Suasana panik dan tegang terlihat dia buah ruangan, dari tadi sudah puluhan kali ia mengumpat pada handphonenya.
Tentu saja ia panik, adik kesayangannya yang tadi ia tinggalkan dikamar ini hilang. Andre yang pamit untuk rapat tadi tak lagi mendapati Feni berada di kamarnya yang ada hanya selembar surat dengan tulisan tangan Feni.
"Untuk Andre
Ndre, maaf atas apa yang sudah aku lakukan. Maaf karena buat kamu cemas, marah ataupun kecewa. Ada alasan aku pergi yang gak bisa aku kasih tahu kamu untuk saat ini, tapi aku berani bersumpah sama kamu aku gak ada hubungan dengan orang-orang itu.
Ndre aku akan jaga diri baik-baik dan kamu jangan khawatir ya.
Salam sayang selalu dari adikmu yang bikin repot.
Feni
Itu isi surat yang ditulis dengan tinta biru dan kertas putih. Andre sudah mengerahkan anak buahnya untuk mencari Feni.
"Tu anak emang keras kepala" maki Andre kesal karena dari tadi ia berusaha menghubungi Feni, namu tak kunjung diangkat.
" Ndre" panggil Toni yang datang dengan kedua orang rekannya.
"Gimana?" Tanya Andre tak sabar.
"Kami sudah mencari ke sekeliling hotel tapi tak terlihat adanya Feni" kata seseorang dari samping kiri Toni.
"Dan menurut keterangan satpam hotel terlihat seorang perempuan berkerudung keluar dari hotel tadi siang dan naik taksi" jelas pria yang satu lagi.
" Diduga itu feni ndre" lanjut Toni.
Andre menghela nafasnya berat ia tidak tahu harus berkata apa lagi, ia tidak tahu apa lagi yang harus ia lakukan. Apa yang dilakukan Feni telah membuat kekacauan di timnya.
"Bagaimana laporan di Peach hotel? " tanya Andre.
Toni dan kedua rekannya tampak saling berpandangan, mereka seolah saling bertanya dalam diam.
"Ndre" Rima datang dan lansung mencuri perhatian, wajah terlihat sedikit panik.
"Kamu dapat sesuatu?" Tanya Andre.
"Ndre, kami dapat laporan dari orang-orang kita yang mengawasi Peach Hotel bahwa sekitar siang tadi mereka melanjutkan melihat Feni masuk ke hotel tersebut dan tak lama ia tampak keluar lagi bersama Ryan dan Erlang" jelas Rima panjang.
"Erlang.. Erlangga Aditya Putra kan?" Tanya Toni kaena sepertinya ia pernah mendengar nama itu.
"Iya, dia mata-mata yang ditugaskan oleh kepolisian anti narkotika" jawab Rima.
Andre hanya diam ia sebenarnya sudah bisa menebak itu dari tadi, sebelum Toni menjabarkan panjang lebar nama Erlang. Andre mengenal orang itu, sangat mengenalnya.
"Dan dari info yang didapat kalau Feni kesana bertemu Erlang dan yang membawa Feni masuk ke diskotik semalam juga Erlang" jelas Rima lagi.
Wajah kaget terlihat dari mimik Andre saat ini, sebenarnya ada apa ini? Apa hubungan Feni dengan Erlang?
Andre mengusap wajahnya dengan kedua tangannya, lantas menghempaskan tubuhnya disofa, ia sedikit frustasi dengan keadaan ini.
"Ndre, telpon dari komandan" kata Toni yang tadi menerima telpon dari seseorang.
Andre menerima sodoran handphone itu, sebelumnya ia menarik nafasnya dalam dan mulai bersikap normal saat berbicara dengan komandannya.
"Tapi Pak itu sangat berbahaya" sanggah Andre setelah mendengar penjelasan dari atasan.
Terlihat Andre diam lagi mendengar penjelasan komandannya lagi, terlihat sekali Andre tidak senang dengan apa yang saat ini mereka bicarakan. Rima, Toni dan yang lain hanya diam memperhatikan.
"Baik, kalau itu yang terbaik, saya setuju pak"
"Ya pak, saya mengerti. Terima kasih" ucap Andre sebelum ia kembali menyodorkan smartphone bewarna merah itu kembali kepada pemiliknya.
"Ada apa Ndre?" tanya Toni penasaran.
"Apa komandan mengatakan sesuatu tentang Feni?" tanya Rima juga tak kalah penasaran.
Andre mengangguk lemah.
"Komandan bilang apa?" Toni semakin penasaran.
"Komandan bilang ia sudah bicara dengan petinggi lainnya, mereka setuju untuk menjadikan Feni bagian dari misi kali ini. Itu artinya Feni diemban tugas untuk ikut jadi mata-mata bersama Erlang" jelas Andre.
"Hah.. gak ada solusi lain ya Ndre?" Tanya Rima.
"Iya, itukan bahaya untuk Feni" tambah Toni.
Andre menggeleng.
"Kalau tidak jadi bagian tim Feni takutnya akan terseret dalam kasus itu sebagai orang-orang Marko" jelas Andre.
"Berarti itu udah keputusan finalkan" Toni juga merasakan apa yang dirasakan Andre, ia sangat paham bagaimana khawatirnya Andre saat ini.
"Gue harus temui Erlang, gue harus bicara sama dia" ucap Andre dalam hati.
Feni sibuk mengeringkan tangannya yang tadi terbentur dengan kelembutan super double. Ia duduk di sofa dikamar Erlang, Erlang hanya memperhatikan sambil senyum geleng-geleng kepala.
Feni mengambil sebuah salep dengan tangan kirinya, tapi saat ia ingin membukanya ia tampak kesusahan dan lagi-lagi tanpa bicara Erlang duduk di samping Feni dan kemudian mengambil salep itu lantas mengolesi diluka memar yang kelihatanya sudah membaik.
"Memarnya udah gak membiru lagi, mending gak usah dibalut lagi ya" kata Erlang.
Feni hanya mengangguk, ia sedikit merasa aneh dihatinya saat ini. Tanpa ia sadari ia menatap wajah Erlang yang sibuk mengolesi salep pada memarnya. Dan satu hal yang juga Feni lakukan tanpa ia sadari, ia tersenyum menatap wajah Erlang.
"Kenapa senyam senyum begitu? Jangan bilang kamu mulai naksir aku" kata Erlang yang awalnya sama sekali tidak melihat kearah Feni sekarang menatap Feni dengan senyum menyebalkan yang membuat senyuman di wajah Feni lansung luntur.
"Au... Fen" teriakan kesakitan Erlang karena dengan sengaja Feni menginjak kakinya.
"Jangan ge er ya, siapa juga yang naksir kamu" elak Feni.
Erlang tersenyum sedikit menyebalkan, ia rapikan peralatan yang tadi ia gunakan untuk mengobati luka Feni kemudian meletakkannya di atas meja.
"Kamu tuh orang yang sama sekali gak ada takutnya ya" kata Erlang dan kemudian merapatkan tubuhnya semakin dekat dengan Feni. Feni mulai terlihat cemas ia mundur namu sayangnya ia sudah ada disudut sofa.
Erlang mencondongkan tubuhnya kearah Feni, yang membuat Feni semakin cemas.
"Kamu sekarang ada di kamar aku, kita hanya berdua dikamar ini dan kamar ini dikunci rapat. Apa kamu gak takut aku akan ngelakuin sesuatu sama kamu" jelas Erlang.
Mata feni melebar ia menelan ludahnya, banyak sekali yang ia lupakan hari ini. Berada didekat Erlang tak ada bedanya dengan berada didekat Ryan mereka kan sama.
Feni kembali menelan ludahnya, entah kenapa kerongkongannya tiba-tiba terasa kering. Erlang masih saja memasang tampang menyebalkannya sambil tersenyum, ternyata menggoda Feni seperti itu menarik juga. Feni terlihat sangat lucu, kalau saja ia tidak bisa menjaga sikapnya mungkin sekarang ia sudah tertawa terbahak melihat wajah Feni yang sangat berbeda dari beberapa waktu lalu ia kenal Feni.
Sebuah suara ponsel menghentikan aksinya yang membuat Erlang kembali duduk normal yang membuat Feni bernafas lega untuk sesaat. Erlang terlihat sibuk mengotak atik smartphonenya untuk sesaat dan kemudian kembali menatap Feni.
Erlang kembali mencondongkan tubuhnya kearah Feni bahkan lebih dekat dari yang tadi, wajah keduanya hanya berjarak beberapa senti. Erlang dapat melihat dengan jelas lekuk cantik wajah Feni yang sekarang terlihat sedikit bersemu. Erlang tertawa dalam hati, ia pikir Feni akan berwajah pucat seperti mayat tadi. Apa cewek ini benar-benar menyukainya?
"Tapi sayangnya kamu bukan tipe aku" bisik Erlang tepat ditelinga Feni.
Erlang kembali menatap Feni yang masih berusaha mencerna kata-kata Erlang barusan, dan kemudian mendorong tubuh Erlang agar jauh darinya.
"Kamu juga bukan tipe aku" balas Feni sambil melotot.
Erlang hanya mengangguk, sambil mencibir yang membuat Feni semakin kesal padanya.
"Aku mau keluar sebentar, mending kamu tidur duluan aja. Kamu bisa tidur di kasur" ucap Erlang menganti topik pembicaraan.
Tapi hal itu membuat Feni mengerutkan keningnya tidak mengerti atau lebih tepatnya curiga, karena tawaran aneh Erlang.
"Aku udah bilangkan kalau aku gak tertarik sama kamu jadi jangan khawatir" Erlang menyadari perubahan Ekspresi wajah Feni.
"Aku pergi dulu, aku akan kunci pintunya dari luar" lanjut Erlang tak peduli dengan jawaban Feni lagi dan kemudian pergi meninggalkan Feni dengan tampang melongo.
Saat ini waktu di bali baru memasuki pukul 10 malam, tapi bukanya sepi kota denpasar malah terlihat semakin ramai. Banyak orang berlalu lalang dengan bermacam-macam tujuan entah itu menuju cafe, tempat makan, tempat nongkrong atau yang lainnya.
Erlang berjalan sendirian dari hotelnya, menuju sebuah coffee shop yang terletak tak jauh dari hotel. Begitu masuk ke coffee shop Erlang duduk di sebuah meja didekat jendela setelah berbicara sesaat dengan seorang pelayan yang menanyakan pesanannya. Ia kembali diam menatap jalanan yang gelap diterpa lampu jalan. Tak lama pesanannya datang secangkir kopi hitam tersaji dihadapanya, sebelum pergi sang pelayan bertanya lagi apa dia butuh sesuatu lagi, yang dibalas gelengan oleh Erlang.
Asap tipis tampak mengepul diatas cangkir putih itu menandakan kalau kopi itu panas tapi bukanya kopi enak dinikmati saat panas, Erlang menyesap sedikit kopinya meresapi rasa pahit yang bercampur dengan sedikit rasa manis yang membuat matanya terjaga menikmati aroma khas kopi itu.
Erlang melirik kertas yang diletakan pelayan tadi disamping cangkir kopinya yang disana tertulis kata "ruangan khusus pegawai". Erlang kembali meneguk kopinya dan kembali melihat kerah luar coffee shop. Tak lama Erlang berdiri dari duduknya mengambil secarik kertas tadi dan meremasnya lantas memasukan kedalam cangkir kopinya.
Erlang berjalan menuju pintu bertulisan khusus pegawai sambil kembali melihat kebelakang kearah luar jalanan, bersikap sedikit waspada jikalau ada orang yang mencurigakan yang mengawasinya.
Saat masuk keruangan khusus pegawai itu Erlang hanya mendapati sebuah ruangan kosong tak lama pintu dari sudut lain ruangan itu terbuka.
"Mari ikut saya" kata seorang pria seumurannya muncul dari balik pintu.
Erlang mengangguk dan mengikuti pria tadi yang membawanya menuju ruangan lain. Tak lama begitu Erlang sampai disebuah ruangan seseorang menyerangnya dari arah depan dan sayangnya ia tak sempat mengelak dan tepat sudut bibir kirinya terkena bogem mentah dari seseorang Erlang terhuyung kebelakang.
"Ndre... tenang. Gue kan udah bilang loe jaga emosi loe. Kita kesini bukan mau cari ribut" kata Toni menahan Andre untuk berbuat yang lebih pada Erlang.
"Loe gak apa-apa lang" tanya Toni setelah merasa situasi sedikit bisa dikendalikan.
Erlang memegangi sudut bibirnya yang terasa perih, ia yakin kalau bibinya pasti berdarah karena ia rasakan ada rasa asin dari mulutnya. Erlang menatap pria yang tadi memukulnya dia, Erlang sedikit berkenyit kaget karena ia begitu kenal dengan pria itu.
"Ndre?" Ucap Erlang.
"Ternyata loe masih ingat gue" kata Andre berdiri dihadapan Erlang dengan Toni yang siap siaga disampingnya.
Erlang diam ia tak ingin menjawab pertanyaan basa basi itu, ia hanya penasaran kenapa ada Andre disini?
"Pasti loe bertanya-tanya kenapa gue ada disini, kita ternyata satu tim dalam penyergapan digudang hitam nanti" jelas Andre.
"Hah... sebenarnya itu bukan masalah tapi yang jadi masalah adalah Feni" lanjut Andre.
Erlang tampak kembali kaget ia semakin tak mengerti apa yang terjadi, kenapa juga Andre bisa mengenal Feni? Apa hubungan Andre dengan Feni? Itu cukup membuat Erlang penasaran.
"Feni? bagaimana loe bisa kenal Feni?".
"Dia adik gue" tegas Andre.
Erlang membuka pintu kamar hotel tempat ia menginap dengan pelan, kamar itu sudah gelap hanya diterangi lampu tidur yang terletak disudut ranjang. Ia yakin Feni telah terlelap dibalik selimut berwarna hijau itu. Hanya kepalanya yang tersembul dibalik dari selimut itu. Erlang memilih duduk di sofa dan meletakkan sebuah paper bag diatas meja tapi dengan tak sengaja paper bag menyenggol kaleng minuman yang kosong dan jatuh kelantai menimbulkan suara nyaring yang membangunkan Feni dari tidurnya.
"Lang" panggil Feni bangkit dari tidurnya kemudian duduk dengan tampang cemberut beberapa kali ia mengucek matanya.
Suara kaleng jatuh tadi cukup membuat alarm kesadaranya berbunyi, meski ia baru saja tertidur dan sekarang kepalanya sedikit pusing karena bangun mendadak.
"Maaf udah bangunin kamu"
Feni menggeleng dan turun dari ranjang mencari saklar lampu untuk menyalakan lampu yang tepat diatas ranjang. Cahaya terang mulai menyinari ruangan itu, baik Feni ataupun Erlang berkenyit saat tiba-tiba cahaya terang memasuki indera penglihatan mereka.
"Kamu baru pulang" tanya Feni yang kemudian duduk disisi ranjang menghadap kearah Erlang.
Erlang mengangguk dapat ia lihat sebelum bertanya tadi Feni sempat melirik ke arah jam yang tergantung didinding kamar. Sekarang sudah jam 12 lewat, ia baru sadar ia lumayan lama pergi tadi.
"Lang, bibir kamu kenapa?" tanya Feni berjalan mendekat kearah Erlang saat melihat sudut bibir sebelah kiri Erlang membiru.
"Cuma kecelakaan kecil" jawab Erlang pada gadis yang saat ini telah duduk disampingnya.
Feni berdiri dari duduknya dan kemudian kembali dengan kotak P3K, mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk mengobati luka diwajah tampan Erlang.
"Diam bentar" pinta Feni kemudian mengusap pelan luka Erlang dengan kapas yang diberi obat merah.
"Sssttt au.." rintihan tertahan Erlang.
"Sakit ya" Feni ikut mengerutkan keningnya ia seperti merasakan sakit diluka itu.
"Dikit" jawab Erlang.
"Apa? Adik?" tanya Erlang seolah merasa salah dengar.
"Iya, adik gue. Dan gue pengen loe jelasin apa hubungan loe dengan Feni" kata Andre.
Erlang seperti mendapat kejutan yang kurang ia harapkan hari ini, kepalanya sedikit pusing dengan semua masalah ini.
"Lang" panggil Feni yang menyadarkan Erlang dari lamunannya.
"Hm.." respon Erlang, Erlang seolah bermimpi saat ini. Ia bertemu dengan teman lamanya teman yang tak mungkin akan ia lupakan, teman yang membuat Erlang mengingat kembali kesalahannya dimasa lalu.
"Kenapa aku sama sekali gak sadar dengan nama Andre yang menelpon Feni tempo hari ya, dan juga nama Andre yang kemaren Feni perdebatkan dengan Adek" ucap Erlang dalam hati.
Feni menatap Erlang heran , kenapa dari tadi ia terlihat aneh? Sering sekali Feni melihat Erlang melamun.
"Kamu baik-baik aja?"tanya Feni sedikit khawatir.
Erlang mengangguk, ia fikir tentang apa yang tadi ia bicarakan dengan Andre sebaiknya ia ceritakan kepada Feni besok pagi. Feni terlihat cukup lelah dan begitupun ia.
Erlang berjalan kearah ranjang dan mengambil sebuah bantal dan kembali ke sofa.
"Aku mau tidur" kata Erlang yang mau tak mau membuat Feni berdiri dan kemudia Erlang lansung rebahan. Ia tidur membelakangi Feni yang membuat Feni cemberut.
"Dasar aneh" umpat Feni kemudian mematikan lampu dan kembali keatas ranjang.
Feni balik kiri balik kanan di atas tempat tidur, AC ruangan ia rasakan cukup dingin, ia sangat yakin Erlang yang tidur di sofa pasti kedinginan. Feni bangkit dari tidurnya saat ia sadari kalau ada ekstra selimut, feni mengambil selimut itu dan kemudian berjalan berjinjit pelan menuju Erlang. Menyelimuti Erlang dengan sangat pelan, berhati-hati agar tidak membuat Erlang terbangun. Setelah itu ia kembali ketempat tidurnya.
Erlang mendengar Feni sepertinya sudah naik ke atas tempat tidur, ia membuka matanya yang tadi ia tutup, sebenarnya ia tidak begitu mengantuk ia tau dari tadi Feni tampak gelisah sampai Feni kemudian menyelimutinya.
Erlang tak yakin ia mampu tidur nyenyak sekarang setelah pertemuannya dengan Andre tadi.
"Sekarang sudah jelaskan, dan gue minta sama loe tolong jaga Feni, lindungi dia" pinta Andre.
"Karena sekarang loe satu-satunya orang yang bisa gue minta tolongin, hanya loe yang bisa jagain Feni" tambah Andre.
Itu permintaan Andre padanya tadi yang masih saja terngiang di telinganya. Ia tau ia telah berjanji pada Andre, tapi akankah ia mampu menjaga amanat ini. Akan kah ia mampu menepati janji ini, janji sama dengan janjinya 2 tahun yang lalu. Akan kah ia mampu menepati janji yang sama ini.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
RumahSakit Mesra
/Hey/
2024-08-10
0
shanum
up
2022-11-08
0