...Indahnya jatuh cinta....
...🌸Setiap hal yang dilakukan oleh orang yang sedang jatuh cinta selalu menarik, apalagi ketika sepasang muda-mudi merajut asa, merangkai rencana.🌸...
Rinjani Jenar Adhitama.
Pertama kali aku bertemu mas Ghufron, kukira dia laki-laki kaku yang sulit diajak bercanda. Sebab jarang sekali kulihat mas Ghufron bercanda atau bicara basa-basi dengan teman-temannya.
Tapi setelah kami sering jalan dan ngobrol ternyata mas Gufron adalah orang yang asyik. Bisa membawa diri dalam setiap suasana. Bisa menempatkan diri dengan luwes, bisa bergaul dengan siapa saja.
Kalau di komunitas dia bisa bersikap sebagai pemimpin yang baik. Kalau sedang bersama teman-temannya, dia bisa menjadi pendengar yang baik. Kalau sedang bersamaku, dia berubah menjadi sosok yang tak terduga. Kadang teman, kadang kakak, kadang guru, kadang posesive dan sok menasehati seperti ayah.
Kami memang belum pernah jalan berdua, tapi interaksi kami sudah cukup dikatakan akrab. Sebab mas Ghufron sering menyambangiku, atau mengajakku pergi keluar untuk sekedar melepas penat. Kami selalu pergi bertiga, dengan Nalini.
Apa yang kami lakukan ketika pergi keluar? Diskusi. Kami mendiskusikan tentang apa saja. Kadang masalah tugas kuliahku, tesis mas Ghufron, tugas sekolah Nalini, atau hal sepele seperti rasa makanan yang kami pesan, jika sedang makan di rumah makan.
Siang menjelang sore itu, kami bertiga sedang menikmati makanan di sebuah rumah makan. Kami sengaja keluar, sebab di rumah tidak ada orang. Om Dito dan istrinya sedang berkunjung ke rumah mertua di Banjar negara. Anak-anak tentu saja ikut. Otomatis aku di rumah sendirian.
Biasanya aku pulang ke Magelang, jika om Dito sekeluarga sedang pergi. Karena tugas kuliah menumpuk, aku memilih tinggal di rumah sendirian.
Tak mau menjadi fitnag, mas Ghufron mengajakku keluar bersama Nalini. Kami memutuskan untuk singgah di sebuah rumah makan sebab tak menemukan ide mau kemana. Paling gampang, ya, ngobrol sambil makan.
Kami cukup nyaman disini, di rumah makan paling merakyat di kota ini. Dengan spanduk bertuliskan 34 sambal, 28 lauk, 14 sayuran, 28 minuman.
Sebagai mahasiswa tingkat akhir yang hidup di kalangan biasa saja, mas Ghufron hanya bisa mengajakku makan di rumah makan yang harganya sesuai kantong. Tidak masalah bagiku, sebab aku pun sudah biasa hidup sebagai rakyat jelata. Bukan seorang tuan putri seperti kakakku.
Kami sedang berdiskusi tentang rencana pembukaan cafe dan membuat peta rencana masa depan saat itu. Mas Ghufron menjelaskan dengan berapi-api mengenai cara agar kita bisa fokus mewujudkan mimpi.
Di atas meja, berkas bertuliskan rencana denah cafe berserakan. Tapi mas Ghufron lebih tertarik membicarakan hal lain.
“Jadi gini, Nduk. Sertiap orang pasti punya impian, kalau sudah dipikirkan bisa jadi rencana. Kalau sudah disusun rencananya, terus diupayakan bisa menjadi tujuan.”
Awalnya aku tidak terlalu tertarik mengenai tujuan hidup. Tapi ketika mas Ghufron menjelaskan, seketika pemikiranku berubah. Aku yang selama ini tidak terlalu mengambil pusing tentang rencana masa depan, mulai tertarik karena yang diutarakan mas Ghufron membuatku bersemangat.
“Nalini saja sudah punya dream book, ya, Lin?" Nalini mengangguk, kemudian mas Ghufron beralih menatapku, "Kamu juga harus punya, Nduk. Biar hidup kamu terarah, jadi tidak ada waktu yang terbuang percuma.”
“Ingat, Nduk. Waktu itu sangat berharga. Hasan Al-Bashri pernah mengatakan, wahai manusia, sesungguhnya kalian hanyalah kumpulan hari. Setiap kali satu hari hilang, maka akan hilanglah sebagian dirimu.”*
“Kamu tentu tahu hadist yang diriwayatkan oleh imam Bukhari, Tirmidzi dan Ibnu Majjah tentang waktu. Begini bunyinya: Nabi Muhammad SAW bersabda, dua nikmat yang banyak manusia tertipu di dalamnya keduanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang.”
“Ada lagi sebuah hadist riwayat imam Nasai dan Baihaqi. Pasti banyak yang hafal karena sudah dijadikan lagu dan dinyanyikan oleh grup Raihan. Tahu, kan, Nduk?”
Aku menjentikkan jari, sebab sangat tahu dan hafal lagu yang dimaksud. “Demi masa, kan, Mas?”
“Betul! 100 buat kamu. Coba liriknya bagaimana?”
“Demi masa, sesungguhnya manusia kerugian. Melainkan yang beriman dan yang beramal soleh. Ingat 5 perkara sebelum 5 perkara. Sehat sebelum sakit, muda sebelum tua, kaya sebelum miskin, lapang sebelum sempit-”
“Stop!”
Masih ada satu kalimat yang belum sempat kukatakan, tapi sepertinya mas Ghufron ingin menjelaskan sesuatu.
“Nah! Lapang sebelum sempit itu artinya waktu luang sebelum sibuk. Nah, sudah jelas, kan? Kenapa kita harus memanfaatkan waktu sebaik mungkin? Agar hidup tidak sia-sia, seperti bait terakhir lagu itu, hidup sebelum mati.”
“Tapi, Mas. Bukannya tanpa rencana seperti yang mas sampaikan tadi pun kita tetap bisa memanfaatkan waktu dengan baik?”
“Coba buktikan kalau kamu bisa memanfaatkan waktu dengan baik tanpa membuat rencana seperti yang mas jelaskan tadi? Misalnya hari ini, kamu pasti tidak punya rencana apa-apa, kan? Sebutkan yang kamu lakukan dari mulai bangun tidur sampai saat ini? Ada tidak waktu yang terbuang percuma?”
Aku diam. Coba mengingat apa yang kulakukan dari bangun jam 3 dini hari tadi sampai sekarang. Dan aku hanya bisa tersenyum simpul tanpa menjawab pertanyaan mas Ghufron. Sebab seharian aku hampir tidak melakukan apa-apa. Bahkan baju kotorku saja belum kucuci padahal sudah dua hari. Kebiasaan burukku, menumpuk pakaian kotor sampai menggunung, padahal bisa langsung dicuci setiap hari.
“Ada tidak waktumu sehari ini yang terbuang percuma? Pasti banyak, kan?”
“Malah hampir semua waktu terbuang percuma, Mas.”
“Kalau begitu, mulai besok buat rencana, ya! Kalau ribet bikin jadwal harian, bikin saja mingguan atau bulanan. Goals apa yang ingin kamu capai bulan ini, tulis di buku atau kertas. Letakkan di tempat yang bisa kamu lihat setiap saat, biar kamu ingat. Apa yang harus kamu lakukan agar tujuan kamu tercapai.”
“Iya, Mas. Besok saya buat.”
Aku menyeruput jus jambu yang tersisa setengah gelas sambil bernapas lega. Ternyata begini rasanya berbincang dengan orang yang tepat. Perbincangan yang awalnya kukira berat ternyata ringan dan mudah dipahami.
Siang itu aku juga belajar dengan Nalini bagaimana membuat dream book. Adik mas Ghufron itu memperlihatkan dream booknya yang membuatku ternganga. Dia sudah punya goals sampai 10 tahun ke depan, sedangkan aku goal untuk hari esok saja belum terpikirkan. Dasar aku yang plegmatis, tak pernah punya cita-cita.
Cukup lama kami berdiskusi tentang rencana masa depan, goals, cita-cita dan tujuan hidup yang bagiku semua itu tadinya tidak terlalu penting. Bukankah takdir setiap manusia sudah tertulis di dalam kitab lauh mahfudz sejak 50 ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi?©️
Bukankah sudah ditetapkan takdir umri saat kita masih berbentuk janin usia 4 bulan dalam kandungan ibu?®️ Lalu untuk apa aku harus punya cita-cita kalau takdir sudah diatur oleh yang Maha menguasai hidup?
Ah! Rupanya aku lupa kalau ada takdir yang bisa diubah, dan hanya kita yang bisa mengubah. Dengan usaha, ikhtiar dan do’a kita bisa mengubah takdir, atas ijin Alloh.™️
Aku bukannya tidak tahu, jika siang itu ada pak Hara tak jauh dari tempat kami duduk. Aku bukan tidak tahu jika pak Hara sengaja mengarahkan ponsel untuk memindai kami bertiga.
Tadinya aku tidak mau peduli, sebab kulihat pak Hara sedang berbincang dengan seorang perempuan berjilbab. Pak Hara juga menurunkan keranjang berisi sayuran segar dan beberapa karung beras. Menggelikan, pikirku. Sejak kapan pak Hara jadi kuli angkut barang coba? Kemana jas dan dasi yang beberapa minggu lalu masih kulihat, menjadi dresscode andalan setiap hari.
Pak Hara yang kukenal, penampilannya selalu rapi khas eksekutif kelas atas. Bukan pria berkaos oblong dengan rambut tanpa pomade seperti yang sedang kulihat ini. Dan aku bukan satu-satunya orang yang menyadari kehadiran pak Hara siang itu.
“Nduk! Bukannya itu orang yang antar kamu ke toko buku, waktu kita ketemu di Jakarta, ya?”
Aku menoleh, mengikuti arah pandang mas Ghufron. Kami sedang mengemasi barang-barang hendak pulang. Ternyata mas Ghufron menyadari kehadiran pak Hara.
Entah mengapa, aku merasa tidak nyaman, merasa gerakku sedang diawasi. Ditambah kalimat mas Ghufron selanjutnya yang sukses membuatku naik darah.
“Aku sering lihat orang itu di sekitar kampus. Tempo hari kata Rosyid, orang itu mencariku. Tapi kami belum pernah bicara satu sama lain, kukira dia salah orang.”
Membuatku mengambil langkah cepat ketika mas Ghufron sedang membayar di kasir. Kuhampiri pak Hara, ia sedang berdiri di samping mobil pickup bak terbuka.
Tanpa basa-basi dan permisi aku bertanya ketus padanya, “pak Hara ngapain disini?”
Dia menjawab pertanyaanku sambil menunjuk mobil pickup di belakang punggung, “bisnis.”
Ingin tertawa rasanya mendengar jawaban pak Hara, totalitas banget sandiwaranya. Mana mungkin seorang pak Hara berbisnis sendiri, meninggalkan kak Reyfan yang sudah sejak kecil diekorinya.
“Pak Hara disuruh ayah atau kakak buat ngawasin aku?” aku bahkan tidak mengijinkan pak Hara menjawab, kuhujani dengan kalimat bernada marah dan ketus, “katakan pada siapapun yang suruh, jenar bukan anak kecil yang harus selalu diawasi.”
Aku berlalu setelah menumpahkan kekesalanku pada pak Hara, karena merasa diawasi. Entah sebenarnya aku kesal pada pak Hara atau siapapun yang menyuruhnya. Tentu saja aku tahu jika pak Hara pasti hanya disuruh. Tidak mungkin punya inisiatif sendiri mengawasiku. Untuk apa?
Kuhampiri mas Ghufron dan Nalini yang telah berdiri menungguku di pintu keluar rumah makan. Sudah ada taksi online yang dipesan mas Ghufron disana. Kami pergi dari rumah makan tersebut, sempat kulihat mas Ghufron mengangguk kepada pak Hara. Ah! Kenapa kamu sopan sekali, Mas? Padahal orang itu telah membuatku kesal.
Dalam perjalanan pulang mas Ghufron berbicara meski dengan nada biasa tapi sepertinya ia sedang berusaha mengembalikan suasana hatiku yang sedang kesal.
“Siapapun dia, pasti ingin yang terbaik untuk kamu, Nduk. Mas nggak masalah diawasi, kok. Malah senang, artinya ada seseorang disana yang sangat sayang sama kamu. Takut mas nyakitin kamu, berbuat tidak sopan atau manfaatin kamu.”
Aku menghembuskan napas panjang, mas Ghufron selalu melihat suatu persoalan dari segala sisi, baik dan buruk. Selalu berpikir positif tidak pernah menaruh rasa curiga terhadap orang lain.
Yang hampir sempurna seperti ini, mungkin sudah jarang ada di dunia. Alhamdulillah aku dipertemukan dengan manusia langka seperti mas Ghufron.
“Sudah jangan kesal, nanti kita sambung ngobrol lewat chat, ya?” Ucap mas Ghufron ketika kami sudah sampai di rumah om Dito, dan mereka pamit pulang.
Aku mengangguk tanda setuju. Kulepas mas Ghufron dan Nalini pergi, dengan hati yang sudah sedikit luluh dari kekesalan. Mencoba melupakan siapa yang menyuruh pak Hara, mencoba berpikir positif, siapapun dia, pasti ingin menjagaku. Seperti kata mas Ghufron.
Malam hari saat aku sedang mempelajari kembali apa yang diajarkan mas Ghufron. Mengingat cara menulis impian pada dream book seperti yang diceritakan Nalini. Juga memikirkan tentang apa keinginan dan harapan yang ingin kuraih, notifikasi pesan masuk ke ponselku.
Tidak lain tidak bukan, dari mas Ghufron. Kami terbiasa berkirim kabar lewat pesan singkat pada malam hari, menjelang tidur. Kata mas Ghufron sih, biar bisa ketemu di alam mimpi.
Mas Ghufron ini tipe laki-laki romantis yang kadang kata-kata recehnya bisa membuatku tersenyum. Saat kami saling berbalas pesan singkat, atau sedang bertemu di kampus. Lihatlah pesan singkat yang ia kirimkan malam ini. Receh, tapi membuatku tersenyum-senyum sebelum tidur.
Mas Ghufron itu tidak ganteng-ganteng amat, nggak tinggi-tinggi banget. Proporsionallah sebagai laki-laki. Tapi punya pesona lain yang membuat setiap wanita mudah jatuh hati padanya, termasuk diriku.
Bagaimana tidak jatuh hati kalau tiap pagi dikirimi puisi dan tiap malam diberi kata-kata manis meski hanya lewat pesan singkat? Bisa melengkungkan senyum, kalau aku sedang membaca pesan singkat yang ia kirimkan.
Seperti inikah rasanya jatuh cinta? Disaat hati dan pikiran bisa melupakan segalanya demi dia yang sedang bertahta. Disaat pikiran selalu condong oleh satu nama. Disaat setiap untaian do’a selalu ingin menyebut namanya.
Ya, Alloh … aku berlindung kepadaMu dari rasa cinta berlebihan yang menyesatkan. Aku berlindung kepadaMu dari perasaan yang menghanyutkan, sehingga aku lebih menahtakan dia dibandingkah Engkau. Lindungilah aku, ya Alloh! Dari menyebut namanya, sebelum menyebut namamu, dari mencintainya yang tidak mencintaiMu. Aamiin.
Kutangkupkan kedua telapak tangan pada wajah. Kuletakkan ponsel di atas meja belajar, menyimpan hasil tugasku pada sebuah folder, lalu kumatikan daya dan menutup layar laptop. Sudah terlalu malam, waktunya istirahat agar esok aku bisa menyambut hari baru dengan semangat baru. Harapan tentang masa depan yang baru juga ….
.
.
.
.
Bersambung ....
Note :
Diambil dari sumber NU online. Kutipan artikel tentang menyia-nyiakan waktu.
©️Rasulullah SAW bersabda, bahwa Alloh menuliskan ketentuan semua makhlukNya sejak 50.000 tahun sebelum menciptakan langit dan bumi. ( HR Muslim).
®️Takdir umri merupakan takdir yang ditetapkan Alloh bagi janin berusia 4 bulan dalam kandungan. Dalam ketetapan tersebut telah dituliskan mengenai kebahagiaan dan kesengsaraan, ajal, amal hingga rejekinya.
"Sesungguhnya salah seorang dai kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal darah seperti itu pula (empat puluh hari). Kemudian menjadi segumpal daging seperti itu pula, kemudian Dia mengutus seorang malaikat untuk meniupkan ruh padanya, dan diperintahkan (untuk menulis) dengan empat kalimat: untuk menulis rejekinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagia(nya). (HR Bukhari, Muslim dan Ibnu majjah).
Hai Readers tersayang sekebon pete ... hehe.
Sesuai yang sudah saya tukis di bab sebelumnya, komen diatas 100 up bab baru. Nah, untuk bab ini saya minta 200 komen selain up, lanjut, bagus dan next. Baru aku up bab selanjutnya.
Angel men, sih, Thor? (pake logat pekalongan bacanya, haha).
Biarin, dari pada aku minta 100 vote hayo?
Oya, karena bab mulai sensitif, Saya minta jadilah pembaca bijak ya. Tetap sayangi saya, eh? Maksudnya pak Hara apapun yang dia tempuh.
Ono part nangise ora kiro-kiro, Thor?
Ehm ... belum ... nanti pasti ada. Entah nangis bahagia atau sedih. he he.
Sudah, ya. semoga selalu diberi kesehatan dan kelapangan rejeki bagi kita semua. aamiin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Emi Wash
mas ghofrun calon imam idola....
2022-08-01
0
Lheea Amelia
membaca sambil belajar karena di setiap kalimatmu ada tutur kata yang baik. rugi deh yang g baca novel ini....
2022-07-31
0
Parti
suami impian jenar adalah mas ghufron tp kenapa jenar malah nikah sama hara ?? Tuhan pasti punya rencana lain sama kamu jen 😌
2022-06-01
0