Aku akan melihatnya lagi hari ini. Setelah dua hari tak melihatnya. Dan pelukan hangat itu membuatku bermimpi indah beberapa hari ini. Dalam dua hari ini dia hanya menelepon saat malam, tapi itu cukup kurasa. Kami bukan anak teens lagi yang menelepon setiap saat, semua orang punya tanggung jawabnya masing-masing.
Aku naik ke lobby depan rumah sakut setelah di drop di depan. Aku melihat Bambang, tapi kali ini dia berjalan dan bicara dengan seorang wanita dengan pakaian dokter.
Tampaknya wanita itu masih membawa tas, berarti dia juga baru datang. Dia cantik, tingginya semampai, rambut panjang hitamnya bergelombang, dia memakai heels dengan rok pensil dan blouse berwarna hitam yang menawan dibawah jas dokternya. Vincent bicara dengan akrab dan terbuka, dia bahkan tak masalah wanita itu menyentuh lengannya. Aku tak mengenalnya, tapi mustahil aku mengenal semua dokter disini, yang kukenal cuma kepala unit masing-masing bagian.
Seakrab itu, mereka pasti punya hubungan sebelumnya. Mungkin salah satu 'temannya'. Sudahlah, kurasa mungkin mereka juga hanya berteman seperti sebelumnya. Dia sendiri yang berkata dia tidak akan menduakanku.
Aku memegang perkataannya, mencurigai orang itu melelahkan dan aku punya banyak pekerjaan menungguku.
Sesorang mengetuk pintuku. Mungkin Dhea...
"Masuk..." Mataku tak beralih dari layar. "Kenapa Dhea. Ada yang perlu tanda tangan?"
"Ini aku..." Ternyata Bambang yang datang dengan baju birunya itu, kenapa dia senang sekali dengan warna biru.
"Ohh..." Dan dengan bodoh jantungku membuat loncatannya di luar kehendakku. Perasaan ini, saat kau tidak bisa mengendalikan reaksi tubuhmu sendiri, terasa sangat mendebarkan. Aku tersenyum kecil padanya. "Pagi Dok..."
"Pagi..." Dia langsung masuk dan duduk di samping meja besarku. Keberadaannya didekatku membuat jantungku terpacu begitu saja. "Senang melihatmu lagi. Kau sudah menganti perbannya."
"Belum, Andreas bilang nanti sore ke ruang praktek dia, dia yang ganti pertama sekalian check-up." Jahitannya masih di seal dengan perban tahan air.
"Bahumu sakit?"
"Kadang sedikit tapi tak mengganggu." Dia mengecek semuanya apa aku baik. Perasaan ada seseorang memperhatikanmu ini menyenangkan.
"Kau senang sekali dengan kemeja biru..." Dia tersenyum dengan pengamatanku. Hari ini dia bercukur, wajahnya klimis, padahal aku ingin melihat dia sedikit agak berantakan. Membuatku ingin mengigit bibirku sendiri.
"Kurasa itu warna paling aman, tidak mengintimidasi. Aku orang yang malas membuang waktu dengan banyak pilihan terutama pakaian. Kalian wanita mungkin tak mengerti..." Bagi wanita mempertimbangkan pilihan adalah sebuah hiburan.
"Hmm..." Aku hanya menatapnya dari kursiku. Dia melihatku.
"Kenapa... Apa yang kau pikirkan."
"Tidak." Aku tersenyum padanya. "Terima kasih sudah mengecek keadaanku."
"Kau suka sekali berterima kasih heh, lain kali katakan dengan cara yang lain." Dia sedang menggodaku pagi-pagi.
"Cara apa..." Aku melengos, dan menyembunyikan senyumku. Dia tidak romantis, tapi terlalu pintar memancing dengan mengatakannya lewat tindakan. Dan kenyataan dia terlalu menarik untuk tidak disentuh itu punya keuntungan sendiri buatnya.
Itu yang membuatnya punya banyak teman mesra. Praktis sebenarnya dia tidak melalukan apapun tapi para wanita yang penasaran mengejarnya. Aku tak akan membiarkannya mendapatkan hal yang sama, aku tidak akan mencoba menyentuhnya kelewat batas itu terlalu mudah. Pikiranku mulai membuat kesimpulan sendiri dan tidak menjawabnya hanya tersenyum memperhatikanku, membuatku salah tingkah dan merona.
"Pergilah sana kau tidak punya pekerjaan." Aku tak tahan diperhatikan begitu.
"Kau sangat kejam. Aku baru melihatmu lagi." Aku menatapnya dan mengulum senyumku. "Senyum-senyum aja, jangan ditahan..." Dan akhirnya dia membuatku tersenyum lebar dan tertawa. Aku merasa aku kembali lagi seperti anak remaja yang malu-malu.
"Apa sih...lebay." Dia tertawa ketika aku memukul lengannya.
"Aku menganggumu pekerjaanmu ya. Baiklah aku punya meeting jam 10, aku pergi oke, aku hanya ingin melihatmu..."
"Hmm...iya." Dan dia tak perduli aku belum menerimanya, dia hanya ada disana bersikap seakan kami sudah bersama.
Dia pergi dan aku menjadi kehilangan. Wanita aneh bukan, mereka kadang mengatakan hal yang berlawanan dengan apa yang dirasakannya.
\=\=\=\=\=
Aku melihat dokter cantik itu lagi di cafetaria karyawan. Wanita cantik yang berani memegang lengan Dr. Vincent. Dia memang bekerja disini rupanya.
"Kau tahu siapa itu..." Andreas yang kebetulan duduk disampingku melihat orang yang kutunjukkan.
"Ohh dokter baru, spesialis khusus bedah jantung. Baru Senin ini pindah kesini." Hmm... keren, pasti pekerja keras seperti Bambang. Kurasa semua orang yang dekat dengan lingkarannya punya satu ciri, sama-sama pekerja keras.
"Cantik ya..."
"Hmm... iya." Andreas melihat sekilas ke dokter itu. Dan melengos.
"Kenapa, kau tidak menyukainya? Kenapa seperti kau tidak menyukainya."
"Kemarin aku bertemu dengannya dan menurutku dia cukup ... hmm...sombong. Aku tidak menyukainya. Dengar-dengar dia masih ada hubungan kerabat dengan salah satu komisaris. Dia bekerja diluar negeri sebelumnya. Plus dia dokter jantung yang bergengsi..."
"Benarkah."
"Entahlah mungkin itu hanya kesan pertama saat bertemu kemarin, mungkin aku salah...." Andreas mengangkat bahu tak perduli. CV teman Bambang itu sepertinya memang menawan semua.
"Itu suamimu,..." Andreas menunjuk ke pintu masuk kantin, aku menoleh ke belakang. Bambang di sana, dan sedang mencari sesuatu. Aku melambai padanya. Dia melambai balik dan langsung mengambil makanan, datang dan bergabung ke meja kami.
"Gosh, aku lapar, kalian sudah lama..." Dia duduk disampingku dengan nyaman dan langsung makan.
"Belum lama..." Aku menjawabnya sambil memainkan ponsel. Dia nyaman sekali, duduk disampingku seperti sudah terbiasa.
"I'm hungry..." Satu lagi yang bergabung ke meja kami. Dokter Joshua. "Melisa, bagaimana keadaanmu. Kudengar seseorang mencoba menusukmu..."
"Masih bertahan hidup..." Aku memamerkan perbanku sambil tersenyum.
"대단하다 ..." (daedanhada) Dia membalasku dalam bahasa yang tidak kumegerti sehingga aku menaikkan alis. "Ohhh artinya hebat..." Dia mengoreksi ucapannya sambil memberikan jempol.
"Jangan bicara Korea denganku Dok. Yang kutahu cuma kimchi." Dr. Joshua tertawa dengan candaanku dan aku meringis lebar. Tampaknya group makan ini akan sering berkumpul. Sejak kami berkumpul sekali kami saling cocok satu sama lain.
"Aku beruntung di deretan timku ada yang perawat yang mengerti Korea,..."
"Anak-anak muda sekarang banyak yang belajar karena menyenangi KPop. Kami di era yang berbeda, jaman kami masih Westlife dan Backstreet Boys." Aku mengajaknya bicara.
"Aku juga senang lagu Westlife, MLTR. Kita di era yang sama nampaknya."
"Hai dokter-dokter ganteng, aku boleh bergabung..." Ada yang lain lagi meminta bergabung. Wanita itu... teman mesra Vincent. Tapi dia cuma menyapa dokter-dokter ganteng, aku tak termasuk yang disapanya. Jadi aku diam saja,...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Adeva Quena
kita sepantaran Yo
2022-12-27
0
Aurora
Pengennya jaman Kpop....tp apa daya....aku terlahir duluan😂😂😂
2022-08-29
0
Aurora
Sama kita🤣🤣🤣🤣
2022-08-29
0