Malam, 22.00 Wita
Sebuah mobil fan bewarna hitam berhenti disebuah halaman rumah, rumah itu tidak terlihat mewah hanya sebuah rumah kecil dengan cat bewarna biru muda. Seorang pria yang duduk di kursi pengemudi keluar dari mobil itu diiringi dua orang perempuan keluar dari jok belakang.
Salah satu orang perempuan terlihat ada perban di keningnya dan sikunya, wajahnya juga terlihat pucat. Lampu halaman rumah tampak redup, suasana sekita tampak sunyi.
“Ini dari pak Andre” kata pria tadi menyerahkan telponya.
Perempuan yang berdiri disebelah perempuan yang berperban itu mengambil smartphone bewarna biru tua itu.
“Ya..”
“Fen, kalian udah sampai rumah itu kan”
“Hmmm… udah”
“kalian disana dulu sementara sampai kondisi aman, dan nanti wahyu akan berjaga disana” jelas Andre.
“Iyah Ndre” Feni paham apa yang dikatakan kakak laki-laki nya itu.
“Jaga diri kamu baik-baik ya, soalnya ada yang harus kamu jelaskan sama aku tentang kamu dan Erlang”
Feni jadi tertawa kecil.
“iyah, kamu juga ya. Aku akan tunggu kamu jemput”
“hu..uh.. Kasihin lagi hp nya sama wahyu”
Feni paham dan menyerahkan smartphone tadi kepemiliknya lagi, wahyu sempat bicara sesaat.
“Baik pak” jawabnya sebelum menutup telponnya.
“Mari mbak masuk” kata dia kemudian.
Ruangan itu terlihat luas tapi sempit dengan beberapa kotak kayu didalamnya, bau anyir ikan sesekali tercium. Cahaya lampu seadanya menyinari lokasi itu.
Marko berdiri diantara Ryan dan Roni, sedangkan Erlang dan Roy berdiri di belakang mereka. Ada sekitar 10 orang pria lagi di belakang mereka, berdiri tekap dan berjaga-jaga.
Diseberang tempat mereka berdiri berjarak sekitar 5 meter, berdiri 5 pria asing. 3 berwajah china, 2 lagi wajah orang barat. Mereka juga berdiri dengan siaga. Sampai akhirnya 2 orang pria berwajah cina itu mengangkat sebuah keranjang putih yang tertutup rapat ke depan mereka.
“have you prepared the money?” tanya si pria berambut pirang, pria itu berusia sama dengan Ryan.
“sure” jawab Marko.
Roy mengangkat sebuah tas jinjing besar bewarna hitam meletakan dekat dengan kotak tadi dan membuka resletingnya. Ratusan lembar uang memenuhi tas itu, membuat 5 pria asing itu mengangguk mengerti.
Si pria berambut pirang mengkode satu anggotanya, untuk membuka kotak putih itu. Segel kotak itu di buka ada gambar anggur di atas tutupnya. Tak lama kotak itu dibuka, dan terlihat anggur bewarna hitam memenuhi kotak itu.
Marko maju melangkah melihat isi kotak itu diiringi yg lainnya, sementara 10 anak buah Marko berjaga-berjaga di tempat masing-masing. Ditangan mereka telah siap senjata api laras pendek.
Si pria berwajah cina memindahkan anggur tutup kotak tadi yang tergeletak ditanah dengan pelan. Sampai pas sebagian anggur telah dipindahkan, nampak ada benda putih, anggur terus di keluarkan smpai semua permukaan kotak tampak terisi bungkusan berisi serbuk seperti tepung.
Marko dan anggotanya tau persis itu apa, itu adalah heroin. Mereka selama ini menjalankan bisnis itu.
“There’s 2 kilograms all in all, in 4 wine boxes. Each contains half a kilogram” jelas si pria berambut pirang.
“Inside this bag were four million five hundred thousand dollars” jelas marko menujuk tas jinjing dia tadi.
Roy menutup resleting tas itu, begitu juga pria cina tadi memasukan kembali anggur kedalam kotak tadi dan menutup rapat. Roy mengintruksikan anak buahnya di belakang segera mengangkat 4 kotak itu.
Tapi,
“Perhatian semuanya, kalian sudah di kepung” suara dari toa itu diiringi dengan suara sirine.
“oh shit, you guys set us up” ke 5 orang asing itu mengerti situasi mereka saat ini. Mereka mengacungkan pistol kearah marko dan yang lain karena merasa di jebak.
“Kok bisa ada polisi” Marko bertanya sambil berlari menghindar. Suara memecah subuh hari di kota itu.
Polisi dengan rompi dan helem lengkap memenuhi lokasi itu, Marko berusaha lari. Sebagai bos tentu saja anak buahnya melindungi dia.
Andre masuk ke dalam ruangan itu mengendap-endap dari balik tembok di iringi beberapa orang. Ia mengecek situasi akan kah amat untuk melangkah.
Sebuah tembakan beberapa kali mengenai anak buah Marko, sebuah senjata siap di lepaskan kearah kepala sang polisi dari arah belakang. Sebelum tangannya menekan pelatuk, sebuah tendangan tepat ditangannya membuat pistol di tangan Roy terlempar.
“Lang..” Roy mengenali pria tinggi dengan kulit putih itu.
“Sorry Roy” kata Erlang kemudian berusaha menangkap Roy. Keduanya saling berkelahi, saling menghindari.
Tangan Roy di tangkap Erlang memutarnya dan kemudian menjatuhkan Roy ke tanah dan menahan dengan badannya.
“Lang” panggil Andre melempar sebuah borgol.
Andre memborgol satu tangan Roy dan satu lagi dia pasangkan ke tralis besi di samping tempat mereka berkelahi.
“Sorry Roy”
“Gue gak butuh kata sorry lo, dasar brengsek” maki Roy kemudian.
Merasa tak ada yang perlu dijelaskan Erlang berbalik pergi meninggalkan kan Roy yang terborgol.
“brengsek..” teriak Roy mengeluarkan sebuah pistol kecil dari punggungnya.
Tepat saat itu ada Toni di sana, dengan reflek mengarahkan pistolnya ke arah Roy dan menembak Roy. Peluru panas itu tepat mengenai dada sebelah kiri Roy. Roy jatuh tersungkur dengan genangan darah.
“walaupun dia dulu teman, tapi sekarang yang dia bukan lagi teman” kata Toni.
Erlang mengerti, mereka emang bukan teman dari awal. Mereka adalah musuh sampai kapanpun. Erlang hanya menatap Roy yang tak lagi bergerak. Andre menepuk bahunya.
“Udah berakhir Lang” kata Erlang.
Erlang mengangguk, ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling tempat itu. Memang sudah berakhir, beberapa orang asing yang tadi membawa heroin tertangkap ada juga yang tewas.
Andre duduk bersama Erlang disebuah bangku, mengawasi anggotanya membawa semua tersangka masuk ke mobil, beberapa petugas medis pun terlihat datang. Tak hanya itu, tim forensik pun sibuk, memfoto beberapa jenazah sebelum di bawa ke kantor.
“Lapor ndan” kata seorang pria berdiri tepat di depan mereka, pria itu memberi hormat.
Andre berdiri,
“Kenapa?”
“Marko, Roni, dan Ryan tidak ditemukan”
“Kalian udah sisir daerah sini”
“Udah ndan”
Semua bergerak, sisir setiap wilayah. Lakukan razia disetiap perbatasan mau keluar dari kota ini” perintah Andre.
“Peach hotel Ndre” kata Erlang berdiri dari duduknya
“Kami sudah ke Peach hotel, semuanya udah dibawa ke kantor, kecuali Hani. Tim forensik bilang kemungkinan dia overdosis. Dia sudah dibawa ke RS untuk otopsi” jelas pemuda itu.
Andre dan Erlang mengerti dengan penjelasan itu, mereka berfikir kemana lagi marko, Ryan dan Roni bisa pergi.
“Feni..” kata Erlang.
Erlang merongoh smartphonenya, entah kenapa perasaannya rasa tak nyaman. Ia tau persis bagaimana organisasi ini. Jika Marko tau ia adalah agen, pasti mereka akan mencari tau soal Feni. Meski terlihat tak ada kekuatan, marko masih punya kekuasaan.
Andre menatap Erlang begitu nama adiknya disebut, Andre mengerti apa yang dipikirkan Erlang.
“Hubungi wahyu, bagaimana kondisi disana” perintah Andre pada anggotanya yang masih setia menunggu perintah.
“Baik Nda..” Pemuda itu lansung pergi mencari informasi.
“Angkat telponnya Fen” pinta Erlang.
Ia coba berkali-kali menghubungi Feni namun tak jua panggilan nya dijawab Feni.
“Gak diangkat?” tanya Andre melihat ekspresi Erlang.
Erlang menggeleng, tapi masih juga berusaha menghubungi Feni. Ia benar-benar cemas sekarang.
“Lapor ndan, wahyu tak bisa dihubungi” si pemuda sang anggota Andre tadi datang lagi.
Andre dan Erlang saling pandang,
“Siapkan semua anggota, sesuai perintah tadi. Sisir perbatasan, sisir setiap wilayah Denpasar. Sebarkan ke tiap polsek wajah DPO dan beberapa anggota ikut saya dan Erlang ketempat Feni” jelas Andre.
“siap Ndan”
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
RumahSakit Mesra
lanjut
2024-08-15
0
shanum
aaaaaa seru guys
2022-11-09
0