7. Tentang Dia

...*Saat rasa berubah menjadi asa, segala yang ada di dalam benak akan tertju tentang dia.*...

Jenar.

Ini benar-benar akan menjadi liburanku yang paling berbeda. Lain dari pada yang lain. Sebab biasanya aku liburan dengan berkumpul bersama keluarga, main bersama teman, atau bertamasya ke tempat wisata yang indah. Kali ini aku liburan dengan tinggal di rumah kakakku.

Ya, hanya tinggal di rumah kakakku, tidak kemana-mana.

Terkesan biasa saja, tapi nyatanya aku benar-benar bisa merefresh otak dan tenagaku. Aku sepenuhnya menikmati masa liburan. Tanpa memikirkan pekerjaan rumah, atau tugas kuliah. Disini aku merasakan hidup yang serba dilayani, difasilitasi.

Dan jangan salah. Di rumah kakakku, mau apa saja ada. Mau nge-gym atau renang tidak usah keluar rumah, ada fasilitasnya disini. Koleksi buku kakakku juga banyak, nggak bakal bosen habisin waktu buat baca buku.

Atau mau nonton televisi serasa nonton bioskop juga bisa. Dengerin musik dari audio paling mutakhir yang baru kali ini kulihat juga bisa.

Rumah ini seperti disiapkan agar penghuninya betah tinggal di rumah. Karena fasilitas lengkap sudah ada, tak perlu keluar rumah.

Meskipun disini semua kebutuhanku sudah disediakan, tentu saja aku tetap berpegang pada etika menginap di rumah orang.

Kata bunda, saat menginap di rumah orang lain, biar saudara sekalipun, jangan berpangku tangan! Bantu pekerjaan rumah sebisanya. Dan semua nasehat bunda selalu kuingat, kulakukan selama tidak memberatkan.

Sore ini, tidak seperti biasanya. Jika biasanya aku hanya duduk manis di depan televisi, atau menemani kak Aneesha di studio pribadinya. Maka ini diluar kebiasaan, kak Aneesha sibuk di dapur sejak siang tadi sampai sekarang. Katanya dia ingin memasak udang asam manis dan cumi saus tiram, kesukaan suaminya.

Meski bibi Sri dan mbak Lia sudah melarang, karena mereka juga bisa memasak apapun yang diinginkan kak Aneesha. Tapi rupanya kakakku ini sedang ingin turun tangan sendiri.

“Nanti kalau tangan princes jadi kasar bagaimana?” Seloroh mbak Lia ketika kak Aneesha mengambil udang dan ingin membersihkannya sendiri. Mbak Lia segera mengambil alih, “biar sama saya saja. Mbak Aneesha tinggal masak.”

“Tumben princes pengen masak sendiri? Nanti tangannya bau bawang, lho.” Bibi Sri ikut berseloroh, "nanti mas Reyfan marah sama bibi, lho."

Sejak tinggal di jakarta, kak Aneesha memang jarang memasak. Tidak seperti dulu waktu tinggal di Surabaya, aku dan kakak bergantian membantu bunda masak. Walaupun lebih sering aku yang bantu bunda dari pada kakak.

Karena kakak lebih suka mencuci baju dari pada masak. Kalau mencuci baju, nggak ada yang protes keasinan atau kurang garam, atau terlalu manis. Jadi kak Aneesha tidak suka masak sejak dulu, karena tidak suka diprotes.

Praktis setelah tinggal di rumah sendiri, kakak makin jarang masuk ke dapur. Lagi pula sudah ada asisten rumah tangga, urusan masak bukan lagi prioritas bagi kak Aneesha.

Tadi pagi, tiba-tiba kak Aneesha menghampiriku di kamar. Minta ditemani ke pasar, padahal bisa saja dia minta mbak Lia belanja. Memang hari ini kakak sedang tidak seperti biasanya.

“Mungkin bawaan bayi, ikuti saja.” Kata bibi Sri padaku tadi, sebelum kami ke pasar.

Aku sedang mengulek bumbu dan cabe untuk membuat sambal baby cumi. Kalau yang ini masakan kesukaanku. Aku bisa habisin nasi se bakul kalau ada sambal baby cumi sebagai lauk. Kebetulan tadi waktu belanja ada baby cumi fresh, jadi aku bisa masak menu favoriteku ini.

Kak Aneesha yang baru saja memasukkan udang ke dalam wajan berisi tumisan bumbu, tiba-tiba menutup mulut. Segera kuletakkan munthu (ulekan yang terbuat dari batu alam), menghampiri kak Aneesha yang hampir terhuyung.

“Kakak kenapa?” Kupegang kedua bahu kakakku, menopangnya agar tidak jatuh.

“Nggak tahu, nih. Tiba-tiba pusing …,” kak Aneesha memegang pelipis, memejamkan mata sebentar sambil menggelengkan kepala pelan. Lalu mendesis dengan dahi berkerut dalam.

“Duduk dulu, Kak!” Kubimbing kak Aneesha, menuju kursi yang terletak di dapur. Mengalihkan perhatian bibi Sri dan mbak Lia yang sedang sibuk dengan aktivitas masing-masing.

“Mbak Aneesha kenapa?” Mbak Lia menghampiri dengan mimik wajah panik.

“Kak Neesha pusing katanya, Mbak." Jawabku.

Kak Aneesha duduk sembari memijat pelipis, dahinya berkerut makin dalam tanda menahan sakit. Kuulurkan tangan, memberi pijatan pada tengkuk kakakku, mungkin bisa sedikit membantu meredakan pusing.

“Sudah! Istirahat saja! Pasti kecapekan itu.” dari kejauhan bibi Sri berkata, “perempuan hamil memang lebih sering capek, badannya lemah. Apalagi masih trimester awal.”

“Tapi masaknya belum selesai, Bi.” Sanggah kak Aneesha. Dia memang pantang meninggalkan pekerjaan, jika belum selesai.

“Biarin bibi sama saya yang selesaikan. Jenar antar mbak Aneesha ke kamar, ya! Takut nanti malah pingsan disini, bisa kena marah semua sama mas Reyfan.” ucap mbak Lia dengan nada takut yang dibuat-buat.

“Iya, Kak. Yuk, ke kamar!”

Kupaksa kak Aneesha yang masih ragu untuk beranjak. Kubimbing dia keluar dari dapur, sebab wajahnya sudah mulai memucat. Benar kata mbak Lia, bisa pingsan kak Aneesha kalau keadaannya seperti ini.

Baru saja kami melewati ruang makan, suara derap langkah terdengar. Bersamaan dengan gumaman orang sedang bicara.

“Kakak kamu kenapa, Jen?” Ternyata kak Reyfan dan Pak Hara yang datang.

“Tadi kami sedang masak, tiba-tiba kak Neesha pusing katanya.” Jawabku menjelaskan.

“Aduh! Aneh-aneh,sih, masak segala. Biasanya juga tinggal suruh. Memangnya bibi Sri sama mbak Lia kemana sampai kalian yang masak? Heem?” Tanya kak Reyfan, ada nada khawatir yang kutangkap dari suaranya.

Kak Reyfan mengambil bahu kak Aneesha, segera aku bergeser, memberi akses padanya. Kak Reyfan tidak memedulikan rasa capek, karena khawatir dengan keadaan istrinya. Padahal dia baru saja pulang kerja.

“Biar aku yang bawa Aneesha ke kamar. Kamu tolong bilang ke Lia suruh dia buatkan kopi untuk Hara, ya, Jen!”

Aku mengangguk, tanpa menjawab. Kulihat kak Reyfan dengan penuh hati-hati dan sayang membimbing kak Aneesha menaiki satu per satu anak tangga. Sungguh definisi pasangan romantis tanpa kata-kata puitis. Ah! Kak Aneesha pasti bahagia punya suami pengertian seperti kak Reyfan.

“Sudah kubilang, kan? Kalau pengen makan sesuatu, tinggal suruh bibi Sri masak. Kalau bibi Sri atau Lia nggak bisa masakin, tinggal beli.”

“Aku, tuh, pengen masak buat kakak. Masa jadi istri belum pernah masakin suaminya.”

“Tapi kamu lagi hamil, sayang. Jangan capek-capek. Lagi pula kalau tangan kamu kena minyak atau air panas gimana? Nanti melepuh, jadi kasar tangan princes nggak mulus lagi.”

“Ihh! Kakak lebay!”

Tentu saja aku mendengar semua yang dibicarakan kak Aneesha dan suaminya. Mungkin kak Reyfan hanya bercanda, tapi peehatiannya bukan sandiwara.

“Ha ha ha. Tuh! Tangan kamu bau bawang. Jilbab kamu bau nggak enak. Baju sama badan kamu … aduh! Kumandiin, ya!”

“Kakak, iihh!”

Kudengar kak Reyfan tertawa, sedangkan kak Aneesha mencubit pinggang suaminya berkali-kali. Mungkin kak Aneesha kesal karena kak Reyfan menggodanya. Mereka romantis sekali, bukan? Membuatku iri saja.

“Hati-hati jalannya, atau mau kugendong?”

“Kakak apa-apaan, sih. Aku cuma hamil, bukan cedera kaki.”

“Ya, nggak apa. Gendong istri hamil dapat pahala nggak, sih?”

“Kakak! Jangan keras-keras, ah! Malu didengar mereka.”

Aku tahu kak Aneesha melirik ke belakang, ke tempatku dan pak Hara. Kami berdua masih berdiri di bawah anak tangga, menyaksikan adegan romantis sepasang suami istri itu.

Membuatku ingin berteriak, “hei! Ada anak dibawah umur, nih! Jangan ngomong mesra-mesraan, dong.”

“Ha ha ha. Kamu biar belajar, Jen. Besok kalau udah nikah, nggak kaget digombalin suami.”

“Kakak! Adikku belum mau nikah, kuliah aja baru mau masuk tahun kedua.”

“Eh! Siapa tahu, besok dilamar sama Ghufron langsung disetujui sama ayah. Niat baik harus disegerakan. Ya, kan, Jen?”

“Terserah kalian aja, deh. Jenar masih belum cukup umur ngomongin nikah.”

Aku membalikkan badan, mengambil langkah, berlalu dari suasana romantis yang membuatku iri. Meskipun masih kudengar suara kak Aneesha dan suaminya berdebat tentangku.

Lebih baik aku ke dapur menyelesaikan masakan yang ditinggal oleh kak Aneesha. Kali ini aku tidak mau membuatkan kopi untuk pak Hara lagi. Aku tahu dia tidak suka kopi buatanku, biar mbak Lia saja yang buat.

Dalam hati aku berharap, semoga jika aku menikah nanti suamiku juga perhatian seperti kak Reyfan. Memikirkan tentang itu, aku jadi ingat dengan mas Ghufron.

***

Kami makan malam berempat, tidak seperti biasanya yang hanya bertiga. Ini kali pertama selama aku tinggal disini, pak Hara ikut makan malam bersama.

Sepertinya kak Reyfan masih punya urusan serius dengan pak Hara, sehingga dia belum diperbolehkan pulang. Dan perbincangan mereka di meja makan pun masih seputar pekerjaan yang tak kupahami.

“Pertemuan dengan Mr. Gerald tadi bagaimana, Kak?” Tanya kak Aneesha kepada suaminya.

“Lancar, dong. Berjalan seperti rencana kita. Semuanya beres, selama ada Hara. Dia selalu menjadi the best negosiator.” Jawab Kak Reyfan memuji asisten pribadinya.

Pak Hara seperti biasanya, memasang wajah datar. Padahal kak Reyfan memujinya berkali-kali.

“Oya, Jen. Tempo hari Ghufron bilang ingin mulai usaha. Dia bisa belajar sama Hara, kalau dia sungkan bertanya padaku. Sebagai pemula, Ghufron pasti butuh bimbingan.”

Kak Reyfan memang baik, sampai ingat obrolan dengan mas Ghufron tempo hari. Memang mas Ghufron sedang ingin mulai usaha. Katanya demi masa depan kami, so sweet, kan?

“Aku harus sudah punya usaha sendiri sebelum lulus. Jadi waktu melamar kamu, aku bisa bilang kalau aku sudah punya penghasilan sendiri. Supaya orang tuamu yakin melepas putrinya untuk menjadi istriku.” Begitu ucapnya padaku. Juga yang diceritakan kepada kak Reyfan.

“Baru rencana, sih. Aku ingin buka cafe dengan konsep tempat yang jadi satu dengan toko buku. Nanti kamu yang cari nama, ya?”

Sepertinya mas Ghufron memang sedang menyiapkan bekal masa depan. Membuatku makin kagum saja padanya dan yakin akan kesungguhannya. Selain tampan, dia juga pintar, bertanggung jawab dan insyaAlloh soleh. Siapa saja beruntung bisa menjadi istrinya.

Ah! Kenapa aku jadi memikirkan mas Ghufron. Padahal dia jauh dari pandangan. Akhir-akhir ini memang aku sering melamunkan tentang dia. Apapun yang kulakukan sering berakhir dengan memikirkannya.

Mas Ghufron yang kukagumi sejak pertama kali kumelihatnya, namun tidak kuasa aku mengatakannya. Dia yang sudah membuatku tertarik karena pribadinya yang santun dan pembawaannya yang luwes.

Kini ketika gayung bersambut, ternyata rasa yang kurasakan padanya sama seperti yang ia rasakan terhadapku. Kami pun merajut asa, mengukir mimpi tentang masa depan yang indah bersama.

Meski baru rencana, meski baru sebatas asa. Tapi yang dilakukan mas Ghufron, cukup untuk menumbuhkan benih dalam hati. Memupuk akar hingga kuncup bunga cinta mekar kian bersemi.

Mas Ghufron membuatku berpikir, aku harus punya cita-cita dan rencana pula. Dia memberiku semangat baru untuk menapaki kehidupan yang mungkin akan sedikit terjal.

Mas Ghufron mampu mengubah gadis plegmatis sepertiku menemukan gambaran tentang masa depan. Ia membuatku mengubah pandangan tentang masa depan. Bahwa hidup harus punya mimpi, harus punya tujuan, agar tidak monoton.

Ah! Tidak bisakah aku berhenti memikirkannya? Sepertinya otak dan hatiku telah dipenuhi oleh satu nama yaitu Ghufron al Ghazali.

“Jadi tadi kamu mau masak ini? Sampai repot di dapur, hampir pingsan juga.” Kalimat kak Reyfan membuyarkan lamunan. Menerbangkan bayangan mas Ghufron yang baru saja berkelebat,

“Iya. Tapi karena keburu pusing, mual dan lemes, akhirnya Jenar sama bibi yang masak.” Kak Aneesha menampilkan wajah penuh penyesalan, "padahal pengen bikin kejutan, masakin suami.”

Aku melirik kak Reyfan yang tertawa lebar sambil mangusap kepala kak Aneesha yang tertutup jilbab. Ah! Harus, ya, mereka menampilkan kemesraan didepanku?

“Nggak perlu masak kalau mau bikin kejutan, cukup sambut aku dengan senyum termanis, tiap hari sudah membuatku terkejut.”

Tuh, kan? Kalimat gombal kak Reyfan membuat pipi kak Aneesha bersemu merah. Dan sikapnya ... ah! Manis sekali.

Kupingku memanas, mendengar kak Reyfan gombalin kak Aneesha. Ingin rasanya aku protes, tapi bukankah ini rumah mereka? Sudah pasti keseharian mereka seperti ini, kan? Salahku mengapa ada di tengah mereka yang sedang dimabuk cinta.

Klontang.

“Kalian membuat selera makanku hilang.”

Hampir saja aku melonjak karena terkejut. Pak hara menjatuhkan sendok di atas piring dengan kasar. Sedangkan kak Reyfan dan kak Aneesha saling berpandangan, lalu kompak menatap pak Hara yang berdiri.

“Lebih baik aku makan di taman,” dengan gerakan kasar pak Hara mengambil sayur dan lauk dalam jumlah banyak. Sampai piringnya penuh.

“Hei! Itu cumi punyaku, jangan dihabisin!” gertak kak Reyfan dengan nada tinggi. Tapi tak berusaha mencegah pak Hara pergi setelah tidak menyisakan cumi saus tiram sedikit pun.

“Lama-lama makin kurang ajar dia! Kupecat baru tahu rasa,” Gerutu kak Reyfan, “Kusumpahi jadi perjaka tua! Nggak ada yang mau nikah sama dia.”

“Kakak!” Kak Aneesha memprotes.

“Enak saja habisin cumi kesukaanku. Nyebelin banget, sih!”

“Udah, nggak usah marah-marah gitu! Kan, hanya cumi.” Kak Aneesha berusaha menenangkan suaminya yang jadi marah tak jelas.

“Tapi cuminya habis, sayang. Aku baru makan dikit.” Rengek kak Reyfan, “dasar asisten nggak tahu diri! Beneran kupecat dia!”

“Beneran mau pecat Hara hanya gara-gara cumi?”

“Ngeselin, sih!”

Aku ingin tertawa rasanya, melihat kak Reyfan yang terus marah-marah. Sedangkan pak Hara tidak kelihatan lagi batang hidungnya. Mungkin sedang menikmati makanan di taman, seperti yang dia katakan.

Orang-orang dewasa yang berlaku seperti anak kecil. Tadi saja dipuji dengan bangga, sekarang hanya karena hal sepele dimaki-maki

Tapi aku iri dengan keakraban mereka, rasa kekeluargaan yang tercipta atas dasar ketulusan. Definisi keluarga yang sebenarnya.

Tidak ingin kak Reyfan terus menggerutu, kak Aneesha memintaku pergi ke dapur guna mengambil lagi cumi saus tiram. Tadi kami masak cukup banyak, tidak dihidangkan semua. Jadi masih ada sisa di dapur.

Kak Reyfan tidak perlu merasa kesal karena masih bisa makan cumi saus tiram kesukaannya. Kak Aneesha tentu sangat paham dengan sifat suaminya.

Begitulah cinta, segala yang dilakukan, yang dipikirkan dan diprioritaskan adalah tentang dia yang ada di hati ....

Bayangan itu berkelebat lagi ... dia yang kudamba menjadi imamku kelak ... mas Ghufron ....

.

.

.

...Bersambung .......

*Assalamu'alaikum readers terkasih, tercinta dan terlope lope ....

Maaf, untuk jadwal up sementara ini baru bisa seminggu sekali. Bayik belum bisa diajak kerja sama, kesibukan di RL juga masih menumpuk. Maklum, ya. Karena saya masih aktif di organisasi juga (lebay, padahal cuma pkk se RT)😁.

Jadi, belum bisa memenuhi keinginan kalian untuk rajin up. Semoga tidak mengurangi semangat kalian untuk membersamai kisahnya pak Hara yang gak punya ekspresi wajah hehe.

Saya masih berpedoman bahwa menulis sebagai hobi, jadi memang tidak seharusnya meninggalkan prioritas kehidupan nyata. Saya juga belum bisa menulis secara buru-buru. Takut gak dapat feelnya😁.

So, be patient, ya!

Seperti yang diceritakan di awal episode, mendaki gunung rinjani itu tidak mudah. Banyak halangan dan rintangan, nggak bisa buru-buru😁.

Halah, pake nulis panjang lebar, bilang aja kamu mau kita nggak kejar-kejar up kan thor?

Hehe, ya begitulah😁

Oya, untuk yang mau masuk ke gc. Ketuk pintu, ucapin salam, tinggalin jejak di salah satu novelku aja deh. tanpa jejak nggak akan aku bukain pintu. Enak aja mau masuk tapi gak mau baca (emot melirik sambil senyum smirk)

Yang terakhir ... sekali lagi, mohon bersabar dengan kisah ini, ya.😁

Spoiler ... nanti pak Hara nggak akan dibikin seperti mas Fares atau Mas Reyfan kok. Beda, dong. Pasti beda ...😁*

Terpopuler

Comments

🐥Yay

🐥Yay

sebenarnya aku jga 😁🤪

2025-02-01

0

Arfi Ardi

Arfi Ardi

jadi baper ro matinya anesha dan reyfan

2022-11-24

0

‼️n

‼️n

halloooooooooooo.....

.mb desma .......kapan up nya??????????

2022-07-24

0

lihat semua
Episodes
1 1. Gunung yang sulit ditaklukkan.
2 2. Sang Raja yang mengabdi sebagai pelayan
3 3. Sebuah Rahasia.
4 4. Calon Imam Idamanku.
5 5. Sister, the Best Partner of my life.
6 6. Menyelesaikan Masalah orang lain.
7 7. Tentang Dia
8 8. Merapah Asa.
9 9. Merapah Asa 2
10 10. Find Something Missing
11 11. Another Job, another experience.
12 12. It's Beautyful to fall in love
13 13. Teman beda level.
14 14. Inikah yang dinamakan Rindu?
15 15. Bidadari dalam balutan gamis syar'i.
16 16. Wrong gift for the wrong man
17 17. This is my life.
18 18. Ngebun-bun Enjang Anjejawah Sonten.
19 19. Traumatic atau Defensif?
20 20. Hari Yang Tidak Biasa.
21 21. Sebuah Ketulusan.
22 22. Balasan Kebaikan.
23 23. Sang Pejuang Cinta Sejati.
24 24. Hampa dalam Asa dan Rasa.
25 25. Seberkas Sinar.
26 26. Perasaan Tersembunyi.
27 27. Tentang rasa dan Asa ku.
28 28. Rindu Tanpa Temu.
29 29. Hati yang Gundah.
30 30. Gejolak Rasa
31 31. Ghufron Al-Ghazali S. Ked.
32 32. Jodoh Pasti Bertemu.
33 33. No Time To Take A Rest
34 34. Kejutan yang Indah.
35 35. Another Surprise.
36 36. Ikhtiar Maksimal.
37 37. Malaikat Tak Bersayap
38 38. Calon Menantu yang Bijaksana
39 39. Takdir Tidak Pernah Salah.
40 40. Akhir dari sebuah Tugas.
41 41. Patah Hati paling tragis.
42 42. Mengikhlaskan yang Harus dikhlaskan.
43 43. Titik Balik
44 44. Terjebak Hujan di Tengah Makam.
45 45. Terjebak Hujan di Makam (2)
46 46. Tentang Masa lalu.
47 47. Satu meja dalam perbedaan.
48 48. Tidak bisa lepas dari rasa bersalah.
49 49. Diantar Pulang.
50 50. Tanda Terima Kasih
51 51. Empaty
52 52. Gundah
53 53. Mengetuk Nurani
54 54. Peduli
55 55. Sengaja Tapi Bukan Rencana
56 56. Drama Bercanda
57 57. Melihat sisi Lemahmu
58 58. Dighosting (lagi)
59 59. Perempuan itu Unik.
60 60. Salah Kira.
61 61. Malu Bukan Karena Mau
62 62. Bersikap Aneh
63 63. Bermain dengan Hati.
64 64. Goyah dalam pengembaraan.
65 65. Jalan Takdir
66 66. Menjalankan Amanah
67 67. Pergi Berdua tanpa Rencana
68 68. 1. Pertemuan Membuka Luka
69 68. 2. Pertemuan Membuka Luka
70 69. Aroma Parfum dan Kenangan
71 70. Pria yang Punya Empaty
72 71. 1.Tentang Arah Pandang
73 71.2. Tentang Arah Pandang
74 72.1. Pertemuan Menyembuhkan Luka
75 72.2. Pertemuan Menyembuhkan Luka
76 73. Ingin Sembuh.
77 74. Malaikat Penolong
78 75. Putri Tidur
79 76. Bukan Karena Rindu
80 77. Luka yang Tak Biasa
81 78. Khawatir
82 79. Debar Kekaguman.
83 80. Mengalah.
84 81. Kaki Seribu bikin Cemburu
85 82. Heart Beat
86 83. Konseling yang Menyenangkan
87 84. Salah Kirim
88 85. Akibat Salah Kirim
89 86. Sikap Impulsif
90 87. Senandung Hati
91 88. Pay With Your Smile
92 89. Praduga Rasa
93 90. Merapah Rasa dalam Hati.
94 91. Merapah Rasa dalam Hati 2
95 92. Menolak Gejolak
96 93. Alasan Temu
97 94. Rindu dan Cemburu
98 95. Tertambat Hati
99 96. Ungkapan Perasaan
100 97. Curiga.
101 98. Rindu Berbalas Cemburu.
102 99. Bukan Saingan
103 100. Let Me Fight to Love You
104 101. Berhak Bahagia
105 102. Mencari jalan-Mu
106 103. The Birthday Surprise
107 104. Harapan dan Do'a yang Berbeda
108 105. Gara-Gara Kado
109 106. Romansa di Ujung Senja
110 107. Bukan Kencan
111 108. Kalau Hati Sudah Bicara
112 109. Sandiwara Amatiran
113 110. Kado Istimewa
114 111. Kado Istimewa part 2
115 112. Batas Toleransi Rasa
116 113. Torehan Kecewa
117 114. Torehan Kecewa 2
118 115. Ungkapan Rasa Terpendam
119 116. Titik Balik
120 117. Buah sebuah Kesalahan
121 118. Nasehat kakak
122 119. Perubahan Hara
123 120. Rasa yang Telah Tumbuh
124 121. Membalut Luka.
125 122. Menuntaskan Rindu
126 123. Secangkir Kopi untuk Membuka Sekat
127 127. Firasat
128 128. Terkuak
Episodes

Updated 128 Episodes

1
1. Gunung yang sulit ditaklukkan.
2
2. Sang Raja yang mengabdi sebagai pelayan
3
3. Sebuah Rahasia.
4
4. Calon Imam Idamanku.
5
5. Sister, the Best Partner of my life.
6
6. Menyelesaikan Masalah orang lain.
7
7. Tentang Dia
8
8. Merapah Asa.
9
9. Merapah Asa 2
10
10. Find Something Missing
11
11. Another Job, another experience.
12
12. It's Beautyful to fall in love
13
13. Teman beda level.
14
14. Inikah yang dinamakan Rindu?
15
15. Bidadari dalam balutan gamis syar'i.
16
16. Wrong gift for the wrong man
17
17. This is my life.
18
18. Ngebun-bun Enjang Anjejawah Sonten.
19
19. Traumatic atau Defensif?
20
20. Hari Yang Tidak Biasa.
21
21. Sebuah Ketulusan.
22
22. Balasan Kebaikan.
23
23. Sang Pejuang Cinta Sejati.
24
24. Hampa dalam Asa dan Rasa.
25
25. Seberkas Sinar.
26
26. Perasaan Tersembunyi.
27
27. Tentang rasa dan Asa ku.
28
28. Rindu Tanpa Temu.
29
29. Hati yang Gundah.
30
30. Gejolak Rasa
31
31. Ghufron Al-Ghazali S. Ked.
32
32. Jodoh Pasti Bertemu.
33
33. No Time To Take A Rest
34
34. Kejutan yang Indah.
35
35. Another Surprise.
36
36. Ikhtiar Maksimal.
37
37. Malaikat Tak Bersayap
38
38. Calon Menantu yang Bijaksana
39
39. Takdir Tidak Pernah Salah.
40
40. Akhir dari sebuah Tugas.
41
41. Patah Hati paling tragis.
42
42. Mengikhlaskan yang Harus dikhlaskan.
43
43. Titik Balik
44
44. Terjebak Hujan di Tengah Makam.
45
45. Terjebak Hujan di Makam (2)
46
46. Tentang Masa lalu.
47
47. Satu meja dalam perbedaan.
48
48. Tidak bisa lepas dari rasa bersalah.
49
49. Diantar Pulang.
50
50. Tanda Terima Kasih
51
51. Empaty
52
52. Gundah
53
53. Mengetuk Nurani
54
54. Peduli
55
55. Sengaja Tapi Bukan Rencana
56
56. Drama Bercanda
57
57. Melihat sisi Lemahmu
58
58. Dighosting (lagi)
59
59. Perempuan itu Unik.
60
60. Salah Kira.
61
61. Malu Bukan Karena Mau
62
62. Bersikap Aneh
63
63. Bermain dengan Hati.
64
64. Goyah dalam pengembaraan.
65
65. Jalan Takdir
66
66. Menjalankan Amanah
67
67. Pergi Berdua tanpa Rencana
68
68. 1. Pertemuan Membuka Luka
69
68. 2. Pertemuan Membuka Luka
70
69. Aroma Parfum dan Kenangan
71
70. Pria yang Punya Empaty
72
71. 1.Tentang Arah Pandang
73
71.2. Tentang Arah Pandang
74
72.1. Pertemuan Menyembuhkan Luka
75
72.2. Pertemuan Menyembuhkan Luka
76
73. Ingin Sembuh.
77
74. Malaikat Penolong
78
75. Putri Tidur
79
76. Bukan Karena Rindu
80
77. Luka yang Tak Biasa
81
78. Khawatir
82
79. Debar Kekaguman.
83
80. Mengalah.
84
81. Kaki Seribu bikin Cemburu
85
82. Heart Beat
86
83. Konseling yang Menyenangkan
87
84. Salah Kirim
88
85. Akibat Salah Kirim
89
86. Sikap Impulsif
90
87. Senandung Hati
91
88. Pay With Your Smile
92
89. Praduga Rasa
93
90. Merapah Rasa dalam Hati.
94
91. Merapah Rasa dalam Hati 2
95
92. Menolak Gejolak
96
93. Alasan Temu
97
94. Rindu dan Cemburu
98
95. Tertambat Hati
99
96. Ungkapan Perasaan
100
97. Curiga.
101
98. Rindu Berbalas Cemburu.
102
99. Bukan Saingan
103
100. Let Me Fight to Love You
104
101. Berhak Bahagia
105
102. Mencari jalan-Mu
106
103. The Birthday Surprise
107
104. Harapan dan Do'a yang Berbeda
108
105. Gara-Gara Kado
109
106. Romansa di Ujung Senja
110
107. Bukan Kencan
111
108. Kalau Hati Sudah Bicara
112
109. Sandiwara Amatiran
113
110. Kado Istimewa
114
111. Kado Istimewa part 2
115
112. Batas Toleransi Rasa
116
113. Torehan Kecewa
117
114. Torehan Kecewa 2
118
115. Ungkapan Rasa Terpendam
119
116. Titik Balik
120
117. Buah sebuah Kesalahan
121
118. Nasehat kakak
122
119. Perubahan Hara
123
120. Rasa yang Telah Tumbuh
124
121. Membalut Luka.
125
122. Menuntaskan Rindu
126
123. Secangkir Kopi untuk Membuka Sekat
127
127. Firasat
128
128. Terkuak

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!