Kedua tangan Feni dan Erlang saling bertaut saling menggenggam satu sama lain. Keduanya menyusuri kota, mencicipi berbagai macam kuliner khas Bali. Jika melihat keduanya tidak ada yang mampu membantah keduanya adalah pasangan kekasih.
Keduanya menikmati ini semua melupakan tugas mereka, siapa mereka dan bagaimana status mereka.
"Kesana yuk" ajak Feni menunjuk sebuah toko aksesoris.
"Ayo"
Toko aksesoris itu menjual berbagai macam bando, jepitan rambut, ikat rambut, gelang, kalung, anting, dan banyak lagi yang lain.
Feni menarik Erlang ketempat bando berjejer rapi dengan warna menarik. Feni mengambil bando dengan bentuk telinga mickey mouse dan memasangkannya ke kepala Erlang.
"Apa-apaan sih" protes Erlang mencoba membuka bando itu.
"Gak boleh dibuka" ancam Feni kemudian mengambil smartphonenya dan ingin mengambil foto Erlang dengan tampang seperti itu.
"Jangan foto" protes Erlang.
"Diam, gak boleh gerak" Feni akhirnya berhasil mengambil foto Erlang.
Feni lansung tertawa melihat foto itu dan kemudian memamerkannya pada Erlang.
"Lucu tau" kata Feni.
"Gak lucu, yang lucu tu ini" Erlang mengambil bando dengan telinga kelinci kemudian memasangkannya ke kepala Feni.
"Aku emang lucu tau" tutur Feni.
"PeDe" Erlang mencubit hidung Feni gemas.
"Ayo foto" ajak Feni berselfie.
Erlang berdiri dibelakang Feni keduanya saling mendekatkan kepala dan jebret.
"Udah ah dilihatin ama yang punya toko tu" bisik Erlang.
Feni tertawa kecil dan melepaskan bando yang ada di kepalanya dan juga kepala Erlang. Kemudian mereka lanjut berkeliling di toko itu.
"Lucu gelangnya" kata Feni melihat-lihat deretan gelang yang tergantung.
Feni mengangkat sebuah gelang bewarna gold, gelang bulat itu terlihat simpel dengan hanya punya sebuah bandul berbentuk bintang. Erlang menatap Feni, ia tau Feni menyukai gelang itu.
"Kamu suka gelangnya" tanya Erlang.
Feni hanya tersenyum kemudian meletakkan kembali gelang tadi. Hal itu tentu membuat Erlang bingung.
"Balik yuk" ajak Feni lansung saja keluar dari toko.
"Balik?" Erlang membeo tapi membiarkan Feni pergi begitu saja.
Erlang mengambil gelang yang tadi Feni letakkan dan membayar ke kasir sambil mengawasi Feni yang sedang bersenandung sambil mengayunkan tas yang ada di tangannya.
"Ini mas" kata si mbak pelayan toko.
"Makasih ya" katanya kemudian memasukan bungkusan gelang itu kedalam saku jaketnya.
Begitu Erlang mau membuka pintu toko dengan mendorongnya dan saat itu tas Feni ditarik paksa oleh seorang pria.
"Jambret" teriak Feni reflek.
Erlang yang melihatnya lansung berlari mengejar jambret itu di ikuti Feni dari belakang. Lari sang jambret cukup cepat dan mampu di imbangi oleh Erlang dengan mengikutinya dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Feni sendiri ngos-ngosan harus mengejar mereka berdua, tapi ia tidak mungkin membiarkan tasnya hilang begitu saja.
Si penjambret sampai di sebuah gang buntu yang tak lama disusul oleh Erlang dari belakang. Erlang tersenyum mengejek saat tahu kalau si penjambret terdesak.
Feni benar-benar hampir kehabisan nafas saat berhenti tepat di belakang Erlang. Feni membungkuk terus mencoba mengatur nafasnya, tapi kegiatan penyelamatan jiwanya terganggu saat dari arah belakang Feni muncul 5 orang dengan tampang sangar. Feni lansung berdiri di belakang Erlang.
"Kok mereka jadi banyak Lang" tanya Feni.
"Aku gak tau, kamu harus selalu disamping aku" perintah Erlang.
Feni mengangguk, ia cukup ngeri harus berada disini. Bagaimana tidak jika saat ini ia sedang di kepung oleh 6 orang preman dengan tampang sadis.
"Hajar dia" komando salah satu dari mereka.
Salah satu dari pria itu melayangkan pukulan tangan kanannya ke arah Erlang, Erlang mampu mengelak dan membalas memukul si pria yang tepat sasaran mengenai wajahnya dan kemudian menendang kuat sehingga pria itu terhuyung kebelakang.
Dua orang pria dari arah lain ikut menyerang Erlang secara bersamaan untung saja ia memiliki kemampuan reflek yang hebat walaupun ia sempat kena pukul tapi Erlang mampu menjatuhkan 2 pria itu.
Seorang pria yang lainnya menarik Feni dan menarik kedua tangannya yang membuat Erlang lengah dan kena pukul. Kaki Erlang tertendang dan kemudian ia dipukul sehingga ia tersungkur.
"Shit" umpat Erlang dalam hati berusaha bangun.
Seorang pria yang lainnya mencoba menendang Erlang tapi tak jadi karena seseorang menghentikan aksinya.
"Roni" kata Feni mengenali laki-laki yang baru datang itu.
Merasa temannya didesak pria yang memegangi Feni tadi berbalik menyerang Roni dan hasilnya ia kalah. Karena semua pria itu babak belur maka mereka di komando untuk kabur.
"Kamu gak apa-apa Lang, Ron?" tanya Feni.
"Gak apa-apa" kata Erlang memegangi luka disudut bibirnya.
"Kamu terluka" ucap Feni memegangi belahan pipi Erlang dan mengamati luka itu.
"Gak apa-apa, tas kamu"
"Oh ya" Feni mencari dan ternyata tasnya sudah dipungut oleh Roni.
"Ini tas kamu?"
"He eh, makasih ya Ron"
"Periksa duku siapa tahu ada yang hilang"
Feni lansung mengobok-obok tasnya memeriksa, kemudian ia tersenyum seraya menggeleng.
"Semuanya masih sama" tutur Feni.
"Baguslah"
"Thanks Ron, loe udah nolongin gue sama Feni" kata Erlang.
"Sama-sama, gue tadi kebetulan lewat pas loe berdua tadi gue lihat lari-larian" jelas Roni.
Feni dan Erlang mengangguk paham.
"Mending sekarang kita pulang dan obati luka kamu di hotel" usul Feni.
"Ayo" Erlang dan Roni setuju.
Erlang, Roni dan Feni sampai di hotel malam telah datang sang mentari telah berganti menjadi sang rembulan, sebelum masuk lift Feni teringat kalau kapas pembersih lukanya telah habis.
"Oh ya Lang, kapas pembersih lukanya udah habis, biar aku beli dulu ya" kata Feni.
"Jangan! Biar aku aja" tahan Erlang.
"Gak apa-apa"
Erlang mengangguk.
"Kamu istirahat aja di kamar" kata Erlang yakin.
Feni mengangguk setuju dan menatap kepergian Erlang yang kemudian dia dipanggil oleh Roni.
"Ayo Fen!" ajak Roni karena pintu lift terbuka.
Feni mengangguk dan tersenyum kemudian melangkah masuk lift. Begitu sampai di lantai yang mereka tuju Feni lansung ingin segera masuk ke kamarnya setelah sebelumnya berpisah dengan Roni.
"Oh iya, kuncinya kan ada sama Erlang" keluh Feni.
Roni yang ingin membuka pintu kamarnya sedikit heran melihat Feni yang tak kunjung masuk kamar.
"Kenapa Fen?" tanya Roni menghampiri.
"Kunci kamarnya ada sama Erlang"
"Oh, kalau gitu kamu nunggu Erlangnya di kamar aku aja" tawar Roni.
"Gak usah" kata Feni sambil menggoyang telapak tangannya kekiri dan kekanan.
Roni tersenyum dan kemudian menyandarkan tubuhnya disamping Feni.
"Aku akan nemenin kamu nunggu Erlang"
Feni mengangguk kaku, suasana ini terasa tak nyaman untuknya ia tidak tahu harus melakukan apa saat ini. Feni memutuskan untuk ikut bersandar disamping kiri Roni.
"Erlang lama juga ya" keluh Feni.
"Kalau kamu capek mending kamu nunggu di kamar aku aja" Roni kembali memberikan penawaran.
"Gak usah" ucap Feni disertai gelengan.
"Ok" Roni hanya mengangguk.
"Tapi kamu juga gak perlu ikut berdiri disini nemenin aku nunggu Erlang"
"Aku senang kok bisa nemenin kamu"
"Kamu jangan terlalu baik sama aku, hutang aku sama kamu terlalu banyak. Kamu selalu nolongin aku" kata Feni.
Roni tersenyum lantas menatap Feni.
"Kenapa?" tanya Feni merasa tidak nyaman saat ditatap begitu.
"Kalau gitu aku minta sebuah hadiah"
"Hadiah?"
Roni mengangguk.
"Hadiah apa?"
Roni yang tadi berdiri disamping Feni maju tepat dihadapan Feni, tanpa Feni duga. Sesuatu yang lembut menempel di bibirnya, mata Feni membelalak. Bibir Roni tepat berada di bibirnya, saat bibir itu mencoba bergerak meminta lebih, Feni lansung mendorong Roni menjauh.
Roni menyentuh bibirnya, tersenyum kearah Feni dan kemudian menjilat bibirnya dengan lidahnya sendiri.
"Sepertinya aku menyukai kamu" lanjut Roni.
Feni tidak tahu harus berkata apa, ini benar-benar di luar logikanya. Ia masih terdiam tak percaya jika tadi Roni menciumnya dan mengatakan suka padanya. Hei, itu ciuman pertamanya.
Feni mengutuk dirinya sendiri kini, semakin merapatkan tubuhnya ke tembok dibelakangnya.
"Lang" ucap Feni melihat pintu lift yang awalnya terbuka kembali tertutup kemudian mengurung Erlang disana.
"Lang tunggu" panggil Feni mengejar Erlang menuju pintu lift tapi lift telah turun menuju lantai satu.
“Feni…” Roni menahan tangan Feni. Tangan Roni menggenggam pergelangan tangan Feni sangat kuat. Gadis itu sempat meringis menarik tangannya.
“Lepasin aku” kalimat Feni terdengar seperti rengekan.
“Aku mencintai kamu” kata Roni tegas, kalimat Roni barusan bagi Feni berisi perintah yang tak bisa dibantah.
“Kamu baru kenal aku, bagaimana bisa kamu mencintai aku. Aku pacarnya Erlang” ucap Feni dengan suara gemetar.
“Aku gak peduli, kamu pacar Erlang atau siapapun. Intinya aku mencintai kamu”
“Roni lepas… “Feni meronta, kalimatnya seperti memelas.
“Aku mencintai Erlang” ucap Feni pasti. Genggaman Roni melonggar, hal itu dimanfaatkan Feni untuk lari.
"Fen..." panggil Roni namun tak ditanggapi Feni yang berlari menuju tangga darurat.
Begitu sampai dilantai 1, Feni melihat mobil sedan hitam yang dikendarai Erlang pergi menjauh.
Feni langsung berlari menuju taksi yang terparkir dan masuk kebagian penumpang di belakang supir.
"Pak ikuti mobil hitam itu" perintah Feni menunjuk mobil Erlang yang tidak jauh didepan taksinya saat ini.
"Siap" kata sopir taksi bewarna merah itu patuh.
Erlang tidak mengerti ada apa dengan dirinya, Erlang sendiri tidak mengenali dirinya saat ini. Ia tidak mengerti kenapa juga ia marah pada Feni, kenapa ia merasa sakit hati melihat Feni dicium oleh Roni.
"Kenapa gue jadi kayak gini" protes Erlang pada dirinya sendiri ia terlihat frustasi.
"Lampu merah" kata Feni
"Ini uangnya pak" kata Feni menyerahkan uang dan lansung keluar dari taksi menuju mobil Erlang.
Feni beruntung pintu mobil disebelah kiri tidak dikunci. Erlang kaget dengan aksi nekat Feni mengejarnya.
"Lang kamu dengerin aku dulu" pinta Feni.
Erlang hanya diam tak menjawab, begitu lambu berganti hijau. Klason mobil terdengar dari pengendara tak sabar. Erlang melajukan mobilnya.
"Lang.. aku sama Roni gak ada hubungan apa-apa" jelas Feni.
"Roni aja yang tiba-tiba mencium aku" lanjut Feni karena tak juga kunjung mendapat respon dari Feni.
"Lang" panggil Feni lagi putus asa.
Tapi tak ada juga jawaban dari Erlang, jangankan jawaban melirik kearah Feni saja Erlang tidak. Feni akhirnya memilih diam dengan perasaannya yang campur aduk.
Setelah kekeh dalam diam akhirnya Erlang menghentikan mobilnya, Feni mengendarkan pandangannya keluar mengidentifikasi keadaan sekitar. Sebuah tempat sepi, dipenuhi batuan dan rumput. Sebuah suara pintu yang ditutup menghentikan Feni yang lansung mengalihkan perhatian pada Erlang yang telah menjauh keluar dari mobil.
Feni membuka pintu mobil dan yang pertama ia tangkap dari tempat itu adalah dingin. Angin bertiup menerpa tiap inchi tubuh Feni, Feni mengikuti langkah Erlang. Suara ombak terdengar beradu dengan karang, jadi ini dimana?
Meski hanya disinari cahaya rembulan Feni dapat melihat dan yakin kalau beberapa meter dari tempat ia berdiri saat ini adalah lautan. Feni menebak kalau saat ini mereka berdiri diatas tebing tinggi.
"Erlang" panggil Feni teringat kalau dia harus menjelaskan apa yang terjadi tadi.
Masih belum ada sahutan apapun dari Erlang, tapi Feni tidak akan menyerah karena itu.
"Aku gak tau kenapa Roni mencium aku tiba-tiba" ucap Feni.
"Aku gak pernah menyangka kalau hadiah yang Roni minta itu adalah dengan mencium aku" ucap Feni lagi, Feni yakin meski tidak ada respon apapun dari Erlang paling tidak Erlang mendengar apa yang dia katakan.
"Aku malu sama diriku karena dengan mudahnya aku dicium sama orang. Itu ciuman pertama aku. Kamu pasti jijik sama aku kan, kamu pasti nganggap aku murahan kan" tutur Feni yang akhirnya isak tangisnya pecah.
Erlang lansung menatap Feni.
"Bodoh, apa yang gue lakukan" desis batin Erlang merasa bersalah melihat air mata Feni.
"Fen, aku gak pernah berfikir seperti itu tentang kamu" akhirnya Erlang bicara, meletakkan tangan kanannya dipipi Feni.
"Aku gak tahu kenapa tapi yang pasti aku takut kalau kamu juga akan suka sama Roni" lanjut Erlang.
Feni menggeleng.
"Aku gak menyukai Roni"
"Maafin aku ya" kata Erlang kemudian menarik Feni kedalam pelukannya.
Tangis Feni makin menjadi, Erlang makin menguatkan pelukannya. Ia benar-benar merasa bersalah.
Erlang menatap wajah yang basah karena air mata itu, kedua pipinya menempel di pipi Feni.
Sebuah kecupan jatuh dimata Feni, kecupan itu seakan permohonan maaf dari Erlang. Itu yg Feni rasakan.
“Maafin aku ya” bisik Erlang dan kembali memeluk Feni. Feni terdiam, tangisnya tiba-tiba saja berhenti. Ada perasaan aneh mengelitik didadanya.
Feni membalas pelukan Erlang, keduanya marah dan sama-sama takut. Feni marah pada dirinya sendiri sedangkan Erlang marah pada Feni. Feni takut akan kehilangan Erlang dan begitu sebaliknya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
RumahSakit Mesra
seruuu
2024-08-10
0
shanum
lanjut
2022-11-08
0