Part 14

Bantu koreksi typo

.

.

.

.

Mata Rara tak berkutik dari pemandangan super duper mewah di depannya. Baru saja ia turun dari mobil langsung disuguhkan dengan akasitektur rumah yang begitu indah. Rara tak bergeming di tempat saking kagetnya melihat rumah kediaman keluarga Arsen.  Yah Rara tidak pernah datang ke rumah Gabriel. Gabriel tak pernah mengajaknya ke sini, lagi pula mereka berbaikan baru-baru saja.

Gabriel hanya memutar bola mata malas saat menatap Rara yang tersihir dengan rumahnya. Selalu saja begitu, pasti jika orang berkunjung ke rumahnya baik teman Nisa maupun Arsen pasti akan terperangah. Tak mempedulikan Rara, Gabriel berjalan menuju grasi mengeluarkan barang-barang Rara dari sana.

Rara dan Gabriel akan tinggal di rumah Arsen, lagi pula mereka berdua belum paham menjalani bahtera rumah tangga harus ada pembimbing. Karena Selvi menolak untuk membimbing mereka dan dengan tangan terbuka pula Nisa mengulurkan tangan untuk mereka, ia juga senang rumahnya ramai apalagi sebentar lagi akan lahir adiknya Gabriel.

Melihat Rara tak bergerak dari posisinya membuat Gabriel ingin tertawa. Ia mendekat lalu menepuk pundak Rara.

"Eh manusia makan hantu!!!" Latah Rara akibat terkejut dengan tepukan secara tiba-tiba di pundaknya. Ia menatap sang pelaku dengan sebal. "Gabriel, jangan gitu ih.... entar gimana kalau Rara jantungan kaya Papa?"

Gabriel terkekeh lalu mengacak rambut Rara yang sudah ditata rapi. "Selama kamu bersama aku, itu pasti nggak akan terjadi. Gabriel akan berusaha menjaga Rara."

Rara tampak malu-malu setelah mendapatkan sokongan dari Gabriel. Ia membuang muka untuk menutupi wajahnya yang sudah jadi kepiting rebus. Jadi begini rasanya diperhatikan sama pasangan? Dalam hati Rara berteriak kegirangan, tidak apa jika kemarin dirinya harus terbentur asalkan Gabriel yang dulunya dingin kini berubah drastis. Mimpi apakah ini?

"Gabriel kita masuk aja yuk," ajak Rara lalu mendapatkan anggukan dari Gabriel.

Mereka berdua masuk ke dalam istananya Arsen. Koper khusus baju Rara sudah masuk duluan dibawa oleh satpam. Baru saja pintu rumah dibuka, Rara semakin dibuat tercengang. Di dalam rumah tidak kalah indahnya dengan di pekarangan.

"Mimpi apa gue bisa tinggal di rumah mewah begini?" Batin Rara meronta bahagia.

Gabriel menarik tangan Rara menuju kamar mereka. Ia membuka pintu kamar tersebut lalu mempersilakan agar Rara masuk.

Rara tak henti-hentinya merapalakan kalimat kagum. Ia melihat ruangan kamar yang akan menjadi tempat tidurnya begitu luas berbeda dengan kamarnya dahulu. Ia berjalan menghampiri ranjang dan duduk di sana. Tangannya menekan-nekan kasur yang terasa empuk.

"Enak banget," gumam Rara mengagumi.

Gabriel sedari tadi sudah garuk-garuk kepala. Bukannya apa hanya saja ia belum biasa? Gabriel berasa mati rasa, ia belum siap menerima kenyataan namun ia harus siap. Satu hal membuat Gabriel bersyukur adalah beruntung ibunya melarang mereka melakukan hal yang biasa dilakukan suami istri. Ia tidak tau harus melakukan apa. Suasana terasa canggung, hening, dan sepi.

"Ra!"

"Hm."

"Kamu tidur di ranjang aja ya. Biar aku tidur di sofa," ungkap Gabriel seraya duduk di sofa yang terdapat di sana.

Roh Rara yang menganggumi kamar ini dalam sekejap langsung hilang. Ia memandang Gabriel lalu menampilkan raut sedih, jauh dari kata impiannya.

"Kenap nggak tidur bareng Rara aja?" Tanya Rara.

"Please Ra jangan minta lebih. Aku belum terbiasa dengan kehadiran kamu. Kita ini baru baikan dan kamu jangan buat semua ini rumit. Tidak mudah menerima kamu di dekat  ku. Semua butuh proses dan aku berusaha melakukan proses itu. Aku belum siap dekat dengan mu apalagi tidur di samping mu. Biarkan begini dan jangan bilang permasalahan ini ke Bunda dan Papa."

Rara menunduk paham. Lagi pula baru terhitung dua hari mereka berbaikan, Rara tidak mau membuat semua itu hancur dan kembali seperti semula, Gabriel menjauhinya.

"Iya Rara ngerti."

"Hm. Dan kalau lo mau mandi, kamar mandi ada di sana," tunjuk Gabriel pada kamar mandi yang terdapat di pojokkan.

Rara menoleh mengikuti arah tunjuk Gabriel. Ia mengangguk lalu mengambil handuk serta bajunya dan berjalan menuju ke kamar tersebut.

Ketika Rara sudah masuk ke dalam kamar tersebut, Gabriel mengeluarkan ponselnya. Wallpaper-nya masih sama, foto dirinya dan Cila waktu kecil. Salah satu penyebab Gabriel menerima Rara adalah karena pelampiasan sakit hatinya sebab Cilla telah memiliki pacar.

Tidak mungkin begitu mudah bagi Gabriel berpindah hati. Hatinya masih sama, hanya Cilla yang terukir di sana. Gabriel mungkin tidak bisa melupakan Cilla karena hanya perempuan itu satu-satunya mau berteman dengannya di saat Gabriel diejek orang dengan sebutan anak haram, mungkin luka itu juga masih ada hingga sampai sekarang Gabriel tidak percaya akan teman sejati termasuk Rara, Gabriel hanya percaya Cila.

Ia membuka kontak dan mencari nama Cilla. Ketika mendapatkan nomor tersebut, Gabriel pun tersenyum dan mengetikkan pesan di sana.

To: Cilla

Hay apa kabar!

Setelah pesan itu terkirim Gabriel berniat ingin meletakkan kembali ponselnya di atas nakas,  namun layar ponsel Gabriel kembali menyala. Gabriel cukup kaget karena Cilla membalas pesannya. 

From: Cilla

Baik kok. Kamu gimana? Kapan nikahannya?"

To:Cilla

Aku sudah nikah tadi. Maaf nggak ngundang kamu, lagian kamu pasti nggak bisa ke Indonesia.

From: Cilla

Serius? Ih.... Gabriel jahat banget sih kamu, aku ini sahabat kamu lho. Awas aja entar aku nikah juga nggak bakal undang kamu.

Sepanjang Rara berada di dalam kamar mandi, Gabriel terus mengirim pesan ke Cilla dan sesekali tertawa saat Cilla membuat lelucon.

Suara kamar mandi terdengar seperti dibuka. Cepat Gabriel mematikan handphonya dan berpura-pura sudah tidur. Sedangkan Rara yang telah berpakaian rapi hanya menghela napas saat melihat Gabriel sudah tertidur.

Ia berjalan menghampiri ranjang lalu mengambil selimut. Ia mendekat dan menyelimutkan selimut tebal itu ke tubuh Gabriel. Sebelum ke ranjang Rara menatap puas ke wajah Gabriel lalu meninggalkan dengan hati yang terpaksa.

"Rara tau Gabriel tidak akan semudah itu menerima Rara. Dan Rara juga bisa merasakan kalau Gabriel terpaksa melakukan itu semua. Tapi Rara akan berusaha merebut hati Gabriel dari orang yang dicintai Gabriel. Rara pasti bisa," kata Rara di detik-detik terakhir sebelum matanya tertutup dan pergi bersama mimpi-mimpi indah.

Merasa Rara sudah tertidur Gabriel memelekkan matanya. Ia menatap Rara yang terlelap lalu tersenyum miris.

"Gue heran Ra kenapa lo bisa cinta sama gue. Gue sudah banyak nyakitin lo Ra dari sejak kita baru masuk sekolah sampai sekarang. Bahkan di malam pertama kita gue masih sempat-sempatnya chat-an sama perempuan lain. Gue janji Ra bakal bahagiain lo, tapi sekarang gue belum bisa Ra," kata Gabriel dengan embel-embel lo gue saat berbicara sendiri. "Maafkan aku Ra," lirih Gabriel lalu menyusul Rara yang sudah dulu ke dunia mimpi.

_________

Fans Gabrie yang semuanya kebanyakan para wanita sudah siap menghadang Gabriel di depan gerbang. Segala teriakan berupa yel-yel menggema di depan sekolah itu. Spanduk-spanduk atas nama Gabriel diacungkan setinggi-tingginya saat sang pengamat kedatangan Gabriel mengatakan mobil lelaki itu sudah dekat.

Semua meneriakkan nama Gabriel ketika mobil itu masuk ke dalam pekarangan sekolah dan terparkir di tempat parkir jejeran mobil mahal. Para wanita semakin berteriak histeris ketika Gabriel keluar dengan setelan jaket dengan bahan jiens dan kacamata hitam bertengger di matanya. Ia berjalan mengelilingi mobil lalu membukakan pintu untuk Rara.

Semua orang terkejut bukan main saat melihat Rara dengan pakaian senada dan juga mengenakan kacamata hitam keluar dari dalam mobil Gabriel dengan angkuhnya. Ia menatap sekitar yang sudah dipenuhi oleh fans Gabriel kemudian mendengus tak suka.

Ia membuka kaca mata hitamnya dan meletakkan di dalam saku baju seragam SMA Kebangsaan dan Gabriel juga melakukan hal tersebut. Rara meraih tangan Gabriel dan mereka berjalan melewati para fans cowok itu dengan bergandengan tangan.

Semua orang melongok melihat peristiwa itu dan bahkan ada yang mengabadikan momen tersebut dengan kamera, baik guru-guru juga ikut melakukannya.

Ada yang terpesona dengan keserasian mereka dan ada pula yang tak suka karena orang yang mereka puja menggandeng tangan wanita lain.

"Kenapa Gabriel bisa datang dengan wanita itu sih?"

"Tau tuh. Kesenangan si Rara nya. Dasar wanita murahan."

"Paling pakai guna-guna murahan. Sakit hati kalau dia karena nggak bisa dapetin Gabriel dengan cara yang lebih baik, terpaksa datang ke dukun. Ha ha ha."

"Bener banget tu. Dasar wanita murahan!!!"

Gabriel menatap Rara yang diam saja saat semua orang menyuarakan menghinanya. Cowok itu berhenti lalu merangkul pundak Rara membuat Rara terkejut spontan menatap Gabriel. Gabriel tersenyum lalu mengedipkan matanya untuk Rara.

Rara menahan napas saking kagetnya atas perlakuan Gabriel. Cukup heran bagi Rara karena mereka terbilang baru berdamai tapi perubahan Gabriel terhadapnya sudah sejauh ini.

Mata bulat Gabriel menjelajah sekeliling tempat orang berkumpul. Ia menatap tajam satu per satu orang yang bersuara tersebut.

"Sekali lagi lo hina pacar gue. Habis nasib kalian di tangan gue. Ngerti kalian!!" Teriak Gabriel memberi peringatan kepada semuanya.

Tampak dari kejauhan satu orang siswi yang tidak terima. Ia maju dan melemparkan spanduk yang terdapat gambar Gabriel ke depan tepat di hadapan Gabriel. Namanya Andin dan ia sengaja melakukan hal tersebut sebagai ungkapan tidak terimanya.

Gabriel menaikkan satu alisnya heran.

"Lo itu sadar nggak sih Gabriel kalau lo diguna-guna sama dia. Biasanya aja lo selalu nolak dia, dan sekarang lo pelukan sama dia di depan kami. Jelas dong perubahan drastis lo jadi tanda tanya!!"

"Siapa nama lo?!"

"Andin."

"Hey Andin sekali lagi lo ngomong seperti barusan mulut lo benar-benar gue jahit dengan jarum besar."

Andin tercekat mendengar ancaman yang dikemukakan oleh Gabriel. Ia memilih mundur ketimbang Gabriel benar-benar melakukan itu padanya, ia tau apa yang diucapkan Gabriel serius.

Rara tersenyum melihat Gabriel membelanya. Mereka pergi begitu saja menjauh dari semua orang yang terdiam ketakutan karena ancaman Gabriel.

Mata Andin tak henti mendelik ke arah Rara. Tangannya di bawah sana menggenggam. Mulutnya sudah terbentuk geram.

"Awas lo Rara."

Gabriel mengantarkan Rara terlebih dahulu ke kelas IPS. Ia mencium kepala Rara sebelum pergi dan Rara mencium punggung tangan Gabriel, dan keduanya pun berpisah.

"Belajar yang bener. Biar aku bangga."

"Iya, iya," cemberut Rara lalu memeluk Gabriel tak mempedulikan tatapan tajam dari para fans Gabriel yang sekelas dengannya.

"Ya sudah kalau gitu aku ke kelas duluan."

Gabriel pergi dan Rara melambaikan tangannya sebagai tanda perpisahan mereka. Ketika Gabriel sudah jauh Rara berteriak kegirangan dan bahkan sampai melompat-lompat. Ia menangkup pipinya sedang bersemu merah.

"Eleh lebay banget sih. Hasil guna-guna gitu aja bangga, kalau gue mah nggak bangga lalu."

"Sama gue juga nggak bangga. Liat deh temannya Rara itu semua cogan. Pantas saja mereka bisa dekat dengan Rara, ternyata pakai dukun. Ha ha ha ha."

Tawa mereka pecah. Rara diam tak menanggapi orang tersebut. Namun semakin ia mendiami malah mereka semakin menjadi. Rara tak tinggal diam, ia menatap mereka yang cuman berani di mulut itu dengan nyalang.

"Bilang aja kalian sirik, iya kan?"

"Sirik? Sam lo? Sorry lah say, nggak level kita."

"DIAM KALIAN!!!"

Rara mencoba menstabilakn emosinya. Ia mencoba duduk dan menenangkan diri. Rara beberapa kali melakukan tarik napas lalu mengeluarkannya pelan. Cara itu mulai berhasil dan dirinya mulai bisa tenang.

"Sabar Ra. Orang kaya gitu nggak perlu ditanggapi," Rara memperingati diri sendiri, tak hentinya kalimat sabar ia lontarkan kepada dirinya guna menenangkan hati yang mulai berkecemuk apalagi batas kesabaran Rara semakin hari semakin berkurang.

Rara menatap ke jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya lalu menghembuskan napas saat mengetahui sebentar lagi upacara.

Rara yang asik dengan dirinya sendiri pun tak menyadari Andin bersama para geng fans Gabriel mendatangi kelasnya secara berombongan. Andin sebagai pimpinan mendekati Rara lalu tanpa peringatan ia langsung menampar pipi Rara keras.

Plakkk

Rara langsung kaget saat mendapatkan serangan tiba-tiba. Dengan tangan ia memegang pipinya yang memerah, Rara mendongak dan mendengus tak suka.

"Lo pakai santet siapa hah jal**g?"

Rara mengeram marah, emosi sudah sampai ke ubun-ubun. Tangannya terkepal lantas menggerebek meja kuat hingga kulit tangannya berubah warna, merah.

"Eh Andin jangan asal fitnah lo!! Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan!!"

"Emang iya kan lo itu pakai santet? Kayaknya nyokap lo nyesal ngelahirin anak jal**g kaya lo!!"

"Ban**at lo!!!"

"Dan lo bacot!!!"

Plakkk

Rara membalas menampar Andin sehingga pipi Andin memerah dan sedikit terluka. Andin yang tidak terima pun menggeram lalu menjambak rambut Rara kuat.

"Akhhh..." Rara memekik keras sebab kepalanya yang terbentur beberapa hari lalu belumlah sembuh total.

Bekas luka di sana kembali mengeluarkan darah. Rara tidak tahan dengan rasa sakit ini maka ia pun memelintir tangan Andin yang menjambak tangannya ke belakang.

Semua orang bersorak sorai melihat kejadian itu. Tidak ada sama sekali pun yang ingin melaporkan kejadian tersebut ke guru pasalnya mereka ingin melihat Rara terluka.

Andin merasakan sakit di tangannya pun terpaksa mengeluarkan karate yang dia punya. Andin juga bisa bela diri seperti Rara. Andin menendang kaki Rara hingga Rara refleks melepaskan pelintiran tangan Andin, lalu memegang tulang keringnya yang terasa sakit.

Rara tidak terima, ia mengambil rambut Andin lalu menariknya kuat kemudian menjatuhkan Andin ke sembarang arah alhasil perut Andin membentur sudut meja cukup kuat. Tidak sampai di situ, Rara mendekat dan memukul wajah Andin dengan tinjunya hingga hidung Andin mengeluarkan darah. Tidak mau kalah Andin pun mendorong tubuh Rara membabi buta hingga kepala Rara menghantam meja cukup keras dan luka yang mulai membaik di kepala itu semakin mengalirkan darah segar meski begitu Andin tak berhenti. Ia menjambak rambut Rara yang lemah sampai kepala Rara mendongak kasar ke atas.

"Tinggalin Gabriel atau lo gue bunuh sekarang juga."

Rara tak merespon, ia merasa pertahanan tubuhnya kurang. Hingga suara yang sangat ia kenali menghampiri Rara dan mendorong Andin ke samping.

"Ra lo nggak papa?" Gabriel memangku Rara dan menatap keadaan Rara yang acak-acakkan, baju putih Rara penuh dengan darah, telapak tangannya juga, akibat bekas memegang kepalanya yang berdarah.

Rara memegang pipi Gabriel sebelum memejamkan mata dan tangan tersebut tiba-tiba jatuh seperti tak bernyawa.

"RARA!!!" Teriak Gabriel lalu berbalik menatap ke arah Andin. "LO ANDIN PERSIAPAKN DIRI LO BUAT DIKELUARKAN DARI SINI DAN MENDEKAM DI PENJARA!!!"

_______

TBC

Bagaiman pendapat kalian dengan part ini?

Info: Nggak bakal ada alur tentang pelakor.

Ciehh penasaran Rara kenapa!!!. Kaburrr

Mohon dukungannya dengan cara like, komen, dan Vote. Terima kasih.

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

KLO RARA GK LGI KONDISI TRLUKA, HABIS TU ANDIN

2023-01-15

0

Diana Jorenifil

Diana Jorenifil

mulai seru nih...gemuuusss ikhh...🤭😁

2021-07-22

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!