Keesokan harinya mentari pagi telah muncul di ufuk timur dan Feni bersiap-siap untuk pergi memulai pertualangannya dihari ini.
Ponsel Andre berdering sebuah panggilan dari adiknya, Andre tersenyum untuk sesaat dan menjawab panggilan itu.
“Ya Fen”
“Ndre, pagi ini aku mau cari makan boleh gak”
“Mau cari makan kemana?” tanya Andre karena ia tau adiknya tidak tau tempat-tempat di Bali.
“Mmmmm aku mau makan nasi campur, penasaran gimana rasanya” kata Feni.
“Ok, kamu boleh pergi tapi jangan-jangan jauh-jauh dari hotel dan tetap kabarin aku” pesan Andre.
“Siap Bos” seru Feni dari seberang.
Feni melangkah dengan girang menyusuri kota denpasar, menikmati udara pagi yang masih sejuk guna mencari makanan penganjal perutnya yang terasa lapar.
Langkah kaki Feni terhenti didepan sebuah warung nasi yang lumayan besar, didepan warung di sebuah papan kayu tertulis ’NASI CAMPUR BUK WETI’.
“Nasi campur buk Weti, kayaknya boleh dicoba nih” pikir Feni dan kemudian melangkah masuk, sesampainya didalam ia sambut oleh seorang laki-laki sebaya dengan Andre.
“Mau pesan apa?” tanya laki-laki itu.
“Nasi campur ayamnya satu dan teh panas satu”
“Baik tunggu sebentar, silakan duduk” kata laki-laki itu dan meninggalkan Feni yang kemudian mencari tempat duduk, Feni duduk disebuah bangku kayu panjang yang disampingnya duduk seorang perempuan yang berumur kira-kira 36 tahun dengan anak laki-lakinya kira-kira berumur 9 tahun yang terlihat menikmati nasi campur nya. Dihadapan Feni duduk seorang pemuda dan seorang perempuan mungkin mereka sepasang kekasih atau mungkin juga pasangan suami istri karena mereka berdua terlihat mengobrol dengan akrab sambil menikmati sarapannya juga.
“Hai Fen!” sapa seseorang yang lansung duduk disamping Feni.
“Yudha..” kata Feni mengenali cowok yang duduk disampingnya, dia adalah teman satu kuliah dengan Feni dikelas sastra. Bukan rahasia lagi jika cowok berkaca mata minus itu menaruh hati kepada Feni, kini cowok itu menatap Feni dengan tersenyum.
“Kok kamu ada disini” tanya Feni.
“Aku lagi liburan, kamu juga kan?” kata Yudha balik bertanya.
Feni mengangguk.
Feni sangat malas berhadapan dengan Yudha walaupun yudha adalah cowok yang baik tapi bukankah perasaan itu tidak bisa dipaksakan. Feni mengalihkan pandangan kearah pemilik warung yang masih sibuk menyiapkan pesanan.
“Kamu udah pesan?” tanya Yudha.
“Udah” jawab Feni singkat.
Feni terlihat malas untuk mengobrol dengan Yudha, beberapa kali ia menghela nafasnya difikirannya saat ini adalah jangan bilang kalau ia akan menghabiskan liburannya dengan Yudha, jangan bilang kalau ia setiap hari akan bertemu dengan Yudha dan jangan bilang… ah masih banyak lagi pikiran negatif diotak Feni yang berputar-putar.
Feni lagi-lagi mengalihkan pandangan keluar jendela, jujur ia tak ingin mengawali hari dengan sesuatu yang buruk. Mata Feni membulat saat ia lihat seseorang lewat lebih tepatnya seorang gadis dengan seorang pemuda dan yang membuat Feni kaget karena gadis itu adalah ….
Feni berdiri dari duduknya dan lansung keluar dari kungkung bangku dan meja yang menghalangi langkahnya.
“Fen mau kemana?” tanya Yudha menyusul Feni yang melangkah keluar dari warung.
“Adek, itu pasti Adek” ucap batin Feni terus melangkah mengikuti sepasang kekasih yang berjalan bergandengan yang saat ini jarak mereka cukup jauh dari Feni dan susah juga untuk Feni memanggilnya karena bisa saja ia kabur ketika dipanggil dan lagian dijalanan sedang ramai.
“Fen..” Yudha menarik tangan Feni yang membuat langkah Feni terhenti.
“Kamu mau kemana sih? Kamu gak suka kalau ada aku?” Yudha membondong Feni dengan pertanyaan yang tak terjawab.
Sementara Feni masih sibuk mencari target yang dari tadi ia ikuti yang kini telah berpindah jalur dengan menyeberangi jalan dan hilang ditengah kerumunan orang.
“Fen..” panggil Yudha lagi.
Dengan kasar Feni menepis tangan Yudha yang mengengam tangannya menatap Yudha dengan tatapan tak suka.
“Iya aku emang gak suka karena ada kamu” kata Feni menengaskan ucapannya ditiap kata-kata.
Yudha terdiam ia merasa bersalah, tapi ia sama sekali tak ingin kehilangan Feni.
“Aku minta maaf” mohon Yudha.
Namun Feni malah tidak menanggapi dan mencoba meninggalkan Yudha untuk kembali ke warung yang tadi ia tinggalkan begitu saja.
“Blih, pesanan saya tadi mana?”
“Oh, itu mbak sudah saya taro dimeja” kata laki-laki si pelayan warung.
Feni segera menuju mejanya tadi tempat yang disebelahnya telah kosong sepertinya ibu dan anaknya tadi telah selesai sarapan disini begitu juga dengan sepasang kekasih yang kini berganti dengan duduknya sepasang suami istri dengan anak perempuan diantara mereka. Jika Feni menebak itu adalah putri mereka.
Feni ingin segera menyantap hidangan yang ada dihadapanya, selain karena ia lapar juga karena ia tak ingin berlama-lama bersama Yudha.
Yudha sendiri kini duduk disamping Feni dengan sedikit menjaga jarak, ia tak ingin membuat Feni merasa tidak nyaman dengan keberadaannya meski ia tahu selama ini kalau Feni sering merasa tidak nyaman bersamanya. Tapi ia telah terlanjur sayang pada Feni.
Sementara itu, dugaan Feni benar tentang cewek yang lihat lewat didepan warung tadi adalah sahabatnya yang tak lain adalah Adek.
Adek dan Ryan melangkah tanpa merasa curiga dengan apapun yang terjadi dengan dibelakangnya. Keduanya melangkah menuju sebuah butiq yang terletak diujung kalan itu.
“Ini dia butiqnya sayang” kata Ryan.
“Ayo masuk” ajak Adek.
“Ayo”
“Ada yang bisa saya bantu” tanya pelayan butiq itu ramah menyambut pasangan kekasih itu.
“Tolong carikan gaun untuk istri saya ini” kata Ryan yang lansung ditatap oleh Adek dengan wajah merona. Apa lagi kalau bukan karena kata ISTRI yang di ucapkan Ryan tadi.
Ryan sama sekali merasa tidak bersalah sedikitpun, ia malah tersenyum kepada orang yang ia cintai itu.
“Kalau begitu mari ikut saya” kata Wanita itu dan Adek menatap Ryan sesaat sampai ia dapatkan anggukan dari kekasihnya.
***
Feni menghempaskan tubuhnya disofa kamarnya, ia tak menyangka kalau ia akan bertemu Yudha dan juga..
“Apa cewek tadi itu benar Adek” ucap Feni pada dirinya sendiri.
“Kalau dia emang Adek berarti selama ini dia bohong dong kalau dia tinggal di Kalimantan”.
“Fuh.. pusing” Feni segera menuju ranjang, ia ingin tidur meski sekarang masih jam 11 pagi karena telah jadi suatu kebiasaan baginya jika ia sedang menghadapi masalah yang sedang ruwet ia akan memilih untuk tidur.
Sudah 2 jam Feni tertidur sampai bunyi panggilan telpon dari smartphonenya yang menginstrupsi untuk bangun dari mimpi indah.
Feni meraba-raba kearah sampingnya ketempat tadi ia meletakan benda persegi berukuran 7 inci itu.
“Lina” itu yang tertulis di layar smartphone itu.
“Ya Lin” sapa feni dengan suara serak khas orang bangun tidur.
“Jangan bilang kamu baru bangun tidur?” tebak Lina.
“He..eh, aku emang baru bangun tidur” jawab Feni seraya bangkit dari tidurnya dan menyandarkan tubuhnya ke kepala ranjang.
“Lagi bete ya?” tanya Lina.
“He..eh”
“Emang ada masalah apa? Cerita dong” tanya Lina yang mengerti dengan dengan sikap sahabatnya itu.
“kamu tau gak aku ketemu siapa tadi?” Feni mencoba memberi clue atas masalahnya.
“Siapa? Kak Andre?” tebak Lina.
“Kalau Andre aku sih udah ketemu tadi malam”
“Hah beneran, trus pasti kamu dimarahin kan?” tebak Lina.
“Emang, aku emang kena marah sama dia tapi masalahnya itu udah selesai dan yang jadi sumber masalah aku sekarang adalah Yudha” jelas Feni.
“Yudha?” ulang Lina.
“Yap. Seratus untuk anda” ucap Feni seperti kata-kata pembawa acara dalam sebuah kuis.
“Yudha ada dibali?” tanya Lina lagi untuk memastikan.
“Iya, itu aneh banget tau gak dari nama dia tau kalau aku ada di Bali?” ucap Feni seraya berfikir dengan apa yang telah terjadi.
“Tentu aja dia tau Fen, kan Yudha yang ngasih tiket untuk kamu ke Bali” Lina berbicara tanpa ia sadari kalau ia telah salah bicara.
“Apa? Kamu ngomong apa? Tiket aku ke Bali itu dari Yudha” Feni mencoba meyakinkan apa yang ia dengar tadi.
“Fen… a aa “
“Apa? Jadi selama ini kamu bohong sama aku, kamu kerja sama dengan Yudha atau…” Feni tidak jadi melanjutkan kalimatnya ia tak mau kalau muncul kata-kata yang akhirnya akan menyakiti keduanya. Ia tak ingin berfikir buruk terhadap sahabatnya itu.
“Fen maaf, aku gak maksud ngehianati kamu” pinta Lina isakan gadis itu mulai terdengar diujung telpon.
Emosi Feni seakan mengalahkan semuanya, ia tau ini tak baik tapi ia memutuskan menutup telponnya dan pergi meninggalkan hotel untuk mencari ketenangan.
Lelah mendengar smartphonenya berdering disaku nya membuat Feni mengambil benda itu dan mematikan benda itu agar tak lagi berbunyi.
Erlang membuka pintu kamarnya yang sebelumnya diketok oleh seseorang. Hani telah berdiri dibalik pintunya dengan pakaian yang cukup seksi dengan tank top bewarna merah darah dipadu dengan rok kulit berwarna hitam diatas lutut yang lumayan ketat.
Erlang mengerti kenapa Hani telah berdiri didepan pintu kamarnya. Hari ini organisasi akan mengadakan pesta di Extravaganza Diskotik jadi tentu saja kedatangan Hani kedepan kamarnya adalah untuk mengajaknya pergi bersama.
Erlang sadar siapa dirinya ia tidak mungkin menolak untuk pergi bersama Hani tapi jujur ia tidak menyukai gadis itu. Otaknya harus terus bekerja untuk menghindari gadis itu nantinya.
“Your beautiful..” puji Erlang, yang entah tulus entah tidak.
“Thanks… kita bareng perginya kan Lang” Hani tersipu mendapat pujian dari cowok idamannya itu.
Hani lansung menggayutkan tangannya ditangan Erlang dan keduanya pergi dari hotel menuju Ekstravaganza Discotic.
Feni terus berjalan untuk ke Bali lagi ke hotel, ia telah pergi lumayan jauh hari ini dari hotelnya bahkan ia lupa minta izin pada Andre. Ah, sudahlah ia pusing jika harus memikirkan hal ini. Tempat tujuannya kali ini hanya kamar hotel tempat ia menginap, mendiamkan diri di bawah selimut sampai moodnya kembali membaik.
“Adiiik.. tungguin kakak” kata seorang gadis kecil mengejar adiknya yang lewat disamping kanan Feni.
Wajah Feni mengurai sebuah senyuman dan matanya menatap kedua gadis kecil itu pergi yaitu kearah yang berlawanan dengan Feni.
Sesaat ia di hipnotis dengan keceriaan mereka membuat Feni melupakan masalahnya untuk sejenak tapi matanya tak sengaja tertuju pada sebuah mobil yang berhenti didepan sebuah diskotik. Entah magnet apa yang ada pada mobil sedan hitam itu, Feni terdiam untuk sesaat melihat kearah mobil itu sampai seorang laki-laki seusia Andre turun dari sebelah kiri mobil dengan setelan jas hitam rapi dan celana jeans hitam. Mengiringi langkahnya untuk membukakan pintu disebelahnya, Feni masih terdiam ia tak mengerti apa yang ia tunggu saat ini, kenapa dia masih saja diam tak bergerak dari tempatnya berdiri tadi? Apa yang ia tunggu pun tak ia tau?
Seorang gadis cantik dengan gaun malam bewarna biru muda keluar dengan senyuman yang indah nan menawan hati yang akan membuat orang yang melihatnya akan terpesona, tapi bukan itu yang membuat Feni terus menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Itu kan Adek” ucap Feni sendiri.
“Ayo sayang…” ajak Ryan pada Adek yang lansung mendapat sambutan tangan Adek, sepasang anak manusia itu lansung masuk kedalam diskotik.
Feni tersadar dan lansung mengikuti langkah Adek dan Ryan yang pergi. Ia harus memastikan apa yang dia lihat, ia harus memastikan apa cewek yang tadi masuk adalah sahabatnya atau bukan.
Langkah kaki Feni ditapaki dengan penuh keraguan, apakah tindakannya ini benar atau salah. Hatinya penuh dengan pergolakan batin, beberapa kali ia menarik nafasnya panjang, menguatkan hatinya.
“Aku harus masuk” kata Feni memantapkan hatinya.
Belum sampai Feni di pintu masuk diskotik senyap-senyap ia dengar suara dentuman musik. Berkali-kali ia menarik nafasnya agar ia dapat tetap tenang. Pintu masuk diskotik bagai lorong yang jauh yang harus dia lalui dengan langkah tertatih.
“Maaf undangan anda mana” tanya seorang laki-laki bersetelan jas rapi yang berdiri diambang pintu bertanya pada Feni.
“Undangan?” Feni balik bertanya, tapi lebih bertanya pada dirinya sendiri.
Feni jadi panik karena mereka mempertanyakan undangannya.
“Tapi saya udah ada janji dengan teman saya didalam” bohong Feni.
“Gak bisa, anda hubungi saja teman anda agar ia menjemput anda di luar. Sekarang silakan anda pergi!” kata penjaga pintu tanpa peduli alasan Feni.
Dan saat itu Erlang dan Hani datang, Erlang yang melihat hal itu jadi memikirkan sesuatu dan memfaatkan keadaan itu.
“Han, kamu duluan masuknya aku ada urusan sebentar” kata Erlang pada cewek yang ada disampingnya
“Ok, jangan lama-lama ya” Hani menganguk setuju.
Erlang menganguk dan hani masuk diskotik tanpa kendala sama sekali karena dua pengawal itu telah mengenali Hani sebagai putri dari bos mereka.
“Brengsek…” maki Feni dan berbalik arah untuk pergi dari tempat itu, percuma saja ia berharap dapat masuk kedalam.
Kemudian dengan sengaja dan tanpa perasaan Erlang menabrak Feni.
“Uh…”
“Jalan tu pakai mata” hardik Erlang.
“Kamu yang nabrak kok kamu yang marah sih” hardik Feni gak mau kalah.
“Kamu tuh ngehalangin jalan”
“Terserah kamu lah” Feni berniat untuk pergi namun dicegat oleh Erlang, pergelangan tangan kirinya ditarik Erlang.
“Tunggu”
“Apa?” Feni lansung menepis tangan Erlang yang memeganginya.
“Kamu mau masuk kedalam kan?” tanya Erlang.
Feni menatap cowok tampan itu, tapi berhubung ia sedang kesal ia tak mampu melihat ketampanan cowok yang berdiri didepannya itu baginya tampang Erlang hanya seperti si buruk rupa di dongeng Beauty And The Beast.
“Dari mana kamu tau?” tanya Feni.
“Itu gak penting, yang penting apa kamu mau masuk ke dalam?” tanya Erlang lagi.
Feni mengangguk ragu, ia menatap Erlang dengan tatapan menyelidik. Ini Bali siapa saja bisa berbuat buruk padanya, apa lagi ia saat ini berdiri didepan sebuah diskotik.
“Ada syaratnya”
“Udah aku duga,dia pasti mau macam-macam”pikir batin Feni.
“Apa?”
“Kamu harus pura-pura jadi pacar aku”
“What? Jadi pacar kamu? Kamu gila ya?” hardik feni kaget. Cowok tampan itu tersenyum, ia terlihat serius dengan ucapannya tadi.
“Pura-pura, hanya pura-pura” Erlang menekankan kata-katanya pada kata pura-pura.
Erlang mengerti kalau gadis manis didepannya pasti curiga padanya, apa lagi ia meminta hal yang seperti tadi.
“Tenang aja, aku gak akan ngapa-ngapain kamu”
“Jaminannya?”
Erlang berfikir untuk sesaat, ia menatap Feni dalam. Erlang sempat berfikir kalau Feni adalah cewek gak bener, tapi ada cewek gak bener minta jaminan tentang keselamatannya.
“Aku gak bisa ngasih jaminan apa-apa, tapi aku janji aku gak akan ngapa-ngapain kamu” janji Erlang dengan pasti.
Feni terdiam untuk sesaat, entah kenapa ia percaya sama cowok yang berdiri di depannya ini. Lagian ia harus masuk untuk meyakinkan hatinya, setelah ia bertemu dengan orang itu ia akan lansung pergi jika ia bukan sahabatnya tapi kalau dia sahabatnya bagaimana?
“Hai.. bagaimana?” desak Erlang karena melihat Feni melamun.
“Ok, tapi cuma malam ini”
Erlang mengangguk, “No problem” kata Erlang.
Erlang menggenggam telapak tangan Feni, yang lansung ditarik oleh Feni dan ia melotot menatap Erlang tak suka.
“Ngapain pegang-pegang” protes Feni.
Erlang melongos sambil geleng-geleng kepala.
“Kamu kan pacar aku, paling tidak tunjukkin sama orang-orang kalau kamu pacar aku”
Feni cemberut, ia meratapi nasibnya sendiri kenapa ia harus bertemu dengan cowok seperti ini.
“Udah, jangan banyak mikir” Erlang lansung menarik tangan Feni dan keduanya masuk kedalam diskotik tanpa ia di cegat lagi.
Dentuman ruangan itu terdengar memekakkan telinga namun membuat tubuh ingin bergoyang, suasana ruangan yang agak gelap namun samar-samar dihiasi lampu yang kelap-kelip membuat ruang semarak. Orang-orang laki-laki ataupun perempuan bergoyang di lantai dansa, mereka sibuk dengan dunia mereka sendiri. Sesekali ia melihat pemandangan yang tak biasa baginya seperti ciuman, pelukan yang Feni rasa itu biasa bagi mereka tapi tidak untuknya. Feni mengerti kenapa Andre melarangnya memasuki kawasan ini.
“Ayo” Erlang menarik Feni menuju sudut lain dari ruangan itu.
“Aku Erlang, Kamu?”
“Feni..”
Erlang menarik Feni ketempat beberapa anak muda ngumpul dengan beberapa cewek dengan pakaian seksi dipelukan mereka. Walau dengan samar-samar ia dapat melihat salah satu cowok di sana adalah cowok yang tadi masuk dengan cewek yang mirip dengan Adek. Tapi tak ada cewek yang mirip Adek.
“Hai Lang, lama banget loe” sapa Roy cowok berkulit putih dengan sebuah gelas ditangannya dan juga cewek cantik yang ada didekapannya.
“Ada urusan sebentar tadi”
“Duduk Lang, tapi ngomong-ngomong cewek disamping loe siapa?” tanya seorang cowok yang duduk disofa besar disampingnya duduk seorang cewek dengan pakaian seksi yang menatap Feni dengan tampang sangat tidak suka.
“Cewek gue” jawab Erlang yang melirik Feni untuk sesaat.
“Apa? Cewek?” tanya cewek yang duduk di samping cowok yang tadi menanyakan siapa Feni.
“Iya, Fen, kenalin itu Hani” kata Erlang.
Feni yang tak tahu apa-apa lansung mengulurkan tanganya ingin berjabat tangan tanda perkenalan. Namun Hani lansung berdiri dan pergi meninggalkan tempat itu.
Feni menatap Erlang tanda tak mengerti, Erlang hanya tersenyum ia puas dengan apa yang ia lihat.
“Loe bikin adik gue patah hati tuh” kata Ryan.
Erlang tersenyum, “Yes berhasil” sorak hatinya.
“Udah gak usah loe pikirin. Duduk!! Nanti baikan juga tuh anak” kata Ryan menyandarkan tubuhnya di sofa.
“Duduk Lang” kata Ryan menepuk sofa disampingnya agar Ryan duduk disampingnya.
Erlang duduk disamping Ryan diikuti Feni yang duduk disamping Erlang, minuman sedikit menyengat tertangkap diindera penciuman Feni. Hatinya bilang, dia tidak boleh meminumnya kalau tidak ingin digantung Andre nantinya.
“Oh ya kita belum kenal sama cewek loe nih” kata pemuda yang duduk di sofa di arah yang berlawanan dengan duduk Feni.
“Fen kenalin teman-teman aku. Yang ini Ryan, itu Roy dan cewek disampingnya Wita” kata Erlang menjelaskan.
Roy lansung berdiri dari duduknya lansung ingin menjabat tangan Feni, Feni menyambut uluran tangan Roy. Tapi tak ia sangka Roy lansung membungkuk dan mengecup punggung tangan kanannya. Dengan wajah pucat Feni lansung menarik tangannya yang lansung dihujani gelak tawa.
“Maaf ya Fen, dia emang gila” kata cewek yang duduk disamping Roy dan lansung menarik Roy untuk duduk.
“Gak usah cemburu gitu dong sayang” kata Roy dan lansung merangkul Wita untuk mencium pipinya.
“Apa-apaan sih?” protes wita sambil cemberut.
Mereka berdua tidak lagi menarik perhatian Feni, kini matanya sibuk menyusuri tiap sudut tempat itu berharap ia menemukan sosok yang ia cari dari tadi. Sosok yang jadi alasan kenapa ia sampai bisa duduk ditempat ini.
“Adek mana Yan?” tanya Elang yang membuat Feni lansung menatap Erlang dan Ryan bergantian.
“Adek?” Feni beranalog, sosok dengan nama itu yang ia cari dari tadi. Tapi apakah mereka orang yang sama?
“Dia lagi ke toilet “
“Siapa Adek?”
“Dia cewek gue, gue rasa kalian seumuran” jawab Ryan yang semakin membuat Feni gusar, meski samar Erlang dapat menangkap itu.
Feni mengepal tangannya erat, matanya terpejam ia berdoa dalam hatinya agar orang yang mereka maksud bukan orang yang sama.
“Yan, tadi aku lihat Hani pergi. Dia kenapa?” tanya seorang cewek datang meski musik cukup keras Feni masih dapat mengenali itu suara siapa. Feni membuka matanya dan menatap sosok cewek yang akhirnya juga menatapnya.
Nafas Adek terasa tercekat cewek yang sedang duduk disebelah Erlang adalah sosok yang sangat ia kenal. Kenapa dia ada disini? Apa jangan-jangan?
“Biasa ngambek, soalnya Erlang bawa ceweknya” jawab Ryan.
“Ceweknya? Gak mungkin” batin Adek terlihat sedikit panik.
“Oh ya, cewek yang disebelah Erlang itu ya” tebak Adek lebih kepada sebuah harapan agar kata-katanya tadi tidak pernah terucap.
“Loe benar Dek, dia Feni cewek gue. Fen itu Adek pacarnya Rian” kata Erlang berdiri dari duduknya.
Batin Feni bergejolak tak menentu, ada apa ini? Siapa sosok didepannya saat ini? Apa dia adalah sahabatnya? Tangan Feni terkepal semakin kuat ia mencoba meredam hatinya yang bergejolak, ia tidak boleh sampai terlihat saling kenal dengan Adek. Ia yakin cewek didepannya ini pasti punya alasannya.
Adek tak kalah paniknya dari Feni, ia terus menatap sosok sahabatnya itu. Ia juga terus bertanya-tanya dalam hatinya, kenapa Feni bisa berhubungan dengan Erlang? Ia juga terus berdoa dalam hatinya, berdoa agar tak ada sepatah katapun yang salah terucap dari mulut Feni yang nantinya akan membahayakan untuk dirinya dan juga Feni.
“Hai aku Adek” Adek mencoba mencairkan suasana yang mulai tak nyaman itu.
“Hai Aku Feni” Feni mencoba untuk tersenyum.
“Duduk disini sayang” Ryan menarik tangan Adek untuk duduk disampingnya. Feni juga akhirnya kembali duduk disamping Erlang meski hatinya sangat gundah. Banyak pertanyaan yang memenuhi otaknya saat ini, begitu juga dengan Adek. Mereka berdua bersikap senormal mungkin.
“Lang, aku mau pulang” bisik Feni pada Erlang.
“Hah..” Erlang menatap Feni mencoba memperjelas apa yang dikatakan Feni tadi.
“Aku mau pulang” ucap Feni lagi.
Erlang menatap Feni untuk sesaat dapat ia lihat cewek dihadapannya ini dalam kondisi tak baik. Erlang mengangguk.
“Gue duluan balik ya” kata Erlang.
“Kok buru-buru Lang” tanya Ryan.
“Kita ada private party berdua” jawab Erlang sambil mengelingkan matanya ke Feni. Hal itu lansung disambut tawa oleh yang lain mengerti maksud dari Erlang.
“Ok ok. Selamat bersenang-senang ya Lang” kata Roy.
Erlang hanya tersenyum, sementara Feni tak lagi peduli dengan apa yang mereka semua bicarakan yang penting baginya saat ini adalah dia ingin segera keluar dari tempat ini. Keduanya lansung pergi dari diskotik, saat mereka yakin kondisi sudah aman, Feni lansung melepaskan genggaman Erlang.
“Makasih karena kamu udah bantu aku masuk, aku pulang dulu” ucap Feni. Feni hendak berbalik untuk pergi namun ditahan Erlang.
“Tunggu Fen…”
“Mmmm..”
“Bukannya tadi kamu nyari orang tadi di dalam? Apa dia Ryan atau Roy?”
Feni tersenyum kecil.
“Bukan” Feni menggeleng.
“Lalu?”
“Itu udah gak penting kok, aku pulang dulu ya. Bye…”ucap Feni sekali lagi dan benar-benar pergi meninggalkan Erlang di depan diskotik itu.
Feni menyusur jalan menuju hotel, apa sebenarnya yang terjadi hari ini banyak yang ia temui hari ini. Kenapa semuanya bertemu dihari ini? Ada apa ini?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
RumahSakit Mesra
lanjut
2024-08-05
0
Mesra
masih ingat makan ternyata dia
2022-12-17
0
shanum
next
2022-11-05
0