Part 12

Sesuai dengan janji yang diucapkan Gabriel, sepulang sekolah ia akan langsung menjemput Rara di rumah perempuan tersebut untuk fitting baju. Kondisi Rara mulai membaik, Gabriel mengetahui hal itu dari bibi yang menjaga Rara di rumah. Selama jam pelajaran berlangsung Gabriel sama sekali tidak tenang, pikirannya berkecemuk tentang Rara. Ia terus memegang handphone guna melihat informasi yang dikabarkan bik Asih yang ia suruh memberikan informasi rutin setiap jamnya.

Suara mobil SUV menggema di depan halaman rumah Rara. Rara yang sudah siap akan pakaiannya pun turun dari kamar yang letaknya di lantai dua dan menemui Gabriel yang sudah menunggu di teras.

Ia membuka pintu rumah kemudian menghampiri Gabriel yang santai di depan mobil dan terfokus pada handphone yang tengah dimainkannya. Lelaki itu sedikit duduk di moncong mobil bagian depan. Ketika merasa ada seseorang di depannya dengan cepat Gabriel mengangkat pandangan lalau tersenyum ramah.

"Hay gimana keadaan lo? Baik kan?" Tanya Gabriel seraya memasukkan handphone ke dalam saku celananya.

Rara hari ini menggunakan bandana yang diletakkan di kening untuk menggantikan perban agar luka di keningnya tidak terlihat. Celana jeans, hoodie berwarna kuning, lalu sepatu putih turut menyempurnakan penampilan Rara. Di pundaknya menyandang tas selempang kecil yang hanya dapat dimuati oleh ponsel.

"Rara baik-baik aja kok."

Gabriel mengangguk sebagai respon setelahnya ia menuntutn Rara agar masuk ke dalam mobil mewahnya di bagian depan. Ia menutup pintu mobil itu lalu mengitari mobil dan masuk ke dalam. Ia duduk di dekat kemudi.

"Nyokap lo marah nggak liat lo begini?" Tanya Gabriel sembari membuat posisi tubuhnya menyamping. 

Rara menggeleng, setelahnya ia dapat menangkap senyum kecut di wajah Rara. Gabriel yang menyadari perubahan itu pun hanya mencerna.

"Lo kenapa?"

"Papa kambuh lagi, jadi Mama nggak pulang dari rumah sakit. Mama juga nggak tau kejadian ini. Rara nyuruh Bi Asih merahasiakan ini dari Mama."

Gabriel hanya bisa menjadi pengamat saat air mata Rara luruh. Rara menghapus air matanya cepat, ia tidak mau suasana ini menjadi kacau seperti sebelum-sebelumnya. Tidak mau terlihat sedih, Rara menoleh menatap Gabriel dan menampilkan senyum lebar.

"Rara baik-baik aja kok."

"Yakin lo?"

"Iya. Buruan kita ke toko bajunya. Pasti Bunda sudah nunggu di sana. Maafin Mama ya nggak bisa hadir!"

Gabriel menarik napas dalam, apa juga masalahnya jika ibu Rara tidak ikut, toh kesehatan papa-nya Rara lebih penting dari semua ini.

Gabriel meraih tangan Rara lalu menggengamnya untuk menguatkan wanita itu.

"Lo kuat Ra. Semua orang juga mengakui lo itu kuat. Lo tau sendirikan di saat lo kejar-kejar gue, gue berusaha menghindar, tapi lo tidak pernah menyerah buat dekatin gue. Maafin gue Ra, mungkin setengah dari penderitaan lo asalnya dari gue. Gue bakal berusaha sebaik mungkin untuk mencintai lo. Meskipun sekarang tidak tapi gue berusaha mencoba tidak ada salahnya mencoba terlebih dahulu kan?"

Rara mangguk-mangguk, "Kamu benar. Terima kasih buat perhatiannya hari ini."

"Hm...." Gabriel meraih tubuh rapuh Rara lalu membawanya kedekapan hangat. "Mungkin posisi ini bisa memenangkan lo."

Setelah lama Gabriel memeluk tubuh Rara, ia pun menguranginya dan bahkan sampai terlepas. Gabriel mengusap kepala Rara kemudian memberikan  kecupan di kening itu.

"Jangan sedih lagi."

Setelah itu keduanya kembali ke posisi masing-masing. Gabriel mengambil perannya sebagai kemudi dan mengendarai mobilnya menjauh dari pekarangan rumah Rara.

______

Gabriel memarkirkan mobilnya di depan toko desainer terkenal di Indonesia yaitu Ceren Delani. Wanita yang terkenal dengan rancangan busana penagntinnya di kalangan masyarakat atas bahkan sudah mendunia.

Ia keluar dari mobil itu lalau membukakan pintu mobil untuk Rara. Ia meraih tangan perempuan tersebut dan membantunya berdiri. Setelahnya ia juga masih memegang pundak Rara seperti memapah wanita itu karena Rara yang mengeluh kepalanya sedikit pusing.

"Kamu masih kuat kan Ra?" Tanya Gabriel di tengah perjalanan mereka.

"Iya."

Gabriel meneliti area parkir tersebut dan menghela napas karena dia mendapatkan mobil yang sangat ia kenali di parkiran ini, ibunya sudah datang. Mereka memasuki bangunan mewah tersebut dan di dalam mereka langsung disambut dengan puluhan baju pengantin yang terpajang di patung-patung.

Semakin dalam mereka melangkah dan semakin banyak pula baju pengantin yang sengaja dipamerkan. Macam-macam model baju pengantin tersebut membuat para penikmat ingin memborong semua baju itu.

Saat keduanya sedang asik menatap deretan baju tersebut tiba-tiba suara memkakakan terdengar bagaikan mic yang mengalun kuat. Gabriel kenal suara itu dan ia membencinya. 

"Abang!!! Kak Rara!!!" Yah itu suara Bagas yang berlari ke arah mereka dengan gembira, tak luput di belakangnya ada yang mengawasi, siapa lagi kalau bukan Nisa ibunya.

Gabriel memutar bola mata malas saat Bagas meraih tangannya dan mencium punggung tangannya itu lalau melakukan hal yang sama juga dengan Rara.

Rara tersenyum ketika melihat kesopanan Bagas terhadap orang lain. Saat Bagas menyalami tangannya ia juga turut mengusap rambut Bagas yang sedikit ikal.

"Aduh pintarnya Adek Kaka," puji Rara atas sikap Bagas yang sangat jauh berbeda dengan Gabriel.

Dengan malu-malu Bagas menatap Rara ketika dirinya dipuji. Ia berlari menghampiri ibunya dan berlindung di belakang Nisa untuk menutupi wajah Bagas yang sudah dipenuhi rona merah sebab mendapatkan pujian dari Rara yang menurut Bagas Rara adalah wanita yang sangat cantik. 

"Eleh sok punya malu lo Dek. Kira gue lu nggak pernah malu, ternyata lo sama aja kaya manusia normal. Ha ha ha. Pakai pipi merah lagi, aduhh alay banget."

Nisa hanya tersenyum saat Gabriel mengejek Bagas. Anak bungsunya itu sedang salting dan bersembunyi di balik punggungnya sambil mencengkeram baju gamis Nisa dengan erat. 

"Apaan sih Abang," gerutu Bagas lalau keluar dari persembunyiannya untuk menunjukkan kepada Gabriel kalau dia tidak sedang dalam fase malu.

"Sudah, sudah jangan berantem lagi. Ayok kita coba baju yang sudah Bunda pilihkan." Nisa mengajak keduanya ke ruang ganti.

Ketika sampai di sana, Rara, Gabriel maupun Bagas duduk di suatu sofa yang sudah disediakan para pegawai di toko itu.

"Empuk juga ya sofa-nya. Berasa duduk di rumah orang kaya," gumam Bagas sambil menekan-nekan sofa yang sedang ia duduki.

"Macam nggak pernah duduk di sofa empuk aja," sindir Gabriel dengan mimik wajah mengejek.

Bagas tidak mempedulikan cemoohan yang terus dilontarkan Gabriel. Baginya Gabriel abangnya itu hanya seonggok manusia yang tidak perlu ditanggapi, kalau terus ditanggapi maka lelaki itu akan membuat mulutnya sendiri seperti pabrik cabe yang pedas dengan ucapannya.

Semua perhatian terfokus pada kedatangan Nisa dengan sang perancang busana Ceren Delani, hal tersebut menjadi perhatian banyak orang. Di belakang mereka terdapat pegawai yang membawa macam-macam model baju pengantin yang sudah dipilihkan Nisa.

"Hay sayang ayo berdiri," titah Nisa yang langsung dilaksanakan, "Gabriel, Rara kenalkan dia adalah Mbak Ceren perancang baju pengantin kalian."

Kedua mahluk yang disebut namanya itu pun menyalami tangan Ceren dengan ramah. Dan hal tersebut ditanggapi Ceren dengan senyuman. Ceren memang berbeda agama dengan mereka namun ia sangat menghormati agama lain dan begitu pula dengan Nisa. Perbedaan pemikiran itu wajar karena pada dasarnya semua manusia memiliki banyak perbedaan.

"Wah kalian muda-muda sudah mau menikah. Kalah Dong dengan saya yang sudah umur dua puluh tujuh belum juga menikah," tutur Ceren ramah sambil tertawa.

Baik Gabriel mau pun Rara saling pandang dengan malu. Keduanya menunduk sebab Ceren tak berhenti menatap mereka seperti sedang menggoda.

"Kalian masih SMA ya?"

"Iya Mbak," jawab Rara.

"Kenapa memutuskan menikah muda? Nggak gampang lho menikah muda itu. Atau kalian sudah..."

"Nggak Mbak!!!" Jawab Gabriel cepat karena ia tau apa lanjutan dari kalimat tersebut.

Semua pasang mata menatap ke arah Gabriel. Merasa menjadi pusat perhatian Gabriel hanya pasrah menunduk malu, mana lagi wajah dan kupingnya terasa panas. Gabriel tau semua orang berusaha menahan tawa.

"Bunda kenapa pipi dan telinga Abang merah gitu?" Tanya Bagas polos membuat Gabriel semakin memerah. Ia menggaruk telinganya, dalam hati segala jenis umpatan dan hujatan untuk Bagas sudah sedia menanti dikeluarkan. Sumpah Gabriel sangat menyesal bisa saudaraan dengan adik yang polosnya membuat ia ingin sekali-kali mencabik dan melemparkan ke laut lepas.

Nisa tau saat ini posisi Gabriel sedang tersudutkan namun ia merasa iba melihat tatapan memohon Gabriel agar membohongi Bagas supaya anak itu tak meneruskan ledekkan ke Gabriel.

"Wajah Abang sedang melakukan pergantian musim. Itu kejadian natural, mungkin wajah Abang sedang mengalami perubahan."

Bagas mengamati teliti wajah Gabriel, namun dia masih tidak mengerti dengan penjelasan sang Bunda.

"Bagas nggak ngerti Bun, bahasa Bunda tinggi banget, rendahin dikit dong biar enak dicerna."

"Sudahlah jangan dpikirkan." Nisa memandang ke arah para pegawai yang sudah menyiapkan pilihannya. "Mbak apa kita bisa mulai coba aja ya!"

"Oh iya sampai lupa."

Ceren mengisyaratkan agar pegawainya membawakan baju pengantin yang akan dipakai untuk akad. Rara dan Gabriel secara bergiliran mencoba baju yang akan dikenakan pada saat akad, baju berwarna putih. Rara mengenakan baju kebaya putih dengan bagian bawah yang panjang sehingga ketika Rara berjalan baju bagian belakang panjangnya setengah meter tersebut akan tertarik. Taburan mutiara di dada serta di samping-samping baju tersebut menambahkan kesan mewah bagi baju itu. Bagian lengan panjang sampai ke pergelangan tangan tampak transparan dan bisa diterwang kulit Rara dengan mata telanjang.

Gabriel tertegun menatap Rara yang keluar dari dalam ruang ganti. Matanya membola seperti orang bodoh saat baru menyadari betapa cantiknya paras Rara.

"Oke tidak baju ini ke kamu sayang?" Tanya Nisa diangguki Rara dan kemudian menatap Gabriel meminta pendapat.

"Iya Bun cantik," jawab Gabriel singkat, lagian ia juga tak terlalu mengerti dengan fashion, jika menurutnya cantik maka ia akan mensetujui.

Ketika semua sepakat, Ceren memerintahkan pegawainya agar mengambilkan baju untuk acara resepsi. Gaun kali ini berwarna biru langit selaras dengan warna bola mata Gabriel, di bagian dada dipenuhi dengan hiasan bunga, dari bawah dada sampai ujung kaki, gaun tersebut tampak mengembang. Di bagian bawah gaun tersebut juga dihiasi dengan bunga-bunga yang serupa dengan di dada, sedangkan di belakangnya terdapat kain terang yang cukup panjang menjadi jubah dari gaun itu.

Tapi perhatian Gabriel teralihkan dengan gaun berwarna pink yang berada di belakang mereka. Gabriel tidak dapat mendeskripsikan bagaimana indahnya gaun itu apalagi warna gaun tersebut yang mendukung selera Gabriel. Tiba-tiba ia ingin sekali melihat Rara mengenakan gaun itu di acara sakral mereka, pasti sangat cantik.

Rara sedari tadi memperhatikan gelagat Gabriel pun mulai paham saat ia mengikuti arah pandang Gabriel. Seketika ingatannya terngiang pada cerita Bagas yang menyebut jika Gabriel menyukai warna merah muda.

"Bun, Rara ingin gaun warna pink itu aja," tunjuk Rara pada gaun berwarna merah muda cantik dengan bagian belakang yang lebih panjang semeter ketimbang dengan di depan. Di sisi bagian bawah tampak dihiasi dengan motif-motif tertentu. Lalu di depan dada dipenuhi dengan desain-desain yang memperindah gaun tersebut, sedangkan potongan tangannya hanya se bahu.

Ceren maupun Nisa menatap kepada gaun itu.

"Kamu beneran mau yang itu?" Tanya Nisa dan Rara mengangguk antusias.

Dalam hati diam-diam Gabriel tersenyum, ternyata harapannya terkabulakan.

"Ya sudah jika kamu maunya yang itu."

Rara mencoba gaun yang berwarna pink tersebut. Hampir sepuluh menit ia berganti, namun tak keluar. Di dalam ia sedang kesusahan akibat Rara belum pernah seumur hidupnya mengenakan pakaian yang seperti ini, besar, ribet, dan merepotkan.

Akhirnya Rara keluar dengan mengenakan gaun yang diharapkan Gabriel. Ia rela mewujudkan keinginan pria itu asalkan Gabriel selalu senang. Semua orang tercengang ketika melihat bidadari dengan nyata di depan mereka.

Ceren yang paling detail memperhatikan Rara agak sedikit terganggu dengan bandana yang dikenakan di kening perempuan tersebut. Pantas saja dari tadi Ceren merasakan ada yang berbeda.

"Rara apa kamu bisa buka bandana mu itu." Sontak Rara dan Gabriel tercekat pasalnya bisa ketahuan ada luka di bagian kening Rara.

"Ta-tapi...." Rara berusaha mengelak.

"Memang mengganggu. Lebih baik kamu buka saja, tidak ada salahnya bukan." Kini Nisa lah yang bersuara dan mendekat. Dada Rara semakin bergemuruh kencang saat tangan Nisa berusaha membuka bandana di kepalanya. Ketika bandana itu terlepas, Nisa orang yang pertama terbelalak saat melihat darah segar di bandana itu lalu di kening Rara terdapat darah kering sedikit lengket. "I-ini kenapa?" Tanya Nisa panik.

Gabriel dan Rara bungkam dalam keterdiaman. Sama sekali tak ada di antara keduanya yang menyahut bak mulut sudah dijahit rapat.

"Jawab Bunda ini kenapa?"

"I-itu Bun..." kata Gabriel yang tak bisa melanjutkan kata-katanya karena ia tidak tau kalimat apa yang akan ia ucapkan untuk menyimpan rapat masalah pagi tadi.

"Itu apa?"

"I..itu."

"Jawab Bunda!!!" Bentak Nisa kesal lalu menghampiri Gabriel yang sedari tadi berusaha menjelaskan, sementara Rara sudah tertunduk.

"Pa-gi tad...i Gabriel nggak sengaja benturkan kepala Rara ke tembok Bun," jawab Gabriel pasrah dan menyiapkan mental ketika ibunya akan berteriak memarahinya.

Nisa menepuk jidat dan menggeleng tak percaya atas kelakuan anaknya selama ini terhadap Rara. Sama sekali Nisa tak pernah mendidik Gabriel sampai seperti ini, dan Nisa hanya bisa menarik napas penuh sabar ketika sesuatu yang buruk sudah terjadi.

Nisa yang emosi pun menjewer telinga Gabriel kuat tanpa rasa malu dengan banyak orang yang melihat. Gabriel meringis sedangkan Bagas terkikik penuh menang di atas penderitaan sang kakak.

"Kamu ini dasar ya, anak tidak tau tata krama. Di mana letak hati nurani mu?" Marah Nisa dan semakin kencang menarik kuping Gabriel.

"Auuu Bun... sudah Bun, sakit tau."

"Bunda jangan berhenti, terus jewer Abang. Jangan kasih ampun..." kata Bagas menyemangati sang Bunda agar terus menyiksa Gabriel.

Mendengar teriakan penuh kobaran semangat dari jiwa Bagas membuat Nisa semakin gencar memarahi Gabriel.

"Bunda berhenti sakit taukk...."

"Nggak akan. Biar kamu tau apa yang dirasa Rara saat ini. Dasar anak tak tau diri, sudah pandai jadi jagoan kamu? Atau kamu mau dilaporkan ke Papa? Bagaimana tadi kalau Rara kenapa-napa? Kamu mau tanggung jawab?"

"Kan sekarang Rara baik-baik aja Bun. Noh dia berdiri di samping Bunda, masih hidup kan dia?" Ujar Gabriel memelas, seraya memegang tangan sang ibu yang terus menjewernya.

"Diam kamu!!!"

"Kan tadi Bunda nanya. Kenapa Gabriel jawab malah disuruh diam?"

Semua berusaha menahan tawa melihat penderitaan Gabriel tak terkecuali Rara.

"Terus hajar Bun, jangan kasih ampun, kalau perlu pukul pantatnya!!!" Nisa pun memukul pantat Gabriel membuat anak itu berteriak kencang. Bagas sebagai pemberi saran dan komentar langsung dihujani pelototan tajam dari Gabriel. "Ha ha ha. Lagi Bun, terus embat Abang biar dia tau diri."

"Sekali lagi kamu buat Rara sakit maka Bunda tidak akan segan-segan menyita seluruh boneka stroberi, susu stroberi, dan buah stroberi. Bunda juga tidak akan membiarkan kamu membuka kulkas lagi...."

"Bunda pelase jangan.. hiks hiks hiks." Gabriel sudah tidak tau bagaimana menghadapi hidup jika tanpa buah kehidupan itu, stroberi.

Semua orang terperangah terhadap ucapan Nisa tentang stroberi. Tak terkecuali Ceren yang sudah ternganga. Wanita itu tak berkedip melihat peristiwa ini.

"Stroberi?" Beo Ceren tak mengerti, setahunya lelaki tak menyukai warna pink dan buah stroberi.

"Iya tante, Abang itu suka buah stroberi. Semua kulkas di rumah kami hampir semua isinya buah dan susu kotak rasa stroberi!!! Ha ha ha. Anak cowok suka stroberi. Kalau gitu Abang nggak laki dong, lemah nggak kaya Bagas yang strong boy. Ha ha ha, jangan-jangan Abang nggak ada ototnya lagi.. Bagas aja ada otot," kata Bagas seraya menggulung lengan bajunya sampai ke lengan atas lalu memamerkan ke Gabriel otot kekar yang sudah terbentuk di usia dini.

"DASAR ADEK KURANG NGAJAR!!! SAMPAI RUMAH ABANG LEMPAR KAMU KE KANDANG SINGA MILIK PAPA, BOCIL!!!!"

_______

TBC

Bagaimana menurut kalian dengan part ini?

Like, Komen, dan vote.

Koreksi typo, ngetik dengan mata mengantuk membuat Amanda kurang fokus.

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

STROBERY MAN GELAR GABRIEL....😂😂😂😂😂😂

2023-01-15

0

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

ASLI NGAKAK BACA ULAH SOMPLAK SI BAGAS KE ABANGNYA😂😂😂😂😂😂😂

2023-01-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!