Bab 13 Mencurigakan

 

Matahari telah terbit mengantikan sang rembulan yang terjaga semalaman. Adek mengeliat tak nyaman dipelukan Ryan, ia bangun pelan agar tak membuat Ryan terbangun.

Adek bersandar ke kepala tempat tidurnya, tubuhnya terasa tidak nyaman. Kepalanya terasa pusing, perutnya juga terasa mual. Adek merasa tidak pernah seperti ini sebelumnya. Dengan gerakan pelan, Adek turun dari tempat tidur menuju kamar mandi.

Adek menatap pantulan wajahnya yang sedikit pucat, kepala pusing, mual, dan ia juga ingat kalau ia sudah telat 2 minggu. Apa jangan-jangan? Adek lansung menuju tasnya, mencari sesuatu tapi gak ia temukan.

"Apa habis ya?" pikir Adek sendiri.

"Aku harus memastikannya" kata Adek kemudian bergegas berganti pakaian.

 Setelah berganti pakaian dengan sebuah terusan dengan lengan sesiku dengan rok selutut bewarna biru tua. Adek duduk disisi ranjang disebelah Ryan yang tertidur. Tangannya terangkat membelai pipi Ryan pelan, kemudian mendekat dan mengecup pelan bibir Ryan. Sangat pelan sehingga tak membangunkan Ryan nantinya.

Embun tipis mengiringi perjalanan Adek di pagi ini, sebuah mobil sedan hitam berhenti tak jauh dari tempat Adek melangkah.

Si pengendara mobil menelpon seseorang

"Awasi Adek" perintahnya pada lawan bicaranya di telpon.

Adek terus melangkah tanpa curiga, ia sempat berhenti sebentar melihat smartphonenya kemudian kembali melangkah.

Adek terus menyusuri kota tapi tak ia temukan apa yang ia cari, hanya leretan toko, cafe dan restoran. Tapi ia terus saja melangkah, ia harus pergi ke klinik.

Sebuah mobil patroli polisi berhenti tak jauh dari tempatnya berdiri, kemudian menyapa Adek.

"Maaf apa ini dompet anda, tadi jatuh saat anda berjalan tadi" kata petugas polisi itu sambil memperlihatkan sebuah dompet bewarna merah muda.

"Oh.." Adek lansung memeriksa tasnya dan benar kalau dompetnya tidak ada.

"Iya pak itu punya saya, terimakasih pak" kata Adek.

"Sama-sama, mbak mau kemana ya? Kelihatannya mbak kurang sehat" kata seorang polisi yang lain melihat wajah pucat Adek.

"Saya mau ke klinik pak" jawabnya sedikit segan, bagaimanapun mereka adalah polisi.

"Kalau begitu bagaimana kalau kami antar saja, takutnya terjadi sesuatu dijalan" usul polisi yang pertama.

"Gak usah pak" tolak Adek.

"Gak apa-apa mbak, klinik cukup jauh dari sini. Takutnya mbak kenapa napa dijalan" jelas si polisi kedua.

Adek terdiam sesaat, ia juga sudah sangat lemas. Ia sendiri tidak yakin mampu berjalan nantinya sampai ke klinik. Apa lagi kepalanya terasa semakin pusing.

Adek akhirnya mengangguk meski jauh dari dalam hatinya ia tidak yakin tindakannya ini benar apa lagi dimata Ryan.

"Lapor Bos, dia masuk mobil polisi" lapor si penguntit saat melihat Adek masuk mobil patroli.

"Baik, akan saya bereskan dia" sahut si penguntit kemudian.

 

Satu jam berlalu sampai akhirnya Adek keluar klinik dengan senyuman yang tak luntur di wajahnya. Ia harus segera kembali ke hotel untuk memberi tahu kabar gembira ini.

Sebuah taksi bewarna kuning terparkir diseberang jalan, ia tak mungkin berjalan kaki pulang ke hotel oleh karena itu Adek berniat menumpang taksi itu.

Adek melangkah tanpa curiga menuju seberang jalan, sebuah mobil sedan hitam yang sudah menunggu kedatangannya dari tadi lansung berjalan dan menambah kecepatannya. Adek sempat melirik kesisi sebelah kananya namun terlambat.

"Aduh" ringis Feni saat kepalanya dijitak pelan Erlang saat dia baru keluar kamar mandi.

"Kamu mandi atau ngapain sih didalam? Lama banget" protes Erlang.

"Mandi dong" jawab Feni cemberut.

"Sekarang minggir aku juga mau mandi" perintah Erlang karena Feni masih berdiri didepan pintu kamar mandi.

Feni cemberut, namun diabaikan Erlang begitu saja yang lansung masuk kamar mandi. Tidur semalaman di mobil membuat tubuhnya terasa tidak nyaman, makanya ia harus segera mandi tapi keduluan di gadis bawel yang mandi hampir sejam.

Feni mengambil peralatan make up nya kemudian duduk diatas kasur sambil mengolesi hand body lotion ke kaki dan tanganya.

Sebuah nada dering yang begitu Feni kenal mengalun membuat Feni mengalihkan perhatiannya sesaat.

"Andre calling" itu yang tertulis di layar ponsel pintarnya.

"Andre, kok tumben nelpon" ucap Feni sendiri.

Feni sedikit ragu menjawab pesan itu, sampai tertera satu panggilan tak terjawab. Tak lama terdengar lagi suara ponsel Feni, sepertinya Andre benar-benar ingin Feni menjawab ponselnya.

"Ya Ndre" jawab Feni ragu.

"Kamu dimana?" tanya Andre dengan nada khawatir.

"Di hotel, kenapa?" tanya Feni karena mendengar nada bicara Andre yang khawatir.

"Sama Erlang"

"Iya, ada apa sih?" tanya Feni semakin penasaran.

"Ini tentang Adek Fen"

"Adek?" tanya Feni tak biasanya Andre membicarakan tentang Adek.

"Kenapa sama Adek?" Feni makin penasaran apa lagi ini tentang sahabatnya.

"Pagi tadi kira-kira pukul 9, seorang perempuan kecelakaan karena kasus tabrak lari dan kami dapat informasi kalau dia adalah Adek" jelas Andre.

"Apa? Adek kecelakaan?" Nafas Feni terasa sesak, ia seperti tercekik. Jantungnya berdebar kencang panik.

"Kamu tenang, kami akan lindungi Adek dan cari tahu kondisi terakhir Adek" Andre yakin saat ini adiknya pasti sangat panik.

"Tapi.."

"Kamu jangan khawatir ya, aku gak bisa bicara lama-lama sama kamu. Kamu hati-hati ya" potong Andre kemudian mematikan ponselnya.

Feni masih mencoba mengumpulkan tenaganya bangun dari kabar buruk ini. Tanpa ia bisa tahan air matanya jatuh membasahi pipi, ia bergegas menuju pintu kamar mandi dan menggedornya. Feni sama sekali tidak peduli Erlang akan marah padanya nanti.

"Lang.. "panggil Feni sambil terus memukul pintu kamar mandi.

"Ngapain sih tu anak teriak-teriak" protes Erlang kemudian dengan cepat memakai baju kausnya kemudian segera membuka pintu.

Erlang mematung sesaat karena melihat Feni sudah berlinang air mata.

"Kamu kenapa?" tanya Erlang khawatir.

"Adek lang"

"Kenapa Adek?"

"Adek kecelakaan, ia jadi korban tabrak lari" jelas Feni sesenggukan.

"Astaga, kamu tahu dari mana?"

"Andre ngasih tahu aku, kita harus lihat Adek Lang" kata Feni menarik tangan Erlang.

"Fen"

"Feni..." panggil Erlang lagi karena ia tidak mendapat sahutan dari Feni yang saat ini sedang panik.

Erlang menempelkan dua telapak tangannya masing-masing di pipi Feni. Tangan dingin Erlang menyandarkan Feni dan menatap cowok di hadapannya.

"Kita gak bisa ke rumah sakit sekarang Fen, yang lain bisa curiga. Pasti sekarang disana ada polisi" jelas Erlang memberi pengertian pada Feni.

"Tapi Adek Lang" Feni masih saja keras kepala.

"Aku yakin Andre dan yang lainnya pasti akan menjaga Adek" lanjut Erlang kemudian merengkuh tubuh Feni kedalam pelukanya.

Feni sesenggukan dalam pelukan Erlang yang menenangkan, aroma sabun dan shampo bercampur dengan aroma tubuh Erlang yang menjadi aroma terapi yang membuat Feni nyaman sehingga semakin merapatkan tubuhnya kedalam kungkungan lengan Erlang.

 

***

Terpopuler

Comments

RumahSakit Mesra

RumahSakit Mesra

baru juga romantis2

2024-08-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!