Bab 6 Pacar Pura-pura

Seorang gadis dengan kerudung putih yang ia kerudung kan di kepalanya, dengan kacamata hitam dengan sebuah sweater bewarna abu-abu dan celana jeans dengan warna hitam ia berjalan dengan sangat hati-hati menuju sebuah taksi yang terparkir.

"Peach hotel ya pak" pinta Feni kepada supir taksi.

"Baik"

Dan tanpa banyak bicara supir taksi itupun melajukan mobilnya ketempat yang di minta si penumpang.

Sekitar 30 menit mobil melaju menuju tempat tujuan yang di maksud sampai ia berhenti tepat di depan lobi hotel. Hati si penumpang ragu untuk keluar dari taksi mengingat keterangan yanga ia dapat semalam tentang orang-orang yang menginap di hotel ini. Feni manarik nafasnya pelan.

"Aku mesti masuk, aku harus bicara sama adek" kata Feni dalam hati

Pintu taksi terbuka, dengan ragu feni keluar dari taksi setelah tadi ia membayar ongkos taksinya.

Ia menatap hotel megah dihadapanya, lagi-lagi ia menarik nafasnya dalam membulatkan tekad.

Feni melangkah menaiki anak tangga menuju lobi secara perlahan, hatinya masih terus merasa keraguan. Dapat Feni rasakan debaran jantungnya berirama bagaikan alunan lagu kolosal perang.

"Selamat datang" sambut seorang pria dengan setelan batik bewarna biru dan dengan ikatan kepala khas bali tersenyum menyambut Feni.

Feni hanya tersenyum dan terus melangkah masuk, dua orang wanita di resepsionis telah terlihat bersiap menyambut kedatangan Feni. Feni sendiri masih bingung apa yang akan ia tanyakan nanti, akan menanyakan siapa? Adek? Kalau teman-teman Adek yang lain curiga bagaimana? Erlang, entah kenapa ia berharap bertemu pemuda itu, tapi meskipun bertemu bukanya ia sama dengan yang lainnya. Tapi paling tidak Feni ada alasan berkunjung kesini.

“Fen… Feni” panggil seseorang.

Feni membatu sesaat, ia yakin kalau baru saja ada yang memanggil namanya dengan sangat jelas. Feni menghadap kearah sebelah kananya terlihat sepasang pemuda dengan seorang gadis bergandengan tangan berjalan sambil tersenyum kearahnya.

“Loe Feni kan? Masih ingat kita kan?” tanya sang cewek bertanya

Feni ingat kalau mereka adalah orang-orang yang ia temui di diskotik semalam. Namanya siapa ya?

“Loe pasti lupa nama kita kan, gue Wita dan ini Roy” kata Wita karena terlihat feni sedikit kebingungan.

“Sorry..”

“Gak apa-apa, santai aja lagi” kata Roy.

“Loe cari Erlang kan?” tanya Roy lagi.

Feni mengangguk sedikit ragu.

Sepasang kekasih itu tersenyum, tapi kemudian mata Roy tampak tersenyum melihat kearah belakang Feni.

“Tu orang yang loe cari” kata Roy menujuk kearah belakang Feni dengan kode wajahnya.

Saat Feni berbalik ia lihat seorang pemuda tampan dengan setelan celana jeans bewarna soft blue yang penuh robekan dikakinya, baju kaus bewarna putih dengan jaket jeans bewarna senada dengan celananya. Satu hal yang baru Feni sadari sekarang yang ia tak sadari semalam entah karena gelapnya diskotik adalah Erlang terlihat tampan.

Erlang yakin ia tidak salah lihat, cewek yang semalam ia temui di diskotik sekarang berdiri bersama Wita dan Roy. Erlang mempercepat langkahnya, ia harus tau kenapa Feni ada disini.

“Loe lama banget, udah nungguin dari tadi nich” kata Roy melirik kearah Feni.

Feni hanya tersenyum yang sedikit ia paksakan, Erlang tersenyum menatap Feni, ia mencoba bersikap senormal mungkin.

“Ya udah kalau gitu kita duluan ya, kita tunggu loe berdua di restoran" kata Roy sambil merangkul Wita dan pergi kearah sebaliknya.

Erlang dan feni hanya mengangguk, saat mesra situasi sudah aman.

"Kenapa kamu bisa ada disini?" Tanya Erlang.

Feni terdiam menatap Erlang sejenak, ia bingung dengan apa yang harus ia jawab.

Erlang tersenyum terlintas niat untuk mengerjai Feni, sepertinya menarik.

"Jangan bilang kamu kangen sama aku" goda Erlang.

"Hah.."wajah cantik Feni kini terlihat lucu di mata Erlang, Erlang yakin gadis dihadapanya pasti marah.

"Jangan ge er" bantah Feni tak terima dibilang merindukan cowok itu.

"Lalu... mmmm" Erlang menggantung kalimatnya.

"Apa kamu mau menemui pelanggan kamu? Atau kamu sudah ditunggu om om pelanggan kamu" Tebak Erlang lagi dengan nada menyelidik. Bolehkan ia berfikir sepert itu meski ia merasa sangat disayangkan jika cewek secantik dan semanis Feni adalah wanita ....

Erlang tersadar dengan pikirannya sendiri saat sebuah tamparan mendarat dipipi kirinya, pandangan Erlang gelap sesaat. Kemudian ia menatap cewek dihadapan untuk protes dengan apa yang telah ia lakukan tapi mulut Erlang terasa kelu, dapat ia lihat ada luka di wajah manis itu, ada marah dan sedih. Erlang berkesimpulan ia telah membuat kesalahan.

"Jaga ya mulut kamu" bentak Feni.

"Huh..Erlang di tampar" kata Roy yang melihat dari restoran.

"Ya, aku gak lihat" wita merasa sedikit kecewa karena tidak melihat adegan yang menurutnya seru itu. Bibirnya manyun yang membuat Roy tersenyum dan kemudian menyambar memberikan kecupan singkat di bibir merah itu.

Wita sedikit surprise dengan perlakuan itu, wajahnya bersemu merah.

"Malu tau" kata Wita sambil mencubit pinggang Roy gemas.

"Au.. sakit"

"Habis kamu gemesin sih" jawab Roy tanpa merasa ada yang salah.

"Tapi ngomong-ngomong kenapa mereka berantem ya?" tanya Roy.

"Entahlah, tapi mana ada orang yang betah dengan sikap dingin Erlang. Dia kayak kutub utara, misterius tapi tampan"

Roy mengangguk setuju,

"Tapi lebih tampan aku"

Wita tersenyum dengan sikap Roy yang cemburu dengan pujian Wita tadi.

"Erlang emang tampan, karena ikuti Hani tertarik pada Erlang. Tapi dia selalu berhasil menolak Hani dan bahkan sekarang dia membawa seorang cewek yang ia akui sebagai pacar" kata Roy kemudian.

Wita mengangguk paham dengan apa yang di katakan pacarnya, mengenal Erlang beberapa bulan belakangan ini memang membuat ia menyimpulkan bahwa Erlang memang berbeda tak pernah ia lihat Erlang mengajak cewek yang ia temui di klub untuk menghabiskan malam bersama.

"Feni mungkin emang istimewa" Wita menyimpulkan.

"Tapi Erlang harus benar-benar menjaga Feni baik-baik karena Hani gak akan semudah itu melepaskan Erlang" Roy menimbali yang mendapat anggukan setuju dari Wita.

Tangan kanan Feni juga ikut terasa perih seperti pipi Erlang bahkan ia lupa dimana ia sekarang dan siapa yang ia tampar barusan.

Feni menyadari kebodohan yang telah ia lakukan, Feni berbalik pergi ia sadar kalau seharusnya ia memang tidak berada ditempat ini, ia hanya akan membuat masalah jadi semakin runyam.

Erlang mengikuti langkah kaki Feni, ia tak tau kenapa ia malah mengejar Feni bukannya seharusnya ia biarkan cewek itu pergi. Apa karena ia merasa bersalah? Tapi kenapa ia harus merasa bersalah pada cewek yang baru ia temui semalam.

Feni mempercepat langkahnya saat tahu Erlang mengikutinya, ia ingin tidak ingin bicara dengan Erlang karena ia tidak tahu apa yang akan ia jelaskan nanti pada Erlang.

Tapi tak ia sadari bahwa sebuah mobil sedan hitam melaju di depan lobi hotel dan kalau saja seseorang tidak menariknya cepat  pasti saat ini tubuh Feni telah remuk tertabrak.

Feni terjatuh dengan cukup keras tangan kanannya terbentur sudut anak tangga. Sementara orang yang tadi menolongnya jatuh menimpa Feni namun untung saja ia bisa menahan tubuhnya sehingga tidak terlalu menimpa Feni.

"Kamu gak apa-apa" tanya seorang pemuda yang lumayan tampan dengan kulit sawo matang. Ia berjongkok didepan Feni, menatap Feni dengan wajah khawatir.

Feni memegangi tangan yang ia rasa perih karena terbentur cukup kuat tadi. Feni memang terlihat kesakitan tapi sekarang perasaan yang ia rasakan adalah ketakutan karena pemuda yang kini ada dihadapanya adalah

"Ron." panggil Erlang.

"Eh Lang" Erlang tepat berdiri di belakang Feni.

"Kamu gak apa-apa Fen?" giliran Erlang yang bertanya.

Feni mengangguk wajahnya terlihat semakin pucat, ia tau ia tak akan bisa lari lagi. Sepertinya Feni lebih memilih pasrah kali ini.

Erlang membantu feni berdiri merangkulnya kedekapanya. Tangan Feni lumayan terasa perih, ia yakin seratus persen kalau ada memar di pergelangan tangannya saat ini.

"Thanks Ron, loe udah nolongin cewek gue"

"Oh cewek loe"

“Iyah, ini Feni. Fen, ini Roni saudara Ryan dan Hani” Erlang menjelaskan.

Erlang tersenyum ia harus tetap berbohong tentang hubungannya dengan feni, ia mengeratkan pelukannya seolah memberi kode agar Feni setuju dengan pernyataanya barusan.

Feni menanggapinya hanya dengan tersenyum, ia bersikap tenang sebisa mungkin walaupun jujur ini terasa sulit.

Roni menatap Feni dengan tersenyum, cewek itu terlhat manis dan menarik.

"Tapi kenapa Feni lari-lari" tanya Roni dengan sedikit menyelidik.

"Kami bertengkar kecil" jawab Erlang yang kali ini jujur.

Roni tertawa kemudian berbisik pada Erlang.

"Kalau begitu selesain diatas ranjang aja" ucap Roni sambil mengedipkan sebelah matanya.

Erlang hanya tersenyum menanggapinya, meski itu hanya bisikan tapi Erlang yakin Feni pasti mendengarnya dengan jelas. Buktinya wajah Feni sedikit bersemu.

"Kalau gitu gue duluan ya, Fen" kata Roni menepuk pundak Erlang sesaat dan kemudian pergi meninggalkan pasangan itu.

"Sini lihat " Erlang menarik pergelangan tangan Feni yang tertutupi sweater tipis, terdengar keluhan kesakitan Feni. Erlang melihat dengan jelas ada memar di pergelangan tangannya dan ia tau itu harus segera diobati.

"Kita obati luka kamu dulu".

 

Dengan hati-hati Erlang mengolesi memar itu dengan salep dan kemudian membalutnya dengan kain kassa gulung yang ia dapat dari petugas hotel. Sesekali terdengar ringisan kesakitan Feni, keduanya sama sekali tidak bicara sepatah katapun. Baik Erlang ataupun Feni tidak yakin untuk memulai percakapan bukanya semuanya terasa sedikit janggal, sebuah kepura-puraan tampaknya tidak berakhir sesuai dengan yang diharapkan.

"Lang... Fen...." sapa Ryan dari belakang ia baru datang dari kamarnya sepertinya ia tak sendiri seseorang yang sebenarnya jadi alasan Feni ada disini saat ini berada tepat disisi Ryan.

"Yan.. Dek.." Erlang membalas sapaan itu.

Feni dan Adek sama-sama kaget dengan pertemuan itu. Keduanya harus bicara tapi tidak mungkin didepan Erlang ataupun Ryan.

"Kenapa tangan Feni? " tanya Ryan melihat tangan cewek berambut panjang yang kini digulung itu dibalut.

Adek tersadar dengan pikirannya dan menatap tangan Feni yang memang dibalut dengan kain kassa.

"Feni jatuh, hampir keserempet mobil"

"Hah... tapi lukanya gak parahkan" Adek tak bisa pura-pura untuk tidak khawatir.

"Gak apa-apa kok dek" Erlang menjawab dengan tersenyum dan kemudian menatap Feni yang dari tadi hanya mengunci mulutnya.

"Syukurlah.." ucap Erlang.

"Kalian mau kemana?"

"Mau jalan-jalan bentar, ngelihat sunset" jawab Ryan sambil semakin merangkul Adek semakin erat.

Erlang mengaguk mengerti

"Oh ya lang, loe berdua sekalian ikut aja rencananya kita semua mau makan malam di restoran deket pantai sambil nyambut kedatangan Roni" jelas Roni.

Erlang terdiam kemudian menatap Feni sesaat.

 

Suara sendok yang beradu dengan piring seakan memberi tahu bagaimana sulitnya Feni makan saat ini, memotong ayam betutu dengan menggunakan satu tangan ia rasakan itu cukup sulit apa lagi jika menggunakan tangan kiri. Sebenarnya tangan kanannya bisa ia gunakan tapi masih terasa ngilu dan ia sedikit.kesulitan menggunakannya. Beberapa kali berpasang mata menatap Feni yang terlihat jengkel.

Tanpa bicara sepatah kata pun Erlang menarik piring Feni lebih dekat dengannya dan mengambil sendok yang berada ditangan Feni. Feni hanya melongo tak mengerti, apa makanannya akan disita karena ia telah membuat Erlang malu?

"Aaa.." Erlang menyodorkan sendok berisi makanan kedepan mulut Feni.

Feni mengerutkan kening kurang mengerti.

"Kamu susahkan nyendokin makanannya, biar aku yang nyuapin"

Feni tidak tau harus berkata apa, apa ini masih dari sebuah sandiwara atau Erlang memang ingin membantunya. Erlang masih menatap Feni dengan memegang sendok berisi nasi.

"Cie..cie... gak usah malu-malu Fen, anggap aja kita gak ada kita" kata Roy.

"Atau anggap aja kita itu cuma pohon" tambah Ryan.

"Kalian romantis banget sih bikin ngiri" Wita ikut nimbrung.

Wajah feni jadi bersemu merah karena digoda begitu ia alihkan perhatian nya pada Erlang, cowok itu masih setia dengan sendoknya. Feni membuka mulutnya dan kesempatan itu digunakan Erlang untuk memasukkan makanan ke mulut Feni.

"Enak gak" tanya Erlang setelah Feni mengunyah makanannya beberapa saat.

"Agak pedas"

Erlang tersenyum menyodorkan orange juice kehadapan Feni yang disambut Feni dengan lansung meneguknya.

Roni menatap kearah pasangan itu, Feni memang menarik dia manis dengan mata bulat, pipi tembem namun manis, beberapa kali tersenyum malu saat disuapi Erlang makanan. Adek juga menatap diam-diam pasangan itu, dilihatnya Erlang menyuapi Feni dan sesekali menyuapi untuk dirinya sendiri. Adek harus segera bicara dengan Feni, tapi bagaimana caranya?

Feni terlihat berbisik pelan kearah Erlang yang di balas Erlang dengan anggukan. Lantas Feni berdiri menuju kebelakang restoran.

"Feni mau kemana?" Tanya Wita.

"Toilet"

Wita mengangguk paham diikuti yang lain, Adek yakin ini kesempatannya bicara dengan Feni.

"Ehem, Yan aku juga mau ke toilet ya" kata Adek.

"Ok" Adek berdiri dari kursinya dan melangkah menuju tempat Feni tadi pergi.

"Ngomong-ngomong kenapa Hani lebih memilih makan di luar dari pada dengan kita?" tanya Roni.

Semua yang berada di meja itu baru menyadari hal itu, ya Hani tidak mau makan bersama dengan mereka padahal tadi dia telah turun kebawah. Mungkin karena ia melihat Feni duduk manis di samping Erlang.

"Loe pura-pura gak atau atau emang bener-bener gak tau" tanya Ryan.

"Maksudnya" Roni benar-benar tidak mengerti.

"Hani lagi patah hati, masak loe blum ngerti juga" Roy menambahkan.

Roni berfikir sesaat dan kemudian melirik Erlang dan lantas tertawa sambil geleng-geleng.

"Jadi loe udah bikin adik gue patah hati lang" kata Roni di selingi tawa.

"Sorry Ron gue..."

"Santai aja kali Lang, Hani emang kayak gitu. Tapi loe harus jaga Feni baik-baik, karena setau gue Hani orang yang gak suka kalah"

"Ya Lang, Roni benar. Gue takutnya Hani bakal nyakitin Feni" tambah Ryan.

Erlang mengangguk ia sebenarnya sudah paham situasinya dari awal, ia hanya meminta Feni jadi pacar pura-puranya untuk malam tadi. Tapi sekarang tiba-tiba Feni datang lagi tanpa ia tau alasannya, sehingga ia harus melanjutkan drama ini lagi.

"Are you somewhere feeling lonely even though he's right beside you? When he says those words that hurt you, do you read the ones I wrote you?"  Nada ponsel terdengar menginterupsi semua yang ada di sana, membuat semua memperhatikan Erlang.

"Mungkin itu ponsel Feni, Lang" kata Wita.

"Kayaknya" Erlang yakin suara ponsel itu berasal dari sebuah tas ransel kulit bewarna coklat berukuran tidak terlalu besar yang terletak di kursi tempat Feni tadi duduk.

Sudah beberapa kali ponsel itu terus berbunyi, Erlang yakin si penelpon sangat ingin Feni menjawab panggilannya.

"Mending loe angkat aja deh Lang" saran Roy.

Erlang tak yakin akan hal itu ia sama sekali tidak yakin dengan saran Roy kali ini. Ia tak ingin membuat kesalahan yang berhadiah kan tamparan lagi seperti tadi. Tapi jika tidak ia jawab pasti yang lain bertanya-tanya tentang hubungannya dengan Feni.

Akhirnya Erlang mengambil tas itu dan mencari sumber suara yang dari tadi membuat kebisingan.

"Andre Calling" itu yang tertera dilayar benda pipih bewarna biru yang saat ini ada digenggaman Erlang.

"Andre? Siapa andre? Apa dia pacar Feni?" Pikir Erlang.

"7 miss call" sudah tujuh kali panggilan itu tak dijawab dan sekali lagi nomor yang sama memanggil Feni.

"Gue mau nyusulin Feni dulu ya" Erlang berdiri begitu saja tanpa meminta persetujuan dari semua yang ikut makan malam bersamanya.

Feni membasuh tanganya di wastafel dalam diam, tak lama Feni merasakan kehadiran seseorang disisinya, yang juga menyalakan kran air. Suara air yang keluar dari kran memenuhi toilet yang berubin biru muda itu.

"Kamu apa kabarnya Fen?" Tanya Adek tanpa sedikitpun menatap kearah Feni.

"Seperti yang kamu lihat, kamu sendiri?" sama dengan Adek ia juga sibuk mengeringkan tangannya dengan tisu.

"Baik, udah lama ya kita gak ketemu"

Tak ada tanggapan dari Feni, keduanya tau bukan pembicaraan basa basi seperti ini yang ingin mereka sampaikan.

"Kenapa kamu bisa ada disini?" tanya Adek.

"Jalan-jalan"

Adek muak dengan basa basi ini, ia mematikan kran air dan mengeringkan tangannya dengan tisu lantas menatap Feni.

"Bagaimana kamu bisa kenal dengan Erlang?" Tanya Adek, ia terlihat sangat serius saat ini.

Feni menghentikan aktifitas tak bergunanya yang dari tadi ia lakukan.

"Bagaimana juga kamu bisa kenal dengan Ryan?" Feni balik bertanya.

"Fen.." Adek protes dengan jawaban Feni yang membalikan pertanyaannya lagi.

"Kenapa? Kamu keberatan dengan keberadaan aku disini? Kamu keberatan karena adik seorang perwira polisi ada disini?" Tanya Fenj bertubi-tubi.

"Fen.." Adek kembali protes, bagaimana kalau ada yang mendengar pernyataan Feni barusan.

"Iya, aku..aku sangat kaget ngeliat kamu datang sama Erlang waktu itu. Aku kaget saat Erlang bilang kamu pacarnya" jelas Adek.

"Berarti kita sama, aku lebih kaget lagi sahabat aku yang hilang tanpa kabar tiba-tiba terlibat hubungan dengan orang-orang yang..." Feni tidak bisa melanjutkan kalimatnya seperti ada beban di tenggorokannya.

Adek mengerti maksud Feni, ia yakin Feni tau siapa sebenarnya Ryan dan teman-temannya.

"Aku minta maaf sama kamu atas aku yang hilang tanpa kabar tapi Ryan tidak seburuk yang kamu pikirkan"

"Seorang bandar narkoba apa itu gak buruk?"

Adek terdiam.

"Erlang sama dengan Ryan, kamu gak bisa menjalani hubungan dengan dia"

"Kamu juga gak bisa, punya hubungan dengan Ryan akan ngebahayain kamu. Polisi bisa menangkap kalian dengan tiba-tiba, dan kamu akan terseret dalam kasus ini" jelas Feni.

Seseorang berdiri dalam diam tanpa mereka sadari dari balik tembok toilet.

"Aku ingin kita bersama-sama pergi dari kehidupan mereka" pinta Feni yang lebih mirip kata perintah.

Adek menggeleng,

"Aku gak bisa Fen, aku sangat mencinta Ryan. Aku gak bisa, dari awal saat aku jatuh cinta pada Ryan aku udah siap dengan resiko yang ada, aku siap jika nanti di penjara ataupun bahkan mati. Aku mencintai Ryan Fen" jelas Adek, Feni dapat melihat keseriusan di mata Adek dan dari nada bicaranya.

"Kamu yang harus pergi, Andre gak boleh tahu kalau kamu terlibat disini. Bisa bisa andre akan sangat marah" ucap Adek lagi lantas pergi begitu saja. Ia tak bertemu siapapun dibalik dinding toilet itu, tak ada siapa-siapa.

Feni menghela nafas berat, ini tidak semudah yang ia fikirkan. Ia yakin sekali Adek telah jatuh cinta terlalu dalam pada Ryan.

Feni melangkah lemah keluar toilet, tepat di luar toilet sebuah tangan menariknya Feni tau siapa yang menariknya tapi apa yang bisa yang dia lakukan.

Feni bersandar di dinding putih yang dingin, dihadapannya Erlang menatapnya tak kalah dingin.

Hati Feni terus bertanya-tanya apa Erlang mendengar pembicaraannya dengan Adek tadi, jika iya berarti dia tamat, benar-benar tamat.

"Aku sedikit dengar pembicaraan kamu dengan Adek tadi" kata Erlang.

"Benarkan Erlang mendengarnya, mampus" pekik batin Feni.

"Jadi, kamu dan Adek itu sahabatan. Orang yang kamu cari di diskotik itu Adek kan?" tanya Erlang dengan tatapannya yang mengintimidasi.

Feni mengangguk takut, erlang menghela nafasnya kemudia ikut menyandarkan tubuhnya disamping feni.

"Aku emang gak denger semua pembicaraan kamu dengan Adek tapi yang pasti, kamu sahabat yang baik. Kamu secara gak lansung terlibat dengan masalah ini, tanpa kamu sadari kamu bisa juga dalam bahaya besar" jelas Erlang.

"Adek bener, kamu sebaiknya jangan terlibat dengan kami" kata Erlang lagi.

Feni masih saja diam, Feni masih penasaran apa saja yang Erlang dengar tadi.

Erlang beranjak dan sekarang kembali berada dihadapan Feni, tapi sedikit lebih dekat tangan kananya terangkat ia rentangkan disisi kiri wajah Feni. Kini Feni terkurung ia tak bisa kabur kemanapun.

"Aku fikir kamu dan Adek sama, kalian berdua sama-sama takut jika sahabat yang kalian cintai terlibat masalah buruk yang bisa saja akan mencelakakan" Erlang menatap lurus ke mata Feni.

"Adek sudah terlanjur terlibat dengan Ryan, ia tak bisa pergi begitu saja. Dan kamu selagi ada kesempatan untuk pergi maka jangan sekali kali perfikir untuk ikut terlibat" jelas Erlang.

Feni tau apa yang dikatakan Erlang benar, ia tak mungkin bisa membawa Feni pergi begitu saja. Mereka pasti tidak akan melepaskan ia begitu saja, dan Feni yang tidak terlalu terlibat dengan mereka bisa segera pergi.

"Are you somewhere feeling lonely even ......"  sebuah nyanyian merdu dari ponsel yang rencananya ingin Erlang serahkan tadi kembali berbunyi. Menghentikan adegan tatap tatapan Feni dan Erlang.

"Handphone kamu dari tadi bunyi" Erlang munduk selangkah dan menyodorkan tas ransel milik Feni.

Tangan Feni terulur mengambil ranselnya dan kemudian memeriksa siapa gerangan yang menghubunginya.

"Andre lagi?" Tanya Ryan yang lansung membuat suasana terasa horor.

"Tadi aku sempet memeriksa hp kamu, tapi aku gak berani ngangkat takutnya itu dari pacar kamu" Erlang mencoba menjelaskan karena Feni telah menatapnya dengan wajah tak suka.

Sebenarnya Feni bukan marah tapi lebih kerasa takut, bagaimana jika Erlang curiga dan tau siapa ia dan Andre. Gawat..

Sudah 10 kali panggilan tak terjawab, saat panggilan ini tak jua ia angkat. Feni sangat yakin Andre pasti sangat cemas dengannya saat ini. Tapi ini bukan waktu yang tepat untuk menjawab panggilan Andre.

"Mending setelah ini kamu pulang, jangan sampai yang namanya Andre itu nyariin kamu dan soal Adek kamu gak akan bisa ngelakuin apa-apa meski kamu minta dia pergi dengan kamu sekalipun ia udah terlanjur mencintai Ryan" jelas Erlang.

"Dan soal kamu yang jadi pacar aku, aku tinggal bilang kalau kiat udah putus" kata Erlang sambil tersenyum dan kemudian berbalik ingin pergi tapi langkahnya tertahan saat sudut jaket jeansnya ditarik.

"Aku tau mungkin semuanya gak akan berubah, tapi paling gak aku bisa ngelakuin sesuatu sehingga aku tau aku sudah berusaha menjauhkan sahabatku dari masalah" ucap Feni sambil menunduk Erlang bisa melihat Feni terbebani dengan semua itu.

"Tapi kamu akan terlibat dengan masalah yang lebih serius lagi dan kamu gak akan bisa lari lagi" kata Erlang.

Feni menganguk dan kemudian menatap Erlang.

"Aku tau, oleh karena itu tolong tetap biarkan aku tetap disisi kamu untuk bisa membujuk Adek pergi dari bisnis ini"

"Izinkan aku tetap disisi kamu sebagai pacar pura-pura kamu" lanjut Feni menatap Erlang dengan serius.

 

***

Terpopuler

Comments

RumahSakit Mesra

RumahSakit Mesra

lama2 sayank

2024-08-05

0

Mesra

Mesra

bandit kau y😅

2022-12-17

0

shanum

shanum

ini lagu apa y?

2022-11-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!