Part 13

"Saya nikahkan dan kawinkan engkau Gabriel Wijaya Altas bin Arsen Wijaya Altas  dengan anak saya Rara Andira binti William Wirawan dengan mas kawin seperangkat alat sholat, tunai."

"Saya terima nikah dan kawinnya, Rara Andira binti William Wirawan dengan mas kawin tersebut, tunai."

"Bagaimana saksi, sah?"

"SAHHHH." Teriak orang bersamaan dengan kencang saat sang penghulu menanyakan ke mereka.

Setelah dinyatakan sah semua orang berdoa dengan dipimpin oleh bapak penghulu. Kedua belah pihak keluarga menampilkan senyum bahagia yang begitu lebar. William dari dalam diamnya ia menangis, putri kesayangan yang selalu minta digendong dahulu kini telah memiliki pendamping di sampingnya, pendamping yang halal dalam ikatan yang sah.

Rara mencium punggung tangan Gabriel, kemudian Gabriel balas dengan mengecup kening Rara. Sempat bertatapan dan tersenyum, sebelum akhirnya menoleh ke arah tamu.

Rara begitu bahagia hari ini, orang yang selalu ia sebut namanya di dalam doa ternyata telah menjadi suaminya. Sedikit bibir Rara tersungging, ternyata ini rencana Tuhan yang tak dapat ditebak. Rara terus mengejar Gabriel agar menjadi pacarnya, Namun Gabriel tidak pernah merespon dirinya hingga sampai-sampai Rara lelah dan menyerah, tetapi di balik semua itu Allah sudah menyiapkan semuanya yang lebih baik dan halal dan tidak berdosa jika mereka melakukan lebih, yaitu pernikahan.

Lain dengan Gabriel, meski hari ini adalah hari sakral seumur hidupnya, Gabriel memaksakan untuk tersenyum. Semua itu dilakukan agar orang mengetahui jika ia bahagia dengan pernikahan ini walau hati berkata sebaliknya. Semenjak hari itu saat Cilla menelponnya, Gabriel tidak pernah menghubungi Cilla lagi. Sakit jika mendengar suara perempuan itu. Mungkin Cilla tidak tau hari ini adalah hari pernikahan Gabriel dengan Rara.

"Gabriel teman kamu nggak ada yang datang ya?" Tanya Rara seraya memindai sekitar. Keduanya telah duduk di pelaminan.

Pelaksanaan pernikahan pada hari ini adalah hari Minggu. Sengaja dilakukan sebab hari ini adalah hari libur keduanya. Tak banyak yang datang, hanya orang-orang penting saja serta kerabat. Mereka merencanakan jika pernikahan ini dirahasiakan, biar orang terdekat mereka yang mengetahui. Arsen notabenya orang cukup disegani dan berkuasa telah membungkam mulut kepala sekolah agar mau bekerja sama merahasiakan pernikahan tersebut.

"Gue nggak punya teman."

Refleks Rara langsung memandang Gabriel. Rara tidak percaya kalau Gabriel tak memiliki satu pun teman, bagaimana bisa hidup tanpa teman. Jadi selama ini dia menyendiri? Itulah saat ini sedang dipikirkan Rara. Ia saja tak menghubungi Reza atau Adhan selama sehari tidak bisa.

"Gabriel kenapa nggak punya teman?"

"Sudah Ra diam. Lo nggak mau kan hari pernikahan kita hancur?" Rara mengangguk, "Kalau gitu lo dim. Semua orang itu munafik dekat cuman ada maunya, lo nggak tau Ra, sewaktu gue kecil tidak ada satu pun orang yang mau temenan sama gue. Mereka mendekat karena mereka tau gue anak orang kaya."

"Termasuk Rara?"

Gabriel menoleh lalu menghela napas, "Kita lihatkan saja. Apa elo termasuk juga."

Rara sedih Gabriel tidak mempercayainya. Tapi cukup aneh juga sih kenapa orang tidak mau memiliki teman seperti Gabriel yang tampan, pintar, dan baik. Pantas Rara tidak pernah melihat satu pun orang yang berteman dengan Gabriel. Padahal sebenarnya banyak orang yang mau berteman sama cowok itu, cuman Gabriel berusaha menjauh, apa mungkin Gabriel pernah memiliki masa lalu yang suram?

Cukup lama mereka larut dalam keterdiaman. Sebuah suara yang ada di depan mereka membuat kedua orang yang tengah kalut dalam pikiran masing-masing tersadar. Rara memandang siapa yang datang lalu mendengus sebal, siapa lagi kalau bukan Reza dan Adhan. Mereka berdua sengaja diundang oleh Rara sebab bagaimana pun Reza dan Adhan adalah sahabatnya,  orang yang selalu menemani Rara selama ini.

"Cieh sahabat kita satu ini sudah jadi emak-emak. Iya nggak Za?" Tanya Adhan terlihat menggoda Rara, kedua alisnya sengaja dinaik turunkan.

"Iya. Nggak usah lam-lama kita berdiri di sini Dhan. Yang jomblo bisa apa coba? Gigit jari daong liat doi jadi pengantin."

"Sedih banget ya nasib kita. Jangankan punya pacar, yang mau dengan kita aja nggak ada."

"Ha ha ha."

Gabriel mendengar percakapan mereka hanya mendengus malas. Ia muak dengan percandaan apalagi orang yang berada di depannya terlihat berpakaian bar-bar. Ia tidak suka itu.

Rara paham jika Gabriel sedang bosan dengan drama yang ditampilkan kedua sahabatnya itu. Ia mempelototi Reza dan Adhan agar berhenti dan menjauh. Tapi malah kedua orang yang tak peka itu semakin menjadi.

"Kalian kalau mau curhat jangan di sini."

Adhan menatap Rara sekilas sambil menyengir tak bersalah. Ia dan Reza berhenti bercerita lalu menyalami kedua sejoli itu.

"Foto dulu lah. Biar jadi kenang-kenangan," ungkap Reza seraya mengeluarkan ponselnya. Ia mengaktifkan kamera lalu bergaya bersama Adhan, Rara. Tapi tidak dengan Gabriel, lelaki itu hanya memasang muka datar.

"Sudah selesai. Selamat ya Ra, semoga samawa. Entar jangan lupa buatkan gue ponakan yang lucu dan banyak," celetuk Adhan membuat pipi Rara bersemu merah.

"Elo juga Gabriel istri jangan didiamin. Muka datar mulu telanggar tembok baru tau. Gue berdua titip Rara sama lo. Kalau sampai kenapa-napa dengan Rara. Elo orang pertama gue jadikan adonan," peringat Reza seraya menatap tajam mata Gabriel. Walau ia sebenarnya takut juga ketika menatap langsung mata elang yang menghunus itu.

"Hmmm...." jawab Gabriel seadanya.

"Dingin amat. Apa jangan-jangan bener lagi kalau Gabriel itu salah satu mahluk yang tinggal di salju."

"Kalau kalian lam-lama di sini buat ngobrol mending pergi," marah Gabriel kepada Adhan dan Reza.

Reza dan Adhan melihat jurus andalan Gabriel keluar kompak menelan ludah. Tanpa memandang lagi keduanya langsung lari dari hadapan Rara dan Gabriel.

"Gabriel kenapa marah sama mereka?"

Gabriel menatap Rara hangat lalu menggeleng. Ia mengusap kepala Rara menenangkan wanita tersebut karena ia telah membentak sahabatnya.

"Gue nggak maksud apa-apa kok. Berisik aja dengar mereka berdua terus mengoceh. Lo jangan salah paham sama gue."

Mereka saling tersenyum berusaha mengerti sifat masing-masing. Rara tau Gabriel tidak terlalu akrab dengan orang baru, terutama sahabatnya. Setahunya Reza dan Adhan tidak pernah berusaha mendekati Gabriel tapi malah justru sering meledek lelaki itu, mungkin karena hal tersebut Gabriel tidak suka dengan mereka. 

Pernikahan hari ini dijalankan dengan sederhana namun tak mengurangi kemerihannya. Banyak orang yang menyalami tangan mereka sekaligus mendoakan. Kebanyakan tamu yang hadir hari ini adalah rekan bisnis Arsen dan William.

Rara tersenyum saat melihat orang selanjutnya yang ingin menyalami tangannya. Selvi dengan senyum lebar bersama William menghampiri mereka. Ia menuntun suaminya yang di kursi roda untuk menyapa anaknya yang sudah resmi menjadi milik orang lain. Otomatis lepas tanggung jawab mereka dan digantikan oleh Gabriel selaku sang suami.

"Selamat ya nak. Semoga kamu bahagia dengan pernikahan ini. Jangan bandel-bandel lagi seperti saat bersama Mama, ingat kamu itu sudah bersuami." Selvi menasihati sang putri.

"Siap komandan," kata Rara sembari hormat bendera. Rara sengaja melakukan itu agar ayahnya yang diam dan menatapnya haru dapat tertawa. Rara tidak mau ada kesedihan di hari bahagia ini.

Usaha yang dijalankan Rara berakhir sempurna. William terkekeh mendengar lelucon sang anak. Pun Gabriel yang menatapnya dari samping ikut tersenyum melihat usaha Rara membuat orang tuanya agar tertawa lepas.

"Kamu ini bisa aja nak," kata Selvi sembari memeluk Rara kemudian beralih memeluk Gabriel.

Tiba giliran William. Lelaki paru baya itu memeluk anaknya dalam. Putri kecilnya yang dulu, kini berada di dalam pelukannya di atas pelaminan. Rara tidak lagi menjadi anak gadis yang selalu menangis saat kehilangan mainan, namun anaknya justru menjadi wanita kuat dan siap menjadi seorang ibu.

"Rara jadilah wanita yang berbakti kepada suami. Dengan begitu kamu cukup membuat Papa bahagia. Tidak perlu kamu bertingkah lucu agar Papa tampak bahagia. Menjadi orang yang berguna bagi orang lain sudah membuat Papa sangat senang."

"Pa, terimakasih." Rara tersenyum di dalam pelukan sang ayah. Setetes air mata jatuh membanjiri wajah berseri itu. Ia bangga punya ayah seperti papanya. Rasanya Rara tidak rela jika William mendapatkan penyakit parah dari Tuhan, papanya orang baik tidak seharusnya mendapatkan balasan seperti ini.

Setelah usai memeluk sang anak, William beralih ke Gabriel dan menatap lelaki itu penuh harap. Hanya Gabriel lah hidup anaknya. Dia ingin Gabriel bisa membahagiakan Rara dan membuat Rara lebih bahagia dari saat bersamanya.

Gabriel lebih dulu memeluk William yang sudah resmi menjadi papa mertuanya beberapa jam lalu. Kemudian ia melepaskan pelukan itu dan menatap William dengan senyuman meyakinkan jika Rara bahagia bersamanya walau sebenarnya ia belum bisa menjamin itu.

"Gabriel apakah kamu bisa berjanji untuk membahagiakan anak saya?" Gabriel mengangguk, "Saya minta kamu jaga dia sebaik mungkin, jangan pernah sakiti hatinya. Dan terpenting jika Papa sudah tidak ada di bumi ini, Papa minta kamu jangan pernah mempoligami anak saya. Cukup Rara yang menjadi pendamping mu. Papa juga berharap banyak dengan kamu supaya bisa membantu Rara belajar dan membuat nilainya naik. Papa tau nilai raport anak itu hancur dan hampir semuanya merah. Mungkin Papa rasa bisa saja dia mengulang lagi setahun."

Rara cemberut mendengar ucapan sang ayah. Apalagi lirikan mata itu ke arahnya, benar-benar seperti sedang mengejek. Papanya memang sering menyinggung masalah nilai raport nya yang selalu merah dan di bawah KKM, sebab dia sebagai pewaris tunggal kekayaan Papanya, termasuk perusahaan besar yang sedang bekerja sama dengan perusahaan Arsen.

"Idih Papa kenapa dibahas sih? Kan Rara jadi malu."

Gabriel melihat Rara yang tampak merajuk pun memeluknya dari samping menenangkan gadis mungil itu.

"Jangan dibawa ke hati. Papa lo cuman bercanda. Gue akan berusaha buat nilai lo baik lagi, seperti janji gue untuk berusaha mencintai lo."

"Akhem, akhem, akhem," William berdahem membuat keduanya yang tak peduli sekitar tiba-tiba tersadar dan menunduk malu. "Gabriel bisa kah kamu berbicara dengan Rara berhenti menggunakan embel-embel 'lo gue' Papa tidak menyukai kamu memanggil anak saya dengan begitu. Kalian ini sudah menikah, biasakan memanggil Rara dengan 'aku kamu' atau perlu memanggil dengan panggilan khusus sebagai tanda sayang."

Sontak mata Gabriel melebar. Panggilan khusus? Sebagai tanda sayang? What? Sepertinya Gabriel tidak bisa melakukan itu di saat umur mereka masih muda. Ia lebih memanggil Rara dengan 'aku kamu' seperti berbincang biasa dengan keluarganya.

"Maaf Pa, sepertinya Gabriel akan memanggil Rara dengan 'aku kamu' saja."

"Papa tidak memaksa, pilih saja menurut mu yang lebih nyaman."

Keduanya mengangguk mematuhi petuah yang diberikan William. Ketika urusan William dengan sang anak sudah selesai, ia pun turun dari atas pelaminan dengan dibimbing Selvi, meninggalkan anaknya yang sedang bersanding.

"Tuh dengerin jangan panggil Rara dengan 'lo gue'. Panggil sayang kek, ada juga Rara senang. Oh iya, perjanjian  kemarin adalah Gabriel harus nurut sama Rara selama sepuluh hari. Sekarang Rara ingin Gabriel manggil Rara dengan kata sayang."

Gabriel menggaruk kepalanya bingung. Inilah posisi di mana sangat dibenci olehnya, ia tidak bisa berkutik lagi.

"Tapi Ra..."

"Nggak ada tapi-tapian atau Rara ngambek dan nggak jadi maafin Gabriel."

"Ra," panggil Gabriel seperti membujuk.

"Jangan panggil Rara. Rara lagi marah sama Gabriel."

Gabriel menarik napas sabar. Dia belajar dengan papanya semalam tentang wanita. Arsen mengatakan kalau menghadapi wanita yang sedang marah jangan pernah dibentak sebab hati wanita itu sensitif, buatlah hal-hal yang manis dan turuti kemauannya selama itu tidak berdosa. Baiklah Gabriel sepertinya memang harus melakukan apa yang diucapkan Arsen. 

"Rara sayangnya Gabriel! Jangan marah lagi dong sayang, masa di hari pernikahan kita ngambek, entar hilang lagi cantiknya."

Rara berusaha mati-matian agar tidak tersenyum. Namun usaha itu gagal karena Gabriel terus menggodanya bahkan sampai mencolok pipinya yang merah.

"Ciehh pipinya merah. Kenapa ya sayangnya Gabriel pipinya sampai merah?" Tanya Gabriel pura-puar tak mengetahui, padahal ia tau kenapa pipi itu bisa merah.

"Ihh... Gabriel kan Rara jadi nggak tahan." Rara mencubit pinggang Gabriel pelan.

"Auuu sakit sayang," keluh Gabriel, "Jadi gimana masih ngambek lagi?"

Rara menggeleng dan memeluk Gabriel erat. Ia menyembunyikan wajahnya di dada cowok itu untuk menutupi pipinya yang memerah, apalagi aksi mereka tadi dilihat banyak orang.

"Sayang sepertinya kita mendapatkan saingan sebagai pasangan teromantis," kata Arsen yang datang bersama Nisa untuk memberikan selamat ke Gabriel dan Rara.

"Ishhh... apaan sih Mas, sudah tua juga."

"Tapi masih kuatkan di ranjang?"

"Astagfirullah, malu Mas banyak orang. Lihat anak mu wajahnya sudah merah."

Arsen menatap sang putra lalu tersenyum mengejek dan memamerkan keromantisan dengan Nisa menunjukkan jika dia lebih romantis dari pada Gabriel.  

"Papa sudah tua juga masih saja tingkahnya seperti anak remaja. Malu sama umur yang sudah bau tanah Pa."

Arsen mendelik tak suka ke arah Gabriel. Malah lelaki lupa umur tersebut semakin memeluk Nisa tengah bunting erat seraya berjalan menghampiri mereka.

"Dasar anak tukang sirik aja."

"Sudah, sudah. Anak sama bapak jangan saling berantem. Malu dilihat orang."

"Dengerin tuh Pa."

Nisa tak mempedulikan anak dan bapak tersebut. Ia menyalami Rara dan mengatakan selamat kepada wanita tersebut. Terakhir Nisa menyalami anak sulungnya, lalu memeluk dengan kuat dan kemudian melepaskannya.

"Selamat ya sayang."

"Iya Bun."

Kemudian giliran Arsen selanjutnya untuk memeluk dan memberikan doa kepada anak lelakinya itu.

"Bagas mana Pa?" Tanya Gabriel heran karena tak biasanya anak manja itu terpisah dengan orang tuanya.

"Lagi makan dia."

"Oh. Semoga aja tu anak nggak kelar-kelar makan. Dasar tuyul," gerutu Gabriel ketika mengingat kejadian saat fitting baju yang membuatnya kehilangan reputasi di hadapan orang banyak.

"Mulut dijaga Nak," peringat Nisa.

"Biarin aja Bun. Emang anak tuyul kok."

"Jadi secara tak langsung kamu mengatakan Bunda dan Papa mu ini tuyul?" Tanya Nisa garang dan sudah berkacak pinggang.

"Eh Bunda, nggak kok. Bunda itu cantik banget, nggak mungkin dong tuyul. Lagi pula kepala Bunda nggak botak. Mungkin keturunan tuyul itu dari Papa, Bun."

Arsen langsung naik pitam karena Gabriel mengatakannya tuyul. "Apa kamu bilang?"

"Gabriel nggak bilang apa-apa. Tadi Gabriel cuman bilang barusan ada gajah terbang."

Baik Nisa maupun Rara hanya cengok melihat kejadian itu, tidak hanya mereka namun semua orang juga menatapnya heran.

"Kalian ini sudah. Dan Bunda peringatkan ke kalian berdua baik Gabriel mau pun Rara jangan pernah kalian berhubungan badan sebelum kalian lolos sekolah."

Kedua pengantin itu tiba-tiba bersemu mendengar penuturan Nisa yang dianggap sangat intim, meski ada rasa kecewa juga di antara mereka, namun ini demi kebaikan sebab mereka masih duduk di bangku SMA.

"Ha ha ha. Mampus," ejek Arsen tanpa bersalah.

Rara berusaha mengalihkan pembicaraan, ia tidak mau membahas itu di sini, yang ada wajahnya tak pernah berhenti memerah.

"Papa Bunda! Bagaimana kita foto keluarga dulu?"

"Setuju sayang," kata Nisa cepat.

Arsen memanggil juru kamera untuk mengebadikan momen pernikahan ini. Keluarga tersebut sudah siap memasang gaya dan juru kamera sudah siap memotret, namun sebuah suara membuat gaya yang sudah dipasang menjadi rusak, kamera yang tinggal ditekan kembali diturunkan.

"BAPAK TUKANG KAMERA JANGAN DIFOTO DULU. ADEKNYA KETINGGALAN!!" Teriak Bagas sambil berlari naik ke atas pelaminan. Tampak di sisi bibir Bagas masih belepotan dengan kueh yang disantapnya tadi.

Ia berposisi paling depan dan berbaring. Depan tubuhnya menghadap kamera sedangkan tangan kanan menopang kepalanya.

"Camera rolling action!!" Teriak Bagas sebagai pemberi isyarat.

CEKREKKK

_______

Tbc

Bagaimana menurut kalian dengan part ini?

Like, komen, dan vote, jika berkenan.

Wk wk wk, si Bagas kaya sudah mau syuting aja.

Koreksi typo.

Terpopuler

Comments

taurus@

taurus@

gemes liat kelakuan bagas☺

2022-06-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!