Dari semalam Kei tidak tidur sama sekali, ia menjaga Layla yang tidur di bahunya di sebuah emperan toko untuk neristirahat sampai pagi menjelang.
"Layla, bangun sudah pagi." Kei menepuk lembut pipi Layla.
Layla perlahan membuka mata dan menatap wajah Kei yang tengah tersenyum padanya.
"Ah, rupanya sudah pagi" ucap Layla mengucek kedua matanya perlahan.
"Ayo kita pergi." Kei membantu Layla bangun dan berdiri. Lalu mereka berjalan menuju terminal yang tak jauh dari tempatnya tadi. Kei melihat ada penjual bubur ayam. Lalu Kei mengajak Layla untuk sarapan sebelum melanjutkan perjalanan menuju Puncak Bogor. Kei dan Layla sepakat untuk tinggal di sana supaya tidak bisa di lacak kedua orang tua mereka. Dan Kei berpikir kalau di sana banyak pengunjung yang berlibur. Dengan begitu Layla bisa menawarkan jasanya untuk melukis pada mereka yang datang nanti.
Setelah selesai sarapan bubur, Kei dan Layla langsung menuju terminal dan naik bis jurusan Puncak Bogor. Sepanjang perjalanan Kei dan Layla berbincang bincang dan bercanda hingga waktu tak terasa mereka pun telah sampai di tempat tujuan.
"Kei kita kemana?" tanya Layla sembari menggaruk lengannya yang terasa gatal karena belum mandi dan belum berganti pakaian dari semalam.
"Kita ke toko itu, siapa tahu Nenek itu ada tempat tinggal yang bisa kita sewa" jawab Kei sembari menarik tangan Layla dan menghampiri seorang nenek yang sedang berjualan.
"Permisi Nek," ucap Kei. "Nek mau tanya, apakah ada rumah yang bisa kami sewa?" tanya Kei pada seorang Nenek tua.
"Ada Nak, buat siapa?" tanya Nenek tua yang bernama Karsih.
"Buat kami berdua." Kei melirik Layla sesaat, lalu beralih menatap Nek Karsih.
"Kalian dari mana?" tanya Nek Karsih memperhatikan Layla dan Kei nampak terlihat berantakan.
"Kami dari tempat yang jauh, Nek. Kami mau mencari peruntungan di sini." Kei sedikit berbohong supaya dapat tempat tinggal dari Nek Karsih.
Nenek tua itu menganggukkan kepala, kebetulan dia punya rumah dan hanya tinggal sendirian tanpa sanak saudara. Dan Nenek itu menawarkan Kei dan Layla untuk tinggal bersamanya tanpa ada pungutan uang sewa. Nenek itu berbaik hati pada Kei dan Layla karena dia pun merasa kesepian di rumah. Dua Cucunya yang berusia sama dengan Layla baru saja meninggal. Tawaran Nenek yang bernama Nek Karsih itu pun di terima Kei dan Layla. Dan mereka pun di perbolehkan menggunakan pakaian milik cucunya yang sudah meninggal.
Kemudian Nek Karsih menutup tokonya sebentar dan menunjukkan Kei dan Layla rumah milik Nek Karsih. Rumah Nek karsih memang terlihat biasa tapi buat Kei dan Layla tidak jadi masalah yang terpenting mereka ada tempat untuk tinggal.
"Terima kasih Nek, sudah mengijinkan kami tinggal disini" ucap Kei dengan sopan.
"Tidak apa Nak, Nenek senang kalian mau tinggal di sini. Kalau kalian lapar di dapur ada beras dan lain lain. Kalian silahkan masak sendiri. Anggap saja ini rumah kalian juga." Nek Karsih menunjukkan semua ruangan di dalam rumahnya.
"Nek, terima kasih banyak sudah percaya pada kami." Layla memeluk Nek Karsih sesaat.
"Sama sama, Nenek ke toko dulu, besok besok kalian boleh bantu Nenek di toko, nanti Nenek upah kalian." Ucap Nek Karsih.
"Wah, Nenek baik sekali. Tentu saja kami akan bantu Nenek tanpa harus di beri upah. Sebagai tanda terima kasih kami di ijinkan tinggal di sini." Layla tersenyum.
Setelah saling mengenalkan diri dan sedikit bercerita. Nek Karsih pun pamit untuk kembali ke tokonya. Sementara Layla dan Kei membersihkan diri masing masing setelah itu memasak di dapur Nek Karsih.
"Kei, besok kita bantu Nenek di toko, sambil aku menawarkan lukisan. Tapi alat alatnya belum ada." ucap Layla sambil mengunyah makanan.
"Kita beli dulu Layla, setelah ini kita cari tempat yang menjual alat alat lukis." Kei tersenyum sembari mencubit pipi Layla.
Layla menganggukkan kepala. Setelah selesai mereka makan. Kei dan Layla pergi menemui Nek Karsih untuk bertanya di mana ada pasar terdekat. Tapi Nek Karsih bilang sekitar Puncak tidak ada pasar.
"Sudah, Kalian bantu Nenek saja. Lain kali kalian bisa cari toko yang menjual alat alat lukis. "
"Baiklah Nek." Layla tersenyum menatap Nek Karsih.
Hari itu, Layla dan Kei membantu Nek Karsih berjualan hingga malam tiba, sekitar pukul 9:30 toko Nek karsih baru tutup. Lalu mereka kembali pulang ke rumahnya.
***
Keesokan harinya Kei dan Layla sudah membuka toko sebelum Nek Karsih datang. Setelah selesai, Kei berpamitan pada Layla untuk pergi ke pasar mencari alat alat melukis untuk Layla.
"Kemana Nak Kei?" tanya Nek Karsih karena tidak melihat Kei di dalam toko.
"Kei pergi ke pasar Nek, ia mau membelikan saya alat alat melukis" jawab Layla sambil membereskan semua kue yang ada di toko.
Nek Karsih menganggukkan kepala, ia tersenyum melihat Layla. Ia merasa terbantu dengan adanya Kei dan Layla.
"Kamu itu cantik Nak, dan kalian masih anak anak" Nek Karsih menatap Layla. "Apa kalian tidak kabur dari rumah?" tanya Nek Karsih.
"Uhukkk!"
Layla terbatuk, "tidak Nek." Layla melirik sesaat ke arah Nek Karsih lalu ia kembali melanjutkan pekerjaannya.
"Nenek juga pernah muda loh Nak." Nek Karsih tertawa kecil. Ia tahu kalau Layla tengah berbohong.
"Hihi..iya Nek" ucap Layla pelan.
"Kakek sendiri kemana Nek?" tanya Layla dengan polos.
"Nenek sudah lama pisah dengan Kakek, karena dulu Kakek di paksa menikah dengan wanita lain." Nek Karsih matanya berkaca kaca.
Layla tertegun, ia menatap Nek Karsih. Ada berapa para pecinta yang harus menderita?
Layla berjalan dan mendekati Nek Karsih lalu memeluknya.
"Maafkan Layla, telah membuat Nenek sedih."
Nek Karsih menggelengkan kepala, "tidak Nak, itu bukan hal yang menyedihkan. Tapi kenangan indah Nenek." Nek Karsih tertawa kecil sambil mengusap air matanya di pipi yang sudah keriput.
Setelah puas mereka bercengkrama, lalu mereka kembali melanjutkan pekerjaannya.
Dua jam berlalu, akhirnya Kei pulang dengan membawa peralatan alat melukis yang Layla butuhkan. Kei tersenyum matanya memancarkan kebahagiaan, saat Layla menyambutnya dengan wajah ceria.
"Kau sudah pulang?" tanya Layla.
"Iya Layla, ini alat alat yang kau butuhkan. Semua sudah lengkap." Kei memberikan dua kantong plastik berisi alat alat pada Layla.
Layla mengambil dua kantong plastik itu dari tangan Kei, "terima kasih sayang." Layla tertawa kecil menggoda Kei.
"Ayo masuk" ucap Kei sembari merangkul pundak Layla, memasuki toko Nek Karsih.
***
Pagi pagi sekali, Layla dan Kei sudah membuka toko Nek Karsih, lalu membereskan semua dagangannya sambil menunggu Nek Karsih datang.
Tak lama kemudian Nek Karsih datang ke toko. Ia melihat Layla dan Kei telah siap siap dengan alat lukisnya.
"Apa kalian mau berangkat sekarang?" tanya Nek Karsih.
"Iya Nek, mumpung masih pagi" jawab Layla.
"Ya sudah, hati hati di jalan, dan jangan pulang malam ya." Nek Karsih mengusap punggung Layla.
"Baik Nek, kami pergi dulu ya." Kei mencium tangan Nek Karsih, begitu juga dengan Layla.
Nek Karsih menatap punggung Layla dan Kei hingga hilang dari pandangan. Lalu ia kembali bekerja seperti biasa.
Lima belas menit Layla dan Kei berjalan kaki menuju Puncak, tempat di mana banyak vila. Akhirnya mereka sampai juga. Kei langsung memasang semua alat alat lukis sementara Layla duduk di bangku memperhatikan Kei.
"Semoga hari ini ada rezekinya ya Kei."
"Amin" saut Kei melirik sesaat ke arah Layla.
Setelah selesai mereka menunggu ada yang menggunakan jasanya. Layla dan Kei duduk di bangku di bawah pohon rindang. Layla melantunkan beberapa syair untuk Kei.
Dari arah belakang satu orang wanita dan satu orang pria tengah mendengarkan syair yang di lantunkan Layla. Lalu kedua orang itu mendekati Layla dan Kei.
"Hei, kalian sedang melukis?" tanya wanita itu.
"Iya Kak, apa Kakak bersedia saya lukis?" tanya Layla.
"Tentu saja boleh." Wanita itu tersenyum lalu menatap pria yang ada di sampingnya. Pria itu menganggukkan kepala.
Kemudian Layla meminta kedua orang itu duduk di bangku di bawah pohon rindang.
Sementara Layla menyiapkan semua alatnya. Kemudian Layla mulai melukis kedua orang itu.
Kei memperhatikan Layla melukis dengan serius, sesekali Layla menatap ke arah Kei dan tersenyum.
Tiga puluh menit betlalu, akhirnya Layla selesai melukis, kemudian dua orang itu turun dari bangku mendekati Layla dan memeriksa hasil lukisan Layla.
"Wooow! indah sekali!" seru wanita itu menatap hasil lukisan Layla.
"Bagaimana Kak? Kakak puas? tanya Layla.
" Tentu saja." Pria itu tersenyum menatap Layla.
"Kamu ternyata berbakat dalam melukis ya Dek?" tanya wanita itu.
Layla hanya tersenyum menanggapi perkataan wanita itu. Kemudian wanita itu memberikan sejumlah uang buat Layla, lalu mereka membawa lukisan itu untuk di bawa pulang.
"Alhamdulillah." Kei dan Layla mengucap syukur bersamaan.
Layla tertawa kecil menatap Kei. Kemudian Kei memeluk Layla dan mengecup puncak kepala Layla.
"Apa kau lapar?" tanya Kei.
Layla menganggukkan kepala, " iya" jawab Layla.
"Duduklah." Kei menarik tangan Layla untuk duduk diantara kebun teh, lalu Kei membuka tas kecilnya dan mengeluarkan kotak makanan.
"Ini, makanlah." Kei mengambil kan nasi goreng menggunakan sendok lalu menyuapi Layla. Rupanya sebelum berangkat tadi pagi, Kei telah menyiapkan makanan untuk Layla.
"Sekarang giliran kamu." Layla mengambil alih sendol dari tangan Kei, lalu menyuapi Kei.
Suasana Puncak yang dingin, angin yang bertiup sepoi sepoi menambah situasi menjadi sangat romantis.
Saat mereka tengah makan, tiba tiba ada dua orang wanita datang menghampiri Kei dan Layla. "Dek, kamu kan yang melukis teman saya tadi?" tanya wanita itu.
"Iya Kak" jawab Layla.
"Kami juga mau, bisa kan?"
"Tentu Kak" Layla bangun dan berdiri.
"Ini, minumlah dulu." Kei berdiri dan memberikan botol air mineral pada Layla.
Layla mengambil botol air mineral itu dan menenggaknya. Setelah itu Layla kembali melanjutkan untuk melukis kedua wanita itu. Sementara Kei hanya membantu hal hal yang tidak bisa Layla lakukan.
Setelah selesai, Layla mendapatkan uang dari hasil melukisnya. Hari ini Layla mendapatkan empat orang yang di lukis.
Waktu terus berjalan, hingga tak terasa hari mulai sore. Layla dan Kei memutuskan untuk pulang. Setelah semua selesai di bereskan, Layla dan Kei pun langsung pulang menuju toko Nek Karsih.
***
Setiap hari, Layla dan Kei akan pergi ke Puncak di mana banyak orang menginap, dari sanalah Kei dan Layla mendapatkan penghasilan. Lama kelamaan para pengunjung Puncak Bogor sudah hafal dengan Layla si pelukis dan penyair.
Dan kabar ini pun terdengar oleh Abdul dan Surya. Mereka mendapatkan kabar ini dari teman temannya yang berkunjung ke PUncak Bogor.
"Apa mungkin itu Layla, Pak?" tanya Anita.
"Bapak belum tahu Bu, tapi untuk memastikannya kita harus ke sana" jawab Surya duduk di teras rumahnya.
"Bagaimana kalau besok pagi kita ke Puncak Bogor Pak?" tanya Anita.
"Iya, aku setuju. Kebetulan Bapak besok tidak ada pekerjaan." Surya menatap Anita.
"Semoga berita itu benar, dan Layla ada di sana." Anita matanya berkaca kaca.
"Iya Bu, berdoa saja." Surya mengusap lembut tangan Anita.
"Aku rindu Layla, bagaimana keadaan dia sekarang, Pak." Suara Anita terdengar bergetar.
"Bapak juga sama Bu, semoga Layla baik baik saja." Surya menatap Anita sesaat, lalu mengalihkan pandangan pada sebuah taman di mana Layla biasa melukis. Terbayang oleh Surya masa kanak kanak Layla yang masih manja dan polos.
"Andai waktu bisa diputar..." ucap Surya lirih, "aku tidak mau cepat cepat melihat Layla tumbuh remaja seperti sekarang." Surya menundukkan kepala sambil mengucek matanya karena berair, matanya terasa panas dan perih karena menahan air mata yang hampir saja tumpah mengingat kenangan masa kanak kanak Layla.
"Sabar Pak, Yang Maha Kuasa pasti punya rencana indah untuk Putri kita." Anita berdiri dan mendekati Surya lalu memeluknya.
"Iya Bu, kadang kita salah menilai akan rencana Yang Maha Kuasa." Surya tengadah menatap wajah Anita.
Anita tersenyum mengusap lembut pipi Surya. "Benar Pak, mungkin semuanya terlihat menyakitkan, tapi ada rencana lain yang lebih indah. Meski itu sebuah kematian."
Surya menganggukkan kepala, mengusap lembut tangan Anita yang melingkar di dadanya.
Sekeras kerasnya gunung, akan luruh juga dengan kasih sayang. Sekeras kerasnya hati, akan lunak dengan cinta. Cinta yang tulus hadir dari kedalaman jiwa. Mampu mengarungi lautan meski badai menerjang tiada henti.
***
Sementara di tempat lain, Abdul dan Alya pun berencana untuk ke Puncak Bogor besok pagi, setelah tersiar kabar tentang dua anak remaja yang biasa melukis di Puncak Bogor.
"Bawa dua anak buah kita Bu, supaya kita tidak kecolongan lagi" ucap Surya sambil meletakkan koran di atas meja.
"Iya Pak, siapa tahu berita itu benar, kalau dua anak remaja itu adalah Kei dan Layla" jawab Anita mendengus kesal.
"Untung saja Yuda tidak tahu tentang hal ini, jika dia tahu, habislah kita Bu." Surya giginya gemelutuk.
"Benar Pak, jika Kei di temukan, kita jangan menunda lagi pernikahannya. Kalau tidak, Kei akan melarikan diri lagi." Anita mengambil gelas di atas meja.
"Itu semua gara gara gadis gila itu, dia membawa pengaruh buruk buat Kei."
Anita menganggukkan kepala, membenarkan apa yang di katakan Abdul. Keluarga yang berbeda dengan Surya dan Anita yang selalu ditanggapi dengan kesabaran dan pengertian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Selviani
org tua durhaka
2020-04-08
0
Abdurrohman
kasihan
2020-04-06
0
rusmiati rusmiati
kasihan skli abdul dan Alya sudah tersesat
2020-03-20
0