Part 2

Bel tanda keluar main berbunyi kencang membuat para murid diam-diam berteriak di dalam hati karena kesenangan yang tak dapat diungkapkan sebab di depan mereka sedang berdiri guru killer yang kehadirannya sangat tidak diharapkan. Hanya mencari mati saja jika ingin berteriak di depan guru tersebut.

Rara yang duduk di paling sudut belakang tersenyum karena sebentar lagi ia akan menemui sang pujaan hati yang selalu menjadi penyemangat hidupnya. Gabriel, ah nama itu selalu membuat hati Rara berbunga-bunga. Meski ia duduk di kelas IPS tak membuat Rara goyah untuk mengintip Gabriel yang duduk di kelas IPA.

Dirinya yang tengah tersenyum sendiri langsung menjadi objek teman-teman nya di kelas tersebut. Reza yang duduk di samping Rara pun menusuk perut Rara menggunakan pensil. Sebab bukan hanya para murid saja yang memperhatikan wanita itu tetapi guru yang sedang mengajar pelajaran hari ini juga ikut mempelototi Rara yang belum sadar. 

"Ra! Rara," bisik Reza membuat Rara seketika buyar dan menatap marah Reza.

"Apa-apaan sih lo Za. Gue lagi mengkhayal nih, jangan ganggu gue. Habiskan khayalan gue hilang gara-gara lo. Elo sih!!!" Tekan Rara sehingga orang-orang yang di sana berusaha menahan tawanya.

"Akhem akhem!! Rara Andira sudah puas mengkhayal nya? Kalau belum puas Ibu bisa beri kamu tempat mengkhayal di lapangan."

Mendengar suara itu Rara langsung menegang. Sebelum menatap ke depan ia lebih dulu menatap tajam ke arah Reza. Bisa-bisanya laki-laki itu tak memberitahunya. Rara memandang sang guru sambil menyengir tak jelas.

"Eh Ibu!! Rara sudah puas kok." Kata Rara canggung, "BTW kapan nih kita keluar mainnya, sudah bel tau Bu. Kita semua sudah lapar nih, masa Ibu tega biarin kami kelaparan, entar meninggal Buk!"

Yang Semula para murid ingin menghujat Rara tapi ketika mendengar ucapan Rara mereka mengurungkan nitanya karena mereka sependapat dengan Rara.

"Iya nih Buk. Kami semua sudah lapar, mungkin kalau nggak makan bisa mati Bu. Entar ibu juga kan yang ribet kalau kami meninggal," timpal seorang perempuan yang duduk di depan.

"Ya sudah kalau begitu. Assalamualaikum."

"Wallaikumsallam," jawab para murid serentak. Setelahnya mereka berteriak berpesata pora karena hawa mencengkam telah menjauh dari kelas.

Rara terkulai lemas di kursinya. Ia menampilkan wajah lega seraya memegang dadanya yang serasa bebas dari detakkan yang bisa saja membuatnya serangan jantung.

Ia menarik napas dan menatap Adhan serta Reza bergantian. Setelahnya ia menampilkan wajah juteknya ke Reza.

"Hampir aja gue masuk neraka. Ini semua gara-gara lo Za. Gimana sih lo nggak bilang kalau Buk Devi masih ada di depan," kesal Rara pasalnya ia sudah sering dan malah berlangganan dengan buk Devi untuk mendapatkan hukuman. Jika hari ini ia kena hukum lagi yang ada rencananya dengan Reza akan gatot, gagal total.

Reza menghembuskan napas sembari mendesah. Ia menggaruk pipinya yang tak gatal. Lagi-lagi di sini dia yang salah. Reza melirik Adhan yang tak mau ambil tau, sepertinya anak itu sengaja berpura-puar tak mengerti dengan masalah mereka agar tidak ikutan disemprot dengan Rara.

"Gue sudah kode lo. Lo nya aja yang nggak ngerti. BTW lo nggak usah manjangin ni masalah, lagi pula kan lo sudah bebas dari guru itu. Kalau lo nggak bergerak sekarang apa lo mau rencana kita gagal?"

Kontan Adhan langsung menatap keduanya. Rencana?  Mereka mau mengadakan rencana apa? Kenapa ia tidak diajak? Wah dasar teman jahanam.

"Gitu ya kalian sekarang. Ada rencana tapi rahasia-rahasiaan. Huh..."

Rara sejenak menarik napas dan menatap Adhan. Betul juga kata Adhan, di dalam persahabatan mereka dilarang keras main rahasiaan. Adhan kan belum dikasih tau.

"Lo mau tau?" Tanya Rara seraya melipat kakinya. Ia duduk angkuh di kursinya seperti bos.

"Yaiyalah bege Gue mau tau."

"Sini telinga lo, gue kasih tau."

Adhan pun mendekatkan telinganya ke mulut Rara. Rara membisikkan rencana mereka terhadap Gabriel untuk menarik perhatian lelaki itu kepada Rara dan akhirnya Gabriel jatuh cinta dengan Rara.

"Gue kirain tadi lo mau santet dia," jawab Adhan asal dan mendengus.

"Adhan kalau ngomong hati-hati. Entar lo lagi yang gue santet."

"Eh jangan."

"Bagus kalau lo takut." Rara berdiri dari tempatnya berniat ingin keluar dari kelas dan pergi ke perpustakaan. Ia sudah hapal sekali jika Gabriel tidak pernah ke kantin. Gabriel selalu memakan bekal yang dibutakan ibunya.

Ketika Rara ingin pergi tiba-tiba ia mendapatkan cekalan dari Adhan. Lelaki itu menatapnya dalam dan Rara mengetahui makna tatapan itu, tatapan. keraguan. 

"Gimana kalau misalnya Lo gagal Ra? Dan Gabriel makin benci sama lo."

"Kalau gue gagal tinggal gantung aja sang punya ide di Monas. Kan selesai."

Reza mendengus berpura-puar mengambek, "jahat banget sih lo Ra sama sahabat sendiri!"

"Dalam percintaan nggak ada kata teman. Okey! Sudahlah gue harus ke perpustakaan sekarang entar bel lagi."

"Semoga berhasil Ra!!!" Semangat Adhan.

"Hm."

________

Rara tersenyum saat melihat seorang laki-laki yang dicarinya. Lelaki itu duduk di sudut perpustakaan sambil membaca buku, belum lagi di depan cowok itu terdapat tumpukan buku yang belum dibaca oleh Gabriel.

Rara mengeluarkan bedak serta lipstik dari saku baju. Ia membetulkan rambutnya dan memoles bedak ke wajahnya serta mengenakan lipstik agar ia terlihat cantik di depan Gabriel.

"Sekarang gue sudah cantik," ujar Rara membanggakan kecantikannya. Ia menutup kaca bedaknya lalu meletakkan kembali ke dalam saku baju.

Sebelum menghampiri Gabriel, Rara memperbaiki bajunya yang agak kusut. Ketika ia benar-benar merasa sudah menawan Rara pun berjalan dengan anggun ke tempat Gabriel dan duduk di samping lelaki itu.

"Hai Gabriel! Kamu lagi apa?" Tanya Rara santun, kemudian matanya melirik ke tumpukan buk. "Oh lagi baca buku ya!"

Ucapan Rara membuat Gabriel yang sedang berkonsentarasi menjadi buntu ketika wanita yang sangat dihidarinya duduk di samping. Sumpah sama sekali Gabriel tidak pernah mengharapkan situasi ini.

"Ngapain lo ke sini?" Gabriel menggeser duduknya untuk memberi jarak dengan Rara. Ia sangat risih dengan para wanita kecuali ibunya dan Cilla.

"Emang Rara nggak boleh ke sini ya? Ini kan tempat umum? Kok Gabriel jahat sih ngusir Rara."

"Emang harus banget duduk di samping gue?"

Rara mengangguk amtusias, "Rasanya kalau nggak dekat sama Gabriel hidup Rara hampa kaya nggak ada kehidupan. Kan Gabriel sebelas dua belas sama Narkoba, sama-sama  buat kecanduan."

"Jangan samain gue dengan benda haram itu. Gue tegasin ke elo jangan pernah Lo dekatin gue lagi. Gue sudah punya pacar," bual Gabriel. Ia menatap dingin Rara, ini yang ia tidak sukai dengan wanita zaman sekarang, nggak punya harga diri.

Gabriel menghela napas dan berdiri. Ia membereskan buku-buku yang berantakan di atas mejanya berniat ingin menjauh. Namun belum sempat ia melangkah tiba-tiba tangannya di tarik dan...

Cup

Rara tersenyum ketika telah berhasil mencium pipi lelaki itu. Dalam hati ia terpekik. Rencananya berhasil, Rara sangat yakin jika setelah ini Gabriel langsung jatuh cinta dengannya sesuai dengan janji Reza.

Gabriel menggeram. Ia menatap horor Rara sehingga Rara tercekat dengan tatapan itu, bukan itu yang diharapkan Rara. Setelah ia mencium cowok itu Rara berharap jika Gabriel menatapnya memuja buka tatapan membunuh.

"Berani banget lo ya cium gue. Dasar wanita murahan, bahkan sampai maunya lo geratisan beri ciuman lo itu." Gabriel mengusap bekas ciuman Rara yang menempel di pipinya, jijik sekali jika mengingat ketika Rara menciumnya.

"Ga-Gabriel Rara minta maaf. Ini se-semua salah Re-Reza."

"Sudah salah ngeles lagi, pakai nyalahin orang segala." Gabriel berdecih lalu pergi dari sana.

Melihat kepergian Gabriel Rara langsung tersentak merasakan seperti disakiti. Di lain sisi ia juga merasa bersalah telah mencium Gabriel sehingga membuat lelaki itu salah paham dengannya.

"Gabriel tunggu!!"

Rara mengejar Gabriel dan meraih tangan lelaki itu. Ia menggenggam tangan tersebut erat.

"Maafin Rara," sesal Rara dan menunduk.

"Hm." Gabriel menarik tangannya dari genggaman Rara.

Mendengar gumaman halus dari Gabriel membuat kehidupan terasa kembali lagi di hidup Rara. Ia tersenyum senang, itu artinya ia telah dimaafkan.

"Kamu maafin Rara?"

"Hm." Untuk kesekian kali Gabriel bergumam yang membuat Rara kembali mengembangkan senyumnya semakin lebar.

Gabriel terus berjalan cepat tak mempedulikan Rara yang tertinggal di belakang. Wanita itu sudah seperti pengawalnya saja yang tak pernah bosan mengikutinya. Gabriel tak menggubris, biarkan saja Rara lelah sendiri mengikutinya.

"Kamu punya nomor WA nggak?"

"Enggak."

"Instagram?"

"Enggak."

"Facebook?"

"Enggak."

"Nomor HP?"

"Enggak."

"Ponsel?"

"Enggak."

"Ish... kok semua nggak punya sih. Kalau Gabriel ponsel nggak punya terus kalau kita belajar online Gabriel pakai apa?" Tanya Rara sambil berusaha menyamakan jalan mereka.

"Pakai laptop. Lagian gue juga nggak punya aplikasi begituan." Gabriel menatap dingin Rara dan Rara membalasnya dengan canggung. Ia sedikit bingung dengan tatapan yang tak bersahabat dari Gabriel. Tapi Rara tidak masalah, yang penting baginya saat ini dapat berbincang berdua dengan Gabriel. BERDUA. Itu sudah lebih cukup bagi Rara.

"Nggak ada lagi kan?" Gabriel menghentikan jalannya lalu menatap dingin Rara. "Sekarang lo pergi, jangan pernah temuin gue lagi."

"Tapi Rara nggak janji. Rara pasti akan menemui Gabriel, nggak ada di dalam prinsip hidup Rara menjauh dari Gabriel."

"Cewek aneh." Gabriel berjalan lebih dulu meninggalkan Rara yang tengah mengercutkan bibir.

"Kenapa Gabriel dingin banget sih. Apa dia sodaraan sama beruang kutub ya? Ah pasti iya, kan mereka sama-sama dingin."

Rara menatap punggung Gabriel yang hilang ditelan kerumunan para siswa. Ada sedikit cemburu di hati Rara sebab di sekolah ini bukan hanya dia saja yang menaksir dengan Gabriel.

Ketika ia ingin berbalik dan menuju kelasnya tiba-tiba Adhan dan Reza telah berdiri di depan Rara. Rara menatap Reza tajam. Setelahnya ia menjewer telinga Reza.

"Asu lo Za. Gara-gara ide lo Za, reputasi gue di depan Gabriel buruk. Pulang sekolah nanti gue gantung lo di Monas."

"Maaf. Kan biasanya cowok nafsuan kalau dicium cewek."

"Itu kan elo Za!" Ujar Adhan menimpali.

Dertttt

Handphone Rara tiba-tiba berdering. Ia pun melepaskan jewerannya di telinga Reza dan mengambil ponsel nya. Rara sedikit mengernyit ketika yang menelepon dia adalah ibunya.

"Tumben banget Mama nelpon jam segini. Emang gue ada buat salah apa lagi hari ini sampai Mama nelpon. Perasaan nggak salah apa-apaan deh."

Rara mengangkat telepon tersebut dan meletakkannya di telinga.

"Halo Ma."

"...."

"Baik Ma. Mama kenapa nelpon Rara?"

"....."

"Enggak deh. Kek nya Rara bisa deh pulang cepat hari ini. Emang ada apaan sih?"

"......"

"Apa dijodohkan?"

_______

TBC

Insyaallah sore nanti update. Belum dihapuskan novel ini dari Favorit?

Like dan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!