Malam ini terasa sangat dingin, angin berhembus tiada berhenti. Hujan menitik membasahi bumi, manusia lalu lalang membawa benda bergagang menghindari air mata langit.
Mendekap tubuhnya yang serasa dingin dengan tangannya yang bergetar, seorang wanita dengan rambut yang diikat ekor kuda, berjalan mendekati sebuah pintu gerbang berwarna hitam nan kokoh. Hatinya bergejolak tak berhenti.
' Ah, apa aku kembali kerumah eomma aja ya?' gumamnya. Cukup lama ia berdiri disana, tapi keraguan selalu muncul tiap ia mencoba menekan tombol didepannya.
' Oh, Tuhan, apa manusia es itu akan membukakanku pintu, ya?' batinnya. Setelah mengumpulkan keberaniannya, ia memencet tombol berbentuk kotak didepannya.
ting tong...
dag dig dug
Suara jantung wanita itu bergemuruh didalam dadanya. Mengulum bibir mungil dan mengerutkan alisnya. Ya, ada ketakutan, kecemasan menghantuinya.
Takut yang empunya rumah tak membukakan, cemas jika si manusia es akan membentaknya lagi. Dilihatnya penunjuk waktu yang melingkar dipergelangan tangan kecilnya. Jam 11.00 malam. Gerbang tak terbuka, ia menunggu 15 menit lagi lalu menekannya lagi.
ting tong
Kembali dipijitnya tombol putih itu. Tetap tak ada tanda-tanda gerbang terbuka, ataupun suara dari speaker yang ada disamping tombol yang menghubungkan dengan si penghuni rumah, walau telah menunggu 15 menit lamanya.
Wanita itu mengambil nafas dan membalikkan badan lalu melangkah menjauhi gerbang. Ia sudah merasa lelah bekerja seharian dan tak ingin menunggu lagi.
'Ah ... lebih baik pulang ke rumah eomma, aku panggil taksi dulu.'
Diambilnya benda pipih disakunya, mencari nomor yang ia butuhkan dan menekannya lalu mengarahkan benda pipih berwarna silver itu ketelinganya. Dengan memegang ponsel didekat telinganya, ia mulai berbicara
" Pak, bisa tolong jemput saya di Pyeongchang-dong, 7-gil ?" Tanya wanita bertubuh mungil itu setelah panggilannya diterima.
"......"
" Ah ... baiklah. Terima kasih, Pak," ucapnya dan menutup panggilannya.
"Aku duduk disini dulu. Besok aku harus mengambil beberapa barang-barangku.." Gumamnya.
Emy, ya ... wanita bertubuh langsing nan cantik itu tak lain adalah Emy. Setelah sehari penuh berada di rumah sakit, ia ingin sekali merebahkan tubuhnya ditempat yang empuk.
Tak berapa lama, sebuah taksi berhenti didepan Emy, membuat Emy tersenyum lebar dan menepuk tangan sekali sambil sedikit meloncat, dengan girang dibukanya pintu taksi lalu menutupnya kembali.
" Samcun (paman)...terima kasih sudah mau menjemput kesini." Kata Emy kepada sopir taksi setengah baya itu dengan ramah. Sopir itu hanya tertawa dan mengangguk.
ditempat lain
ting tong
Tae Sang menekan tombol di layar, ia melihat kalau Emy datang. " Huh...Kau datang? Jangan harap aku akan membukakanmu pintu, wanita matre!" gumam Tae Sang lalu melangkah pergi kedapur, membuka kulkas besar dengan 4 pintu itu, lalu mengambil botol air mineral dan menutup pintu kulkas.
Dengan gontai, Tae Sang melangkah ke ruang santai dan mengambil remote lalu menyalakan layar pipih besar didepannya. Sesekali ia meneguk air didalam botol yang dipegangnya.
ting tong
Laki laki berwajah tampan itu hanya sekilas melihat ke arah video interkom yang terpasang didekat dapur namun tetap terlihat dari ruang santai.
" Hah.. Dasar tak tahu malu!" gumamnya dengan seringai tanpa beranjak dari duduknya.
Puas dengan berita bisnis yang ditontonnya, Tae Sang berdiri mematikan TV, melempar remote ke sofa dibelakangnya dan melenggang pergi kekamarnya, tanpa ada keinginan untuk kembali ke interkom dan membukakan pintu untuk Emy.
Direbahkannya tubuhnya diatas ranjang king size yang sudah tertata rapi dan memejamkan matanya. Tak ada suara lagi dari bel didepan.
"Sepertinya dia sudah menyerah! Hah... gampang sekali dia menyerah!" gumamnya, tapi kegelisahan mulai menderanya, bukan gelisah karena ia terpikir akan keadaan Emy, tapi lebih kepada rasa takut jika Emy akan mengadu.
Tae Sang segera bangkit dan sedikit berlari kearah video interkomnya, dia melihat Emy menepuk tangannya meloncat girang dan sebuah taksi menunggu.
Tanpa sadar bibirnya sedikit terangkat dan tersenyum melihat Emy, ' dia sungguh imut.' batinnya.
Tapi wajah dingin tanpa ekspresi itu kembali muncul diwajahnya setelah Emy menutup pintu taksi.
" Apa dia akan melapor pada kakek? " Tanyanya pada diri sendiri. " Ah, sudah biar aja!" Dan dijawabnya sendiri....lalu kembali kekamarnya.
Emy terbangun dengan suara alarm hpnya. Menggeliat seperti bayi, mengucek matanya lalu duduk dan melihat sekitarnya dengan mata sedikit tertutup. Sepertinya belum bangun sepenuhnya, itulah kebiasaan Emy setiap pagi. Karenanya...
kriiiinggg...
Emy selalu memasang alarmnya 2x dengan interval 5 menit, untuk dapat membuatnya benar-benar bangun dan bergegas ke kamar mandi. Emy menyikat gigi, mencuci wajahnya dengan sabun wajah favoritnya, lalu mendekat ke pancuran dan menyalakannya.
Hanya butuh 30 menit bagi Emy untuk bersiap-siap. Ia kini sudah memakai kaos oblong putih dengan jeans biru muda emboss, dan memakai kacamata fashion sebagai pelengkap.
Dengan bersandar di kaca jendela rumahnya, Emy menikmati keindahan bunga-bunga dihalamannya dimana banyak kupu beterbangan menari dengan gembira.
Puas dengan apa yang dilihatnya, Emy melihat waktu yang ada dipergelangan tangannya yang melingkar indah dengan tali emas hadiah dari Mike dan Marie di hari ulang tahunnya yang ke-20.
" Oke ... saatnya cari Woonnnn (won: mata uang korea)..." pekiknya, sambil mengangkat tangannya keudara. Senyum sumringah menhiasi wajahnya.
Emy memutuskan naik bis kali ini. Jarak antara rumahnya dan rumah sakit hanya 15 menit dengan bis, dan 10 menit dengan taksi. Emy menikmati kesibukan pagi ini.
Ini sudah pukul 8.30, jadi banyak manusia berlalu lalang dengan langkah cepat agar tak terlambat, bis yang dipenuhi anak sekolah dan orang-orang yang akan pergi ke kantor mereka.
Tak ada pesan atau telpon dari rumah sakit pagi ini, sepertinya semua teratasi dengan baik.
' Tuhan, aku berharap aku bisa berhasil disini,' doanya dalam hati.
Seperti di rumah sakit pada umumnya, Emy dan dokter lainnya disibukkan dengan pasien rawat jalan dan visite.
Tak ada kendala yang berarti, selain beberapa dokter dan perawat yang terkadang tak mau bekerjasama dengannya hingga Emy harus menanganinya sendiri. Tanpa mengeluh, Emy mengerjakan semuanya.
Jabatan yang ia emban saat ini adalah Wakil Kepala Divisi Bedah, tapi itu tak membuatnya merasa disepelekan saat harus menangani pasien-pasiennya sendiri.
Ia sadar, dirinya belum mendapat kepercayaan mereka atas kemampuannya. Beberapa pasienpun menolak untuk ditangani Emy, tapi dibalasnya dengan senyuman. Tak ada sakit hati atau keluhan.
tut..tut..
Interkom diruangannya kembali berbunyi.
" Prof.Sie?"
" Ya?"
" Anda dimohon datang ke ruang OPE 3 jam 2 siang ini sebagai asisten dokter Choi. Laporan tentang pasien sudah saya kirim ke email Anda."
" Baiklah, Nona Na. Terima kasih."
Emy melihat layar monitor didepannya dan membuka email.
Emy ingat bahwa hari ini salah satu pasien jantungnya harus operasi. Ia menghitung dan memperkirakan waktu operasi dengan dr.Choi, lalu menekan tombol interkomnya.
tutt...tutt..
" Nona Na, tolong siapkan ruang OPE jam 4 sore, untuk pasien Lee In Jung. Minta dr. Jang dan dr. Park jadi asisten saya. "
" Baik, Prof. Tapi, operasi dengan dr.Choi adalah operasi cangkok hati dok, apakah waktunya cukup?"
" Saya rasa cukup Nona Na, saya akan konfirmasi dengan dr. Choi setelah ini. Tolong disiapkan, ya. Terima kasih, Nona"
Emy menutup sambungannya dan melangkah keluar, ia berjalan menuju ruang dr. Choi
hallo readers...jangan lupa like, komen n favorit ya...
😘😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 251 Episodes
Comments
Tri Widayanti
semangat Emy💪
2020-12-30
0
Nuri Purwanti
ingat novel kesayangan saya karya Marga T, Karmila top thor lanjut
2020-05-20
1