17. This is my life.

🍁Jangan menilai sesuatu hanya dari yang terlihat, seringkali durian yang manis justru yang kulitnya ada bekas dimakan tupai. Sebaliknya, buah kedondong yang kulitnya mulus ternyata biji dalamnya berserabut dan rasanya masam.🍁

Hara.

Dalam hidup, aku hanya menjalani yang sudah tersurat. Meski banyak rencana yang sudah kutulis, tapi semua hanya rencana tentang pekerjaan. Bukan soal kehidupan pribadiku. Aku nyaris tidak pernah memikirkan masa depanku sendiri, di luar konteks pekerjaan tentunya. Bagiku punya rumah, uang dan bisa menjalani hidup seperti yang kuinginkan itu sudah cukup.

Orang lain melihatku hampir sempurna, tanpa cela. Tapi mereka tidak tahu apa yang sudah kulalui sehingga aku bisa menjadi seperti sekarang ini. Mereka juga tidak tahu kenapa aku memilih jalan hidup seperti ini.

Mengapa aku tidak pernah memikirkan masa depanku sendiri.? Terutama soal menikah dan punya anak, sama sekali tidak pernah terbersit dalam pikiranku.

Ketika malam ini aku duduk bertiga dengan mbok Jum dan mang Saeb, baru aku sadar, bahwa masa depanku mengkhawatirkan. Cenderung suram.

“Mas Hara sudah mendekati kepala 3, sudah waktunya menikah …,” mbok Jum menatap langit malam kota metropolitan yang bersemburat kekuningan. Bias dari pijar lampu kota yang berpendar.

“Iya, Den. Mumpung kami masih sehat, kami ingin sekali melihat aden bahagia,” mang Saeb menepuk bahuku.

Kami bertiga sedang duduk di kursi rotan yang terdapat di teras belakang rumah. Ditemani sepiring kue bolu buatan mbok Jum, aroma harum kopi menguar dari cangkir yang masih menguapkan uap panas. Udara kota metropolitan yang selalu gerah, malam ini menjadi sedikit sejuk. Mungkin karena musim kemarau.

“Sudah cukup mas Hara memikirkan orang lain, sekarang saatnya mikir diri sendiri, masa depan mas Hara sendiri. Memangnya mas Hara tidak ingin menikah dan punya anak seperti teman-teman mas Hara?” dari memandang langit malam, mbok Jum beralih menatapku. Wajah keriputnya tampak lelah, lengkap dengan mata teduh yang sedikit sayu.

“Belum kepikiran, Mbok. Masih nyaman seperti ini, saya belum ingin dibatasi.” Jawabku setelah menghisap rokok lalu menghembuskan asapnya ke udara.

“Apalagi yang mas Hara tunggu?” kudengar mbok Jum menghela napas panjang, “dua anak simbok sudah menikah, hidup bahagia bersama keluarga mereka. keduanya sudah punya rumah sendiri karena mas Hara. Sekarang Soleh juga sudah dapat pekerjaan yang bagus.”

“Iya, Mbok. Tapi Soleh tidak tahu diri, sudah numpang di sini, malah ingin menggeser tempatku.”

Mbok Jum dan mang Saeb tertawa. Sedangkan aku hanya tersenyum masam. Sepasang paruh baya yang terlihat lebih tua dari usianya ini termasuk orang penting dalam hidupku. Mereka yang merawatku, mengganti posisi orang tuaku yang telah pergi.

“Mang …,” panggilku. Mang Saeb menggerus batang rokok yang tinggal sepuntung, lalu fokus menatapku.

“Boleh saya bertanya?”

“Tentang apa, Den? Sejak kapan aden mau tanya saja pake minta ijin? Sejak pulang dari Jogja, mamang rasa aden jadi sedikit berubah. Tata bicaranya lebih sopan dan lebih pengertian sama orang lain. Mamang jadi curiga.”

Aku menggeleng tidak setuju, “nggak ada yang berubah, Mang. Saya begini saja dari dulu sampai sekarang.” Tentu saja aku tidak merasa ada yang berubah dalam sikap dan sifatku. Kecuali sekarang aku sering terbayang wajah mbak Nabila dan Naufal, tidak mungkin hal itu berpengaruh pada sikap dan tingkah lakuku, kan?

“Aden mau tanya soal apa?”

Aku menjentikkan jari untuk membuang abu pada ujung rokok, kuarahkan pandangan lurus pada mang Saeb dan mbok Jum. Teringat akan rasa penasaran yang kupendam lama. Hanya tersimpan di dalam hati, belum sempat terucap. Kini harus kutuntaskan, selagi ada kesempatan.

“Mamang, kan, sudah lama kerja disini. Lebih lama dari mbok Jum, jadi mamang pasti tahu seperti apa hidup papa dan mama saya dulu.”

Mang Saeb terlihat mengernyit, mungkin sedang mengingat-ingat tentang masa lalu. Aku diam, menunggu jawabannya.

“Wah! Kalau diceritakan semua, bisa seminggu nggak selesai, Den. Cerita tentang bapak dan ibu itu panjang banget ….”

“Mamang tahu, bagaimana mama dan papa bisa menikah?”

Mang Saeb tersenyum, tapi sejenak kemudian dia menghembuskan napas panjang. Aku tahu mang Saeb adalah saksi hidup perjalanan cinta mama dan papa. Karena dia sudah bekerja di sini, sejak sebelum papa dan mama menikah.

“Pak Yohan dan bu Widuri teman satu kantor. Mamang tidak tahu pasti mereka satu bagian atau tidak. Mamang cuma ingat, dulu sering disuruh bapak nganterin bu Widuri pulang ke rumah kontrakannya.”

Aku dan mbok Jum sama-sama diam, tidak ada yang ingin menyela cerita mang Saeb. Aku sengaja menggerus rokok, padahal masih tersisa setengah batang. Hanya untuk memperhatikan dengan baik penuturan mang Saeb tentang papa dan mama.

“Satu-satunya perempuan yang diajak pulang oleh pak Yohan, ya, hanya ibu. Tidak pernah ada perempuan lain yang dekat dengan pak Yohan selain bu Widuri. Aden harus tahu, perjalanan mereka untuk menikah tidak mudah. Karena mereka sama-sama tidak mendapat restu baik dari keluarga pak Yohan atau keluarga ibu.”

Ini cerita menarik, sebab aku tidak pernah tahu bagaimana mama dan papa bisa menikah. Dengan status mama yang bukan seorang gadis lajang.

“Waktu itu papa tahu tidak tentang status mama?”

“Tentu saja tahu, Den. Mamanya aden tidak pernah menyembunyikan statusnya. Bahkan bapak pernah mengantar ibu pulang ke Jogja. Bapak sendiri yang bilang sama suami ibu, tentang hubungan mereka.”

“Mang Saeb tahu waktu itu pak Wawan bilang apa?”

“Den … aden jangan menganggap ibu itu bukan perempuan baik-baik yang mudah tergoda laki-laki lain saat jauh dari suami. Ibu itu orang baik, Den.”

Aku tersenyum remeh, semua orang bilang mamaku orang baik. Termasuk mbak Nabila dan pak Wawan. Perempuan baik macam apa yang tega meninggalkan suami dan anaknya demi laki-laki lain? Apa karena papa lebih kaya dan tampan dari pada pak Wawan?

“Mas Hara! Cinta itu datang tanpa bisa dicegah, karena itu karunia Tuhan. Mungkin itu yang terjadi pada mama dan papa mas Hara dulu. Hubungan rumit yang harus mengorbankan banyak pihak untuk bersatu.” mbok Jum menepuk punggung tanganku pelan, aku tahu dia tidak ingin aku berpikir buruk tentang mama dan papa.

“Yang jelas, ibu tidak pernah melupakan anak-anaknya, Den. Ibu rutin kirim uang bulanan untuk mereka, ibu juga kadang-kadang mengunjungi mereka. Maka dari itu, waktu mereka dengar kabar ibu meninggal, mereka segera datang dan membawa pulang jenazah ibu untuk dimakamkan secara muslim. Seperti agama yang ibu anut semasa hidup.”

“Mama dan papa menikah dalam agama apa, Mang?”

Mang Saeb tertawa kecil, lalu menepuk bahuku. Ia menatapku penuh selidik, “kenapa tiba-tiba aden bertanya seperti ini? Apa yang aden lakukan di Jogja? Hem?”

“Selama di Jogja, saya tinggal di rumah pak Wawan, Mang. Pak Wawan dan mbak Nabila mengurus makam mama dengan baik, padahal mama sudah menyakiti mereka.”

Mang Saeb menggeleng tidak setuju, “itulah bentuk ikhlas yang sebenarnya, Den. Ikhlas tanpa kata ikhlas, tapi dilakukan dengan perbuatan yang tulus tanpa mengharap imbalan.”

“Pak Wawan itu orang baik, buktinya beliau mau menerima aden tinggal di rumahnya. Pantas saja aden berubah, jadi lebih manusiawi.” Mang Saeb mengakhiri kalimatnya dengan tawa.

“Mamang pikir selama ini aku tidak manusiawi?”

“Sedikit, Den. Hanya sedikit, aden susah sekali bergaul dengan orang lain, sih.”

Aku mengangkat bahu. Lebih memilih mengambil satu batang rokok, lalu menyulutnya. Kalau sudah begini, biasanya mang Saeb sudah tidak ingin memperpanjang cerita. Meskipun aku masih ingin mendengarnya. Dulu waktu aku kecil, mang Saeb dan mbok Jum sering menceritakan tentang mama dan papa, tapi hanya sebagian kecil. Masih banyak yang ingin kuketahui, masih banyak yang membuatku penasaran.

“Kalau aden ingin tahu bagaimana mama dan papanya aden menikah, aden lihat saja foto mereka. Ada album fotonya, kan?”

Aku baru ingat kalau ada album foto yang menyimpan kenangan masa lalu kami. Mama, papa dan aku waktu kecil. Aku juga baru ingat kalau ada foto mama dan papa dalam bingkai, terpasang pada dinding ruang tamu. Foto berukuran besar saat mama dan papa menikah.

“Mamang di sana, Den. Saat mama dan papa aden mengucap janji suci, pada saat pemberkatan pernikahan ….”

Aku tahu sekarang, bahwa mama dan papa menikah secara nasrani. Jadi mama ….

“Tidak lama setelah menikah, mamang lihat bu Widuri salat di situ,” mang Saeb menunjuk kamar belakang yang sekarang dipakai oleh Soleh untuk tidur.

“Jadi mama pindah agama lagi setelah menikah, Mang?”

Mang Saeb mengangguk, “setiap tahun pak Yohan ikut merayakan idul fitri, bu Widuri juga menyiapkan rumah untuk perayaan natal dan paskah. Mereka bahagia, meskipun hidup berbeda.”

“Tapi, Mas. Saran simbok, kalau mas Hara mau nikah, cari yang seiman sama mas Hara. Perbedaan keyakinan tidak selamanya bisa disatukan, Mas.”

“Sudah kubilang belum kepikiran nikah, Mbok.”

“Ya, kalau memang sudah ada incaran, sebaiknya bawa pulang, Den. Kenalin sama kita. Ya, kan, Mbok?”

“Ha ha ha. Mamang sama simbok bisa pingsan kalau saya bawa pulang wanita.”

“Simbok do’akan, semoga mas Hara menikah sebelum genap kepala tiga.”

Walau tidak setuju, tapi tetap kuaminkan ucapan mbok Jum. Bukankah Tuhan punya rencana untuk setiap makhlukNya? Entah do’a mana yang terkabul, kita hanya tinggal menerima takdir.

Malam itu kami habiskan dengan membicarakan banyak hal. Rasanya sudah lama aku tidak duduk bersama dengan mbok Jum dan mang Saeb seperti ini. Seperti waktu aku masih kecil dulu. Waktu mereka menemaniku mengerjakan tugas sekolah. Atau waktu mereka menemaniku menonton acara televisi.

Malam ini kugunakan kesempatan, sebelum besok aku pergi entah untuk berapa lama. Aku tidak tahu kapan lagi bisa mengobrol dengan mereka, kapan lagi aku punya kesempatan duduk bersama mereka. Dua orang yang sudah kuanggap sebagai orang tuaku sendiri. Mereka ada saat aku kehilangan pegangan, mereka yang menopang, saat aku jatuh dan hampir kehilangan harapan hidup.

“Selama saya pergi, apa Cecilia pernah pulang, Mbok?”

“Tidak, Mas.” mbok Jum menggeleng, “hanya beberapa kali menelpon simbok tanya mas Hara pulang atau tidak.”

“Tetap bersihkan kamarnya, ya, Mbok. Siapa tahu kapan-kapan dia pulang.”

“Beres, Mas.”

“Aden ini, sayang banget sama Non Cecilia.”

“Kalau bukan saya yang perhatikan dia, siapa lagi, Mang? Ibunya saja sudah tidak peduli sama dia.”

Tanpa terasa malam makin larut, tapi tidak ada dari kami yang ingin mengakhiri obrolan. Ada saja yang menjadi topik pembicaraan, selesai satu ganti yang lain. Menyenangkan, aku merasa menjadi diriku sendiri jika sedang bersama mereka.

***

Yogyakarta.

Pesawat yang kutumpangi baru saja mendarat di Yogyakarta International Airport. Aku datang lebih dulu ke kota ini, sengaja mendahului Reyfan dan Aneesha yang baru akan berangkat besok sore. Karena banyak yang harus kuurus.

Tujuan pertamaku adalah, apartemen tempat tinggal Cecilia.

Adik sepupuku itu memberiku pelukan hangat ketika menyambut kedatanganku di depan pintu unitnya. Kuacak rambutnya yang berantakan, dia pasti baru saja bangun tidur.

“Pemotretan sampai tengah malam, baru tidur menjelang pagi.” Kilahnya sembari menggamit lenganku, masuk ke dalam apartemen, “kakak mau minum kopi? Atau sarapan?”

“Ini sudah siang, sarapan juga sudah telat,” aku mendudukkan diri di sofa, sementara Cecilia sibuk di mini bar. Dia meringis, menunjukkan gigi-giginya yang putih dan rapi.

“Kakak kemari, kok, nggak ngabarin?”

“Pengen tahu apa yang kamu lakukan, sampai jarang pulang.”

“Sibuk, Kak. Jadwal penuh,” Cecilia berjalan mendekat dengan membawa secangkir kopi yang masih menguarkan uap panas, lalu meletakkannya di meja.

“Kakak bukannya baru pulang ke Jakarta, ya? Kok, sudah sampai Jogja lagi?”

“Iya. Ada urusan.” Kuusap kepala adik sepupu kesayanganku itu, “kamu apa kabar, Ci?” Panggilan sayangku padanya.

“Baik, Kak. Sangat baik … Ci kangen, deh, sama kakak.” Seperti biasa Cecilia menyandarkan kepala dengan manja di bahuku. Persis seperti anak kecil bertemu dengan ayahnya, "nanti kita jalan, ya, Kak?"

“Nggak bisa, Ci. Kakak nggak bisa lama disini, kakak harus sudah sampai Magelang sore. Jadi kita hanya punya waktu sebentar, maaf, ya."

Cecilia menunjukkan wajah penuh kecewa, tapi sejurus kemudian ia menyeringai. Seperti menemukan sebuah ide cemerlang.

“Kita pesta di sini saja, Kak. Aku pesenin makanan sama minuman, gimana?”

“Oke!”

Sisa siang itu kuhabiskan dengan berpesta bersama Cecilia. Pesta ala kami adalah menghabiskan banyak makanan dan bir sambil berkaraoke ria. Meskipun dengan suara sumbang tak jelas, tapi sukses melepas penat dan beban hidup.

This is my life.

Jika orang lain memandang hidupku sempurna, itu memang benar. Bagiku  tidak perlu memikirkan masa depan, jika dengan hidupku yang sekarang saja aku sudah bahagia. Aku juga bisa membahagiakan orang-orang di sekitarku, untuk apa aku memikirkan hal yang masih abu-abu?

Sama halnya tentang masa depan, aku masih enggan memikirkannya. Sebab bagiku menikah hanya akan membatasi gerakku, punya istri dan anak hanya akan merepotkanku.

Tentang menikah ... mungkin akan kupikirkan nanti, jika aku punya waktu luang. Saat ini aku hanya ingin menikmati hidup seperti yang kumau, hidup semauku ....

.

.

.

Bersambung....

Hai teman-teman ....

Insyaalloh bab selamjutnya akan up tiap 3 hari sekali, do'akan lebih cepat😁

Jadi boleh dong aku minta hadiah😁

Terpopuler

Comments

Emi Wash

Emi Wash

ikhlas itu ilmu tingkat dewa....

2022-08-01

0

안니사

안니사

Wahhhh perjalanan sebenarnya baru akan segera dimulai nih kayaknya, seru seru seru!!!

2021-12-01

1

💐 💞mier🌹❤️

💐 💞mier🌹❤️

hidup itu buat dinikmati....untuk.cari bekal didunia yg lain ....jadi jalani ...nikmati syukuri 🥰🥰🥰
tak perlu repotkan mas hara 😂😂💪

2021-10-02

0

lihat semua
Episodes
1 1. Gunung yang sulit ditaklukkan.
2 2. Sang Raja yang mengabdi sebagai pelayan
3 3. Sebuah Rahasia.
4 4. Calon Imam Idamanku.
5 5. Sister, the Best Partner of my life.
6 6. Menyelesaikan Masalah orang lain.
7 7. Tentang Dia
8 8. Merapah Asa.
9 9. Merapah Asa 2
10 10. Find Something Missing
11 11. Another Job, another experience.
12 12. It's Beautyful to fall in love
13 13. Teman beda level.
14 14. Inikah yang dinamakan Rindu?
15 15. Bidadari dalam balutan gamis syar'i.
16 16. Wrong gift for the wrong man
17 17. This is my life.
18 18. Ngebun-bun Enjang Anjejawah Sonten.
19 19. Traumatic atau Defensif?
20 20. Hari Yang Tidak Biasa.
21 21. Sebuah Ketulusan.
22 22. Balasan Kebaikan.
23 23. Sang Pejuang Cinta Sejati.
24 24. Hampa dalam Asa dan Rasa.
25 25. Seberkas Sinar.
26 26. Perasaan Tersembunyi.
27 27. Tentang rasa dan Asa ku.
28 28. Rindu Tanpa Temu.
29 29. Hati yang Gundah.
30 30. Gejolak Rasa
31 31. Ghufron Al-Ghazali S. Ked.
32 32. Jodoh Pasti Bertemu.
33 33. No Time To Take A Rest
34 34. Kejutan yang Indah.
35 35. Another Surprise.
36 36. Ikhtiar Maksimal.
37 37. Malaikat Tak Bersayap
38 38. Calon Menantu yang Bijaksana
39 39. Takdir Tidak Pernah Salah.
40 40. Akhir dari sebuah Tugas.
41 41. Patah Hati paling tragis.
42 42. Mengikhlaskan yang Harus dikhlaskan.
43 43. Titik Balik
44 44. Terjebak Hujan di Tengah Makam.
45 45. Terjebak Hujan di Makam (2)
46 46. Tentang Masa lalu.
47 47. Satu meja dalam perbedaan.
48 48. Tidak bisa lepas dari rasa bersalah.
49 49. Diantar Pulang.
50 50. Tanda Terima Kasih
51 51. Empaty
52 52. Gundah
53 53. Mengetuk Nurani
54 54. Peduli
55 55. Sengaja Tapi Bukan Rencana
56 56. Drama Bercanda
57 57. Melihat sisi Lemahmu
58 58. Dighosting (lagi)
59 59. Perempuan itu Unik.
60 60. Salah Kira.
61 61. Malu Bukan Karena Mau
62 62. Bersikap Aneh
63 63. Bermain dengan Hati.
64 64. Goyah dalam pengembaraan.
65 65. Jalan Takdir
66 66. Menjalankan Amanah
67 67. Pergi Berdua tanpa Rencana
68 68. 1. Pertemuan Membuka Luka
69 68. 2. Pertemuan Membuka Luka
70 69. Aroma Parfum dan Kenangan
71 70. Pria yang Punya Empaty
72 71. 1.Tentang Arah Pandang
73 71.2. Tentang Arah Pandang
74 72.1. Pertemuan Menyembuhkan Luka
75 72.2. Pertemuan Menyembuhkan Luka
76 73. Ingin Sembuh.
77 74. Malaikat Penolong
78 75. Putri Tidur
79 76. Bukan Karena Rindu
80 77. Luka yang Tak Biasa
81 78. Khawatir
82 79. Debar Kekaguman.
83 80. Mengalah.
84 81. Kaki Seribu bikin Cemburu
85 82. Heart Beat
86 83. Konseling yang Menyenangkan
87 84. Salah Kirim
88 85. Akibat Salah Kirim
89 86. Sikap Impulsif
90 87. Senandung Hati
91 88. Pay With Your Smile
92 89. Praduga Rasa
93 90. Merapah Rasa dalam Hati.
94 91. Merapah Rasa dalam Hati 2
95 92. Menolak Gejolak
96 93. Alasan Temu
97 94. Rindu dan Cemburu
98 95. Tertambat Hati
99 96. Ungkapan Perasaan
100 97. Curiga.
101 98. Rindu Berbalas Cemburu.
102 99. Bukan Saingan
103 100. Let Me Fight to Love You
104 101. Berhak Bahagia
105 102. Mencari jalan-Mu
106 103. The Birthday Surprise
107 104. Harapan dan Do'a yang Berbeda
108 105. Gara-Gara Kado
109 106. Romansa di Ujung Senja
110 107. Bukan Kencan
111 108. Kalau Hati Sudah Bicara
112 109. Sandiwara Amatiran
113 110. Kado Istimewa
114 111. Kado Istimewa part 2
115 112. Batas Toleransi Rasa
116 113. Torehan Kecewa
117 114. Torehan Kecewa 2
118 115. Ungkapan Rasa Terpendam
119 116. Titik Balik
120 117. Buah sebuah Kesalahan
121 118. Nasehat kakak
122 119. Perubahan Hara
123 120. Rasa yang Telah Tumbuh
124 121. Membalut Luka.
125 122. Menuntaskan Rindu
126 123. Secangkir Kopi untuk Membuka Sekat
127 127. Firasat
128 128. Terkuak
Episodes

Updated 128 Episodes

1
1. Gunung yang sulit ditaklukkan.
2
2. Sang Raja yang mengabdi sebagai pelayan
3
3. Sebuah Rahasia.
4
4. Calon Imam Idamanku.
5
5. Sister, the Best Partner of my life.
6
6. Menyelesaikan Masalah orang lain.
7
7. Tentang Dia
8
8. Merapah Asa.
9
9. Merapah Asa 2
10
10. Find Something Missing
11
11. Another Job, another experience.
12
12. It's Beautyful to fall in love
13
13. Teman beda level.
14
14. Inikah yang dinamakan Rindu?
15
15. Bidadari dalam balutan gamis syar'i.
16
16. Wrong gift for the wrong man
17
17. This is my life.
18
18. Ngebun-bun Enjang Anjejawah Sonten.
19
19. Traumatic atau Defensif?
20
20. Hari Yang Tidak Biasa.
21
21. Sebuah Ketulusan.
22
22. Balasan Kebaikan.
23
23. Sang Pejuang Cinta Sejati.
24
24. Hampa dalam Asa dan Rasa.
25
25. Seberkas Sinar.
26
26. Perasaan Tersembunyi.
27
27. Tentang rasa dan Asa ku.
28
28. Rindu Tanpa Temu.
29
29. Hati yang Gundah.
30
30. Gejolak Rasa
31
31. Ghufron Al-Ghazali S. Ked.
32
32. Jodoh Pasti Bertemu.
33
33. No Time To Take A Rest
34
34. Kejutan yang Indah.
35
35. Another Surprise.
36
36. Ikhtiar Maksimal.
37
37. Malaikat Tak Bersayap
38
38. Calon Menantu yang Bijaksana
39
39. Takdir Tidak Pernah Salah.
40
40. Akhir dari sebuah Tugas.
41
41. Patah Hati paling tragis.
42
42. Mengikhlaskan yang Harus dikhlaskan.
43
43. Titik Balik
44
44. Terjebak Hujan di Tengah Makam.
45
45. Terjebak Hujan di Makam (2)
46
46. Tentang Masa lalu.
47
47. Satu meja dalam perbedaan.
48
48. Tidak bisa lepas dari rasa bersalah.
49
49. Diantar Pulang.
50
50. Tanda Terima Kasih
51
51. Empaty
52
52. Gundah
53
53. Mengetuk Nurani
54
54. Peduli
55
55. Sengaja Tapi Bukan Rencana
56
56. Drama Bercanda
57
57. Melihat sisi Lemahmu
58
58. Dighosting (lagi)
59
59. Perempuan itu Unik.
60
60. Salah Kira.
61
61. Malu Bukan Karena Mau
62
62. Bersikap Aneh
63
63. Bermain dengan Hati.
64
64. Goyah dalam pengembaraan.
65
65. Jalan Takdir
66
66. Menjalankan Amanah
67
67. Pergi Berdua tanpa Rencana
68
68. 1. Pertemuan Membuka Luka
69
68. 2. Pertemuan Membuka Luka
70
69. Aroma Parfum dan Kenangan
71
70. Pria yang Punya Empaty
72
71. 1.Tentang Arah Pandang
73
71.2. Tentang Arah Pandang
74
72.1. Pertemuan Menyembuhkan Luka
75
72.2. Pertemuan Menyembuhkan Luka
76
73. Ingin Sembuh.
77
74. Malaikat Penolong
78
75. Putri Tidur
79
76. Bukan Karena Rindu
80
77. Luka yang Tak Biasa
81
78. Khawatir
82
79. Debar Kekaguman.
83
80. Mengalah.
84
81. Kaki Seribu bikin Cemburu
85
82. Heart Beat
86
83. Konseling yang Menyenangkan
87
84. Salah Kirim
88
85. Akibat Salah Kirim
89
86. Sikap Impulsif
90
87. Senandung Hati
91
88. Pay With Your Smile
92
89. Praduga Rasa
93
90. Merapah Rasa dalam Hati.
94
91. Merapah Rasa dalam Hati 2
95
92. Menolak Gejolak
96
93. Alasan Temu
97
94. Rindu dan Cemburu
98
95. Tertambat Hati
99
96. Ungkapan Perasaan
100
97. Curiga.
101
98. Rindu Berbalas Cemburu.
102
99. Bukan Saingan
103
100. Let Me Fight to Love You
104
101. Berhak Bahagia
105
102. Mencari jalan-Mu
106
103. The Birthday Surprise
107
104. Harapan dan Do'a yang Berbeda
108
105. Gara-Gara Kado
109
106. Romansa di Ujung Senja
110
107. Bukan Kencan
111
108. Kalau Hati Sudah Bicara
112
109. Sandiwara Amatiran
113
110. Kado Istimewa
114
111. Kado Istimewa part 2
115
112. Batas Toleransi Rasa
116
113. Torehan Kecewa
117
114. Torehan Kecewa 2
118
115. Ungkapan Rasa Terpendam
119
116. Titik Balik
120
117. Buah sebuah Kesalahan
121
118. Nasehat kakak
122
119. Perubahan Hara
123
120. Rasa yang Telah Tumbuh
124
121. Membalut Luka.
125
122. Menuntaskan Rindu
126
123. Secangkir Kopi untuk Membuka Sekat
127
127. Firasat
128
128. Terkuak

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!