Bab 15 Melindungimu

Kesadaran Feni dipaksa harus muncul saat suara panggilan Erlang dan goncangan pada tubuhnya menyadarkannya dari mimpi. Feni menyipitkan matanya saat cahaya terang lampu kamar silau memasuki retinanya.

Feni kembali memejamkan matanya sesaat kemudian bangkit dari tidurnya dan mendapati Erlang telah berdiri disamping tempat tidur.

"Ini kan masih pagi Lang" protes Feni setelah melirik jam dinding yang masih menunjukan angka 5 pada jarum pendeknya dan angka 1 jarum panjangnya.

"Aku tau, tapi kita harus pergi. Sekarang kamu cuci muka dan kita lansung berangkat" jelas Erlang.

"Kemana?" tanya Feni.

"Nanti kamu akan tahu, sekarang cepat beres-beres" jawab Erlang.

Akhirnya Feni mengalah dan tak ingin bertanya lagi. Karena ia yakin Erlang tidak akan menjawab pertanyaannya. Entah sejak kapan Feni seolah mengerti bagaimana sifat Erlang.

Feni menyanggul rambutnya, merapikan baju kaosnya yang ia pakai dari semalam. Erlang tak mengizinkan ia menganti baju dengan alasan akan lama. Feni menyandang ranselnya dan mengikuti Erlang.

"Pakai! Diluar dingin" Erlang menyerahkan sweater milik Feni yang tergeletak diatas sofa.

Feni mengangguk patuh meski ia tak mengerti ia akan pergi kemana pagi-pagi begini.

Erlang terlihat tenang disamping Feni, ia konsentrasi disamping Feni yang sibuk cemberut melihat wajahnya yang masih saja sembab, apalagi matanya karena menangis semalam?

"Gak terlalu sembab kok" komentar Erlang Seakan tahu apa yang dipikirkan Feni

Feni menatap Erlang, Ia tak menyangka Erlang akan tahu apa yang ia fikirkan

"Masak sih, tapi kelihatan jelek" Feni semakin cemberut.

"Kalau kamu cemberut begitu malah semakin jelek" kata Erlang diselingi tawa kecil.

Mau tak mau Feni tersenyum, mobil sedan hitam itu berhenti disebuah jalanan sepi. Feni celingak celinguk melihat sekitarnya tapi tidak ada yang aneh.

"Kenapa kita berhenti disini?" tanya Feni penasaran.

"Kita menunggu seseorang"

"Menunggu?" Ulang Feni.

Erlang mengangguk.

Belum sampai 5 menit Feni dan Erlang menunggu disana dari arah berlawanan muncul mobil minibus bewarna hitam, yang berhenti beberapa meter didepan mereka.

"Itu mereka, sekarang kamu pindah ke sana" kata Erlang yang semakin membuat Feni tidak mengerti.

"Maksudnya? Aku gak ngerti"

"Di mobil itu Andre yang datang untuk menjemput kamu"

"Andre" Feni lansung mengalihkan pandangannya ke mobil didepannya.

"Tapi kenapa?" Feni tidak mengerti kenapa semua jadi tiba-tiba.

"Alasan kamu berada disekitar aku kan karena Adek, sekarang Adek sudah aman. Jadi gak ada alasan lagi kamu berada disekitar aku untuk misi ini" jelas Erlang.

Feni terdiam, Erlang benar kalau alasan pertama Feni berada dalam pusaran masalah ini adalah Adek dan sekarang Adek sudah aman. Tapi kenapa Feni sama sekali tidak suka dengan keadaaan ini.

"Kenapa Feni lama sih?" protes Andre yang mengawasi Feni dan Erlang.

"Sabar, mungkin ada yang harus mereka bicarakan" kata Rima.

"Ini semua untuk keamanan kamu" kata Erlang lagi.

"Kamu sendiri"

Erlang tersenyum,

"Kan dari awal aku sudah ditugaskan untuk kasus ini jadi aku akan selesaikan kasus ini"

Feni menelan ludahnya demi membasahi kerongkongannya yang tiba-tiba terasa kering.

"Ok kalau gitu" Feni mencoba tersenyum.

Erlang mengangguk seraya tersenyum.

Feni membuka pintu mobil pelan, melangkahkan kaki kirinya keluar mobil dan kemudian berbalik menatap Erlang.

Erlang mengerutkan keningnya bertanya, Feni terdiam ia mencari kata-kata yang tepat untuk ia sampaikan mungkin untuk terakhir kalinya.

"Kamu hati-hati ya, semoga kita bisa bertemu lagi" ucap Feni kemudian memberikan senyuman terbaiknya sebelum benar-benar turun dari mobil dan menuju mobil minibus didepannya.

Sebelum melangkah masuk mobil minibus, Feni berbalik menatap Erlang yang dibalas senyuman yang mengisyaratkan semuanya akan baik-baik saja.

Feni duduk disamping Andre yang telah menunggunya, dengan gelisah.

"Ndre" sapa Feni tersenyum.

"Selamat Datang" balas Andre ikut tersenyum.

"Jalan Pak" kata Rima yang mendapat anggukan dari seorang laki-laki disamping Rima.

Mobil Feni melewati mobil Erlang, ada rasa sakit yang tak Feni mengerti saat ia melihat Erlang. Kenapa ia merasa hancur? Kenapa ia seperti kehilangan sesuatu yang penting?

"Kamu menangis" kata Andre yang membuat Feni sadar dan mengusap pipinya.

"Aku hanya senang banget" bohongnya kemudian merapat dan memeluk Andre.

Andre memilih pura-pura tidak tahu apa yang Feni rasakan saat ini, ia tahu bagaimana dekatnya Feni dengan Erlang sekarang. Dan dia tidak ingin menebak seperti apa perasaan Feni pada Erlang.

Erlang melirik spion mobilnya mengawasi kepergian Feni, Erlang memejamkan matanya menghela nafasnya berat. Berpisah dengan Feni seperti bukanlah yang ia inginkan sebenarnya. Ada rasa sakit menjalar di dadanya, ia seolah-olah telah kehilangan sesuatu yang sangat berharga.

"Ini adalah cara aku untuk melindungi kamu" kata Erlang pada bayangan mobil yang semakin menjauh.

Saat Erlang sampai kembali di hotel, Ryan, Roni, Hani, Roy dan beberapa anak buahnya telah berkumpul di lobi.

"Dari mana Lang, tadi gue ketok-ketok kamar loe, loenya gak jawab" tanya Roy.

"Habis keluar bentar" jawab Erlang.

"Feni juga?" tanya Ryan.

"Iya, sebenarnya gue tadi ngantar Feni"

"Ngantar Feni? Kemana? Feni balik ke jakarta?" tanya Roni antusias.

"Gak, hanya tempat yang aman karena apa yang terjadi sama Adek gak menutup kemungkinan terjadi sama Feni" jawab Erlang yang membuat semua yang mendengar kalimat Erlang mengerti.

"Gue rasa itu tindakan bagus, orang-orang kita bisa saja jadi pelakunya" kata Ryan melirik Roni.

Roni tak ambil pusing dengan sikap ke kanak-kanakan Ryan, yang penting baginya saat ini adalah dimana Feni sekarang.

Sama dengan Roni, Hani juga tidak peduli dia malah senang karena tidak perlu melihat cewek itu lagi.

"Bos udah sampai mana?" tanya Erlang.

"Tadi sih katanya udah jalan dari bandara mungkin bentar lagi nyampe" jawab Roy.

Erlang mengangguk mengerti, tak selang beberapa menit sebuah mobil sedan mewah berhenti tepat didepan lobi hotel.

"Kayaknya itu papa" kata Hani yang lansung berdiri dari sofa dan melangkah menuju papanya.

Marko keluar dari mobil dengan tersenyum menyambut putrinya yang datang kehadapannya.

"Selamat datang Pa" kata Hani.

"Makasih sayang" kata marko memeluk putrinya sesaat.

"Semuanya aman Yan, Erlang, Roni, Roy" tanya Marko pada anak buah kepercayaannya.

"Aman bos"

"Aman Pa"

 

"Kamu udah balik, Bos Marko udah datang" tanya Wita yang sedang asik membalik majalah wanita yang ada dipangkuannya.

"Udah, lagi istirahat dikamar" jawab Roy yang kemudian duduk disamping Wita.

"Sayang kamu tau kalau Erlang mengungsikan Feni"

"Mengungsikan?" Kata-kata itu terdengar aneh ditelinga Wita.

"Erlang memindahkan Feni dari hotel ini ketempat lain yang lebih aman, karena menurut Erlang apa yang terjadi pada Adek bisa juga terjadi pada Feni" jelas Roy panjang lebar.

"Oh..lalu kenapa?" Wita mengangguk mengerti.

"Kamu gak takut?"

"Dengan?"

"Yang tadi aku bicarain"

Wita tertawa kecil, meletakkan majalah dipangkuannya diatas meja kemudian menatap Roy serius.

"Yang bikin aku takut adalah jauh dari kamu" tutur Wita kemudian dengan cepat mengecup pipi Roy.

Mau tak mau itu membuat Roy tertawa kecil, dan kemudian menarik Wita kedalam pelukannya.

"Dasar kamu, aku pasti akan jagain kamu" janji Roy.

***

(up gila-gilaan ya ... semoga kalian suka.

mohon kritik dan sarannya ya.

love u all😀)

Terpopuler

Comments

RumahSakit Mesra

RumahSakit Mesra

jangan pisah lah

2024-08-15

0

shanum

shanum

makin kesini

2022-11-08

0

sabana

sabana

blum up

cuman curhat sedikit

2021-05-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!