjadi suami istri, jadi niatnya ingin membuat laki-laki itu jatuh cinta lebih mudah terwujud.
______
TBC
Apa pendapat kalian dengan part ini?
Mohon like, komentar, dan vote jika berkenan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
taurus@
suka karakter rara yg g mudah putus asa
2022-06-12
0
Leny Marlina
bodoh banget Rara ngejar Gabriel
2021-05-12
3