Part 17

Gabriel membuka pintu kamar dan masuk dengan tangan terdapat mangkuk yang berisi air serta kain untuk mengompres Rara yang suhu badannya naik drastis dari biasanya. Ia berjalan menghampiri Rara lalu duduk di sisi ranjang.

Gabriel menarik selimut sampai ke leher Rara sebab dari tadi ia melihat Rara terus menggigil kedinginan. Rara sakit karena keseringan menangis dan juga akibat hujan kemarin, padahal saat itu kondisi tubuh Rara benar-benar belum sembuh total.

Gabriel meletakkan mangkuk tersebut ke atas nakas kemudian berbalik lagi menghadap Rara yang tengah terlelap nyaman. Ia mengangkat kepala perempuan itu dan diletakkan di atas pangkuannya. Gabriel mengambil rambut Rara yang menutupi sebagian wajahnya dan diselipkan ke belakang telinga.

Gabriel terdiam melihat wajah Rara yang damai. Rara terlihat sangat imut dan aura kecantikannya menambah ketika ia sedang tertidur. Entah mulai kapan dada Gabriel jika dekat dengan Rara selalu mengeluarkan bunyi detakkan yang bergemuruh. Namun itu sepertinya sudah sejak lama dan mungkin sebelum menikah, Gabriel tak masalah malah ia menyunggingkan senyum setiap merasakan itu.

"Kamu cantik Ra," ujar Gabriel seraya membelai wajah Rara.

Gabriel mengambil mangkuk tadi dan mencelupkan kain ke dalam air tersebut kemudian kain itu diperas dan diletakkan ke kening Rara. Demam Rara sedikit berkurang ketimbang hari-hari sebelumnya. Ketika Gabriel hendak meletakkan Rara ke bantal, tangannya dicekal kuat, Rara mencengkeram pergelangan tangannya. Gabriel panik ketika melihat kepala Rara di pangkuannya terus bergerak resah ke kanan dan ke kiri. Keringat merembes bagai Rara habis disiram air seember.

"Ra bangun Ra, oi Rara bangun..." Gabriel menepuk-nepuk pipi kenyal Rara namun Rara tak kunjung bangun. 

Lima kali tepukan di pipi Rara baru perempuan itu tersadar dan kemudian menangis. Ia mengangkat pandangannya dan netra-nya bertemu langsung dengan bola mata biru lautan yang menenangkan membuat Rara sedikit dapat menghembuskan napas lega.

"Ra kamu kenapa?"

Rara menggeleng sebagai jawaban. Ia memandang kosong ke arah lampu yang remang-remang. Ia teringat akan pertemuannya dengan William di dalam mimpi tadi, William mengucapkan kata terakhir selamat tinggal dan berpesan ke Rara agar ia tetap berada di sisi Gabriel dan menjalankan hari-harinya dengan lelaki itu dan bahagia.

Rara terisak kemudian memiringkan posisnya menghadap perut Gabriel. Ia memeluk perut cowok itu dan menghirup aroma Gabriel dengan dalam. Tangannya melingkar di tubuh Gabriel, sedangkan tangan Gabriel setia mengusap surai perempuan tersebut hingga Rara tak mengeluarkan isakkanya.

"Kalau kamu nggak bisa cerita ke aku, aku nggak papa Ra. Aku tau kamu butuh buat sendiri dan men----"

"Rara tadi ke temu papa di dalam mimpi. Papa pergi gitu aja ninggalin Rara. Kan padahal Rara sayang sama papa, tapi kenapa papa ninggalin Rara?" Potong Rara sebelum Gabriel meneruskan ucapannya.

Gabriel tersenyum melihat tubuh Rara yang meringkuk seperti janin. Ia menunduk dan mencium kepala Rara dengan lembut.

"Jangan mikir begitu. Justru papa mu sayang dengan mu, makanya ia meninggal kan mu. Kalau papa tidak sayang dengan mu Ra, mungkin papa sudah membiarkan mu kehabisan darah dan meninggal," nasihat Gabriel penuh perhatian memberikan Rara pengertian agar wanita itu tidak terus berpikir yang negatif.

"Biarkan aja Rara yang meninggal dari pada papa donorkan darah buat Rara sedangkan papa lagi sakit dan diambil darahnya kondisi papa semakin melemah." 

"Ra jangan begitu."

Rara menarik napas kemudian memandang Gabriel sengit. Tatapannya seolah mengibarkan bendera peperangan  dengan pria itu. Ia tidak suka keinginannya dihalang-halangi dan pendapatnya tak disetujui.

"Gabriel itu nggak ngerti perasaan Rara. Gabriel cuman tau nasihatin Rara tapi Gabriel tidak bisa merasakan berada di posisi Rara. Gabriel Rara sakit. Semua orang hanya ikut sedih tapi tidak pernah mengerti... kalian bilang ikhlaskan, bagi Rara mengikhlaskan bukanlah suatu hal yang mudah, sulit bagi Rara. Nggak kaya kalian yang bisanya ngomong doang tapi nggak ngerasaiin." Rara mencurahkan semua isi hatinya kepada cowok itu. Ia sebal dengan semua orang yang terus mengatakan kepadanya untuk mengikhlaskan, emang gampang apa mengikhlaskan?

Gabriel menangkup pipi Rara dan mendekatkan wajahnya. Ia memandang dalam manik Rara lalu tersenyum.

"Dan jika kamu yang pergi lantas apa bedanya aku dengan mu saat ini. Meski kamu yang pergi maka aku lah saat ini yang menempati posisi mu. Aku sedih Ra kamu pergi. Papa mu pergi itu sudah takdir. Ada yang lebih sedih dari kamu, Mama, dan papa mu yang berada di sana yang harus ikhlas meninggalkan semua orang yang dia sayang serta seisi dunia ini. Dan kamu cuman ditinggalkan papa seorang tidak dengan orang lain. Papa mu lah yang paling sedih Ra! Kamu pikir kehidupan di sana enak? Belum tentu Ra! Apalagi kamu tidak bisa mengikhlaskan maka papa mu yang tersiksa di sana bukan kamu!"

Rara menangis tidak mengerti perasaannya sendiri. Ia tidak bisa berpikir untuk saat ini, otaknya buntu. Perasaannya campur aduk tak tentu mau dibawa ke mana. Semuanya bagikan mimpi namun nyata dirasa. Kenapa harus begini? Seketika wajah Rara memerah dan tangannya mengepal kuat.

"Ini semua gara-gara Andin sialan. Andai dia tidak berantem dengan Rara mungkin papa nggak meninggal sekarang. Dasar wanita jahanam, seharusnya dia yang mati...."

Rara bangkit dari baringnya. Ia hendak turun dari ranjang dan membalas semuanya ke Andin. Tapi Gabriel memeluk Rara dari belakang dan menggelengkan kepala agar Rara jangan melakukan itu.

"Ra jangan hakimi Andin saat ini, biarkan dia mendapatkan balasannya dari Allah dan para polisi yang lebih berhak. Andin sudah dipenjarakan Ra. Kalau kamu ingin menyalahkan, salahkan saja aku, sebab karena aku lah Andin melakukan itu ke kamu."

Rara terdiam dan tidak melanjutkan keinginannya. Jika diundurkan ke belakang maka yang salah adalah dirinya, karena dirinya yang kekeh mendekati Gabriel. Rara terdiam dan tersenyum masam, memang dia penyebab meninggalnya William.

Gabriel membalikkan tubuh Rara lalu mengambil kain yang sudah jatuh dari kening Rara itu dan diletakkan di dalam mangkuk. Ia meletakkan kedua tangannya di pundak Rara lalu mereka berpandangan dengan durasi waktu cukup lama.

"Ra boleh aku minta sesuatu?"

"Hm."

"Aku ingin kamu jadikan alasan kamu untuk terus hidup Ra," ungkap Gabriel seraya membuka perban di kepala Rara dan ia tersenyum melihat kepala Rara mulai membaik.

"Kenapa harus Gabriel yang Rara jadikan untuk alasan Rara tetap hidup? Gabriel kan nggak cinta sama Rara?" Rara membuang wajahnya dari Gabriel lalu tersenyum miris.

Gabriel tak menjawab ia tersenyum melihat kecemberutan wajah Rara. Gabriel menikmati wajah itu yang tersenyum masam. Gabriel terus mengamati hingga ia puas. Ketika mendapatkan tatapan heran dari Rara barulah Gabriel merespon ucapan itu. Tapi tidak dengan ucapan melainkan dengan ciuman dalam.

Gabriel melapaskannya dan menatap mata Rara yang tampak kaget. Ia hendak mencium Rara lagi tapi Rara cepat menutup bibirnya menggunakan tangan alhasil Gabriel hanya mencium tangan Rara. Dia terkekeh dan tersenyum geli.

"Kenapa ditutup?"

"Nggak mau. Bibir Rara sakit dicium mulu." Kata Rara disertai wajahnya yang memerah. "Emm untuk pertanyaan Rara yang tadi apa jawabannya?"

"Kalau kamu penginnya yang mana?"

"Gabriel cinta sama Rara!" Jawab Rara malu-malu tapi mau.

"Kalau gitu itu jawaban ku."

"Maksudnya?"

"Yah aku cinta sama kamu Rara. Aku nggak bisa nahan jantung aku setiap kali dekat dengan mu. Aku mencintai mu, I love you, je t'aime, saranghaeyo. Pakai bahasa apa lagi supaya kamu ngerti  kalau aku sayang sama kamu?"

Rara tak menjawab, ia malah menangis meraung-raung mendengar pernyataan Gabriel yang membuatnya tak kuasa menahan air mata. Ia tak menyangka orang yang tidak ingin kehadirannya ada di sampingnya, kini menyatakan cinta tepat di depannya. Ada apa dengan semua ini?

"Ga-Gabriel serius, hiks-hiks."

"Ha'em."

"Huaaaa..." Rara memeluk Gabriel seperti tak ingin melepaskannya dan Gabriel pula membalasnya dengan usapan halus di belakang Rara. 

"Terima kasih."

"Sama-sama."

"Jadi sekarang kita pacaran?"

"Ya pacaran setelah menikah."

"Ha ha ha."

______

Tbc

Bagaimana perasaan mu setelah membaca chapter ini?

Jangan lupa like, comen, dan Vote. Terima kasih.

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

AKU JUGA PERNAH MNGALAMI SEPERTI YG LO ALAMI RA, MLH LBH MNYEDIHKN, AKU BLM SEMPAT BRRBUAT BAIK KE ABI KU, BLM SMPT MMNTA MAAF KE BLIAU.. DN BELIAU KBURU MNINGGAL..

2023-01-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!