Sementara itu Yuda dan Dinda baru saja sampai dirumahnya. Yuda melemparkan koran di atas meja.
"Dasar gadis pembawa sial!" Kenapa aku harus bertemu dengannya!" Yuda duduk di kursi dan memijit pelipisnya.
"Salah Papa sendiri, aku sudah bilang jangan ke rumah Rai, jadinya kita bertemu dengan Layla." Ucap Dinda ikut duduk di samping Yuda.
Kei yang baru saja pulang kerja, mendengar nama Layla di sebut langsung menghampiri Dinda.
"Apa? Layla? dimana Layla? " Tanya Kei pada Dinda.
Dinda dan Yuda menatap Kei yang sudah berdiri di hadapan mereka.
"Katakan padaku di mana Layla!" Seru Kei.
"Cukup Kei! jangan sebut nama gadis pembawa sial itu lagi!" Yuda geram terhadap Kei. Karena semenjak Kei menikahi Dinda setahun yang lalu Kei sama sekali tidak pernah menyentuh Dinda sedikitpun. Bahkan mereka tidur pun terpisah. Yuda yang mendengarkan keluhan Dinda tiap hari merasa sedih dan yang membuat Yuda marah terhadap Kei karena Dinda masih tetap sabar menunggu Kei membuka hatinya untuk Dinda.
"Jangan pernah menghina Layla, dengan mulut kotormu itu Tuan Yuda yang terhormat." Kei melebarkan matanya menatap tajam Yuda.
"Cukup Kei, tidak kah cukup kau menyakitiku! selama ini aku sudah sabar menghadapimu Kei!" Dinda angkat bicara tidak terima Papa nya di bentak Kei.
"Apa kau bilang? aku menyakitimu? apa kau tidak salah berucap Dinda?" Kei balik bertanya pada Dinda.
"Cukup! cukup kei! aku lelah dengan semua ini!" Dinda menangis lalu berlari masuk ke kamarnya dan membanting pintu kamar.
"Kau tau Kei? kalau kau masih bersikap seperti itu terhadap Dinda, aku tidak akan segan segan melenyapkan Layla. Karena aku sudah tahu keberadaannya di mana." Yuda mulai gerah dan mengancam Kei. Setelah bicara seperti itu Yuda beranjak pergi menuju pintu rumah.
"Jangan pernah kau sentuh Layla! atau kau pun akan menyesal Tuan Yuda!" Kei berteriak kencang balik mengancam Yuda. Tapi Yuda tetap melangkahkan kakinya tanpa menjawab ancaman Kei.
"Layla." Gumam Kei pelan, " aku merindukanmu, sangat merindukanmu." Ucap Kei pelan dengan mata berkaca kaca. Lalu ia melangkah gontai menuju kamar lain dan merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Matanya menatap kosong ke langit langit kamar, pikirannya jauh menerawang memikirlan Layla.
"Layla, aku rindu." Gumam Kei pelan.
Kei bangun lalu turun dari tempat tidur. Kei meraih kursi yang tak jauh dari tempat tidurnya lalu ia letakkan di depan meja. Ia duduk dan mengambil sebuah kertas dan pena. Ia menuliskan sebuah puisi yang pernah Layla berikan padanya.
**Apakah kau belum tidur Layla malam ini?
Atau jika belum, keluarlah barang sejenak. Di luar jendela Promethius sedang mondar mandir memungut galaksi, katamu kau ingin menghitung bintang.
Kotamu telah pergi dengan denyir angin senja beberapa saat yang lalu. Tidakkah kau ingin bergabung dengannya?
Aku yakin kau belum memiliki rencana untuk melakukan sesuatu di malam ini, maka lihatlah dan baca gerak angin yang terseok seok di atap rumahmu. Seperti seorang pemabuk, desirnya sempoyongan dan jatuh bangun di papah suhu dalam celcius yang paling dingin.
Jika kau belum tidur nanti, atau jika kau masih menyimpan lagu yang pernah ku perdengarkan untukmu, maka putarlah sekali lagi. Bukankah seperti malam malam yang lain? Aku selalu bernyanyi di dalam lagu itu.
Sebuah nyanyian yang meneduhkan ketika terik, dan menyejukkan ketika dahaga. Meski kau tak terlalu hafal dengan liriknya, setidaknya ada gumam dikedua belah bibirmu. Atau paling tidak kau ingat judulnya. Apakah kau belum tidur malam ini?
**"layla." Gumam Kei pelan, ia menelungkupkan wajahnya di meja. Matanya berkaca kaca.
"Aku sudah tidak sanggup lagi, Layla, andai matahari terbit dari barat. Maka aku akan lebih dulu menyambutnya, andai kau pun tak datang bersama angin senja. Aku masih sama seperti yang dulu." Gumam Kei lirih.
***
Sementara itu Yuda mendatangi rumah Abdul dan memaki maki Abdul dan Alya di rumahnya. Yuda menyalahkan semua yang terjadi pada perusahaannya dan Dinda kepada Abdul dan Alya yang tak pernah bisa mendidik Putra mereka.
"Kau tahu? Setiap hari Kei menyakiti Putriku." Ucap Yuda menatap geram Abdul dan Alya.
"Kami mohon maaf Pak Yuda, tapi kami pun sama seperti Pak Yuda yang menginginkan anaknya bahagia." Jawab Abdul membela diri.
"Omong kosong! kalau ku tahu akan seperti ini jadinya, aku tidak sudi menikahkan Dinda dengan Kei!" Ucap Yuda dengan menunjuk wajah Abdul dengan telunjuknya.
"Pak Yuda, semua yang terjadi bukan kesalahan kami semua." Sela Alya tidak terima selalu di salahkan Yuda atas perusahaannya yang mengalami penurunan drastis.
"Halah! kalian sama saja!" Yuda tersenyum mencemooh sembari mengibaskan tangannya di depan wajah Abdul.
Setelah bicara seperti itu Yuda balik badan dan melangkahkan kakinya meninggalkan rumah Abdul tanpa berpamitan. Abdul dan Alya mengurut dada atas semua peristiwa yang terjadi akhir akhir ini. Bukannya ketenangan yang mereka dapatkan. Tapi sebaliknya, setiap hari pertengkaran sering terjadi. Membuat Alya sering sakit dan menyesali semua tindakan dan sikapnya di masa lalu.
Terkadang Abdul teringat akan ucapan Surya sewaktu di Puncak Bogor. Abdul merasa apa yang di katakan Surya dan Kei ada benarnya. Di usia senja seharusnya mereka sudah tenang dan meminang cucu. Bukannya pertengkaran yang setiap hari di pertontonkan. Abdul menjatuhkan tubuhnya di kursi lalu menangkup wajahnya dengan kedua tangan. " Andai waktu bisa diputar kembali, aku lebih memilih hidup sederhana dari pada banyak harta tapi tidak merasakan kedamaian. " Gumam Abdul pelan. Alya yang mendengar keluhan dan penyesalan Abdul bersimpuh di kaki Abdul.
"Semua salahku, seandainya dulu aku tidak takut jatuh muskin, mungkin tidak akan seperti ini." Ucap Alya tengadah menatap Abdul. "Aku bukan Ibu yang baik, karena telah menghancurkan masa depan Putranya sendiri." Ucap Layla dengan berlinangan air mata.
"Sudahlah, nasi sudah jadi bubur. Ini karma perbuatan yang harus kita tanggung." Jawab Abdul mengangkat lengan Alya supaya duduk di sampingnya.
"Sudahlah jangan menangis, kita hadapi semua sama sama. Bila perlu kita usahakan supaya Kei bercerai dengan Dinda. Dari pada Kei tiap hari membiarkan Dinda tanpa menyentuhnya."
"Jangan dulu Pak, jangan buat kesalahan lagi. Kita serahkan pada Yang Maha Kuasa." Sela Alya tidak setuju dengan niat Abdul.
"Kita temui Kei sekarang, siapa tahu dia mau dengarkan nasehatmu." Abdul bangun dari duduknya dan melangkahkan kakinya keluar rumah di ikuti Alya dari belakang.
Mereka memutuskan untuk membujuk Kei sekali lagi, jika Kei masih bersikeras seperti itu. Maka Abdul akan meminta Kei berpisah dengan Dinda dari pada terus terusan menyiksa hati Dinda. Abdul akan menerima apapun resikonya nanti. Karena dia menginginkan ketenangan di usia senjanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
rusmiati rusmiati
hhh, percuma
2020-04-10
0
Rini susanti
percuma mnyesal, sdh trlambat
2020-04-08
0
kelana
ah percuma nyesel,sotoy lu
2020-03-04
0