...🌷Selamat Membaca🌷...
Radi memacu kencang mobilnya kembali ke Jakarta. Pekerjaannya di Bandung yang harusnya memakan waktu seminggu ia paksakan agar selesai dalam kurun waktu lima hari. Semua itu karena ia sangat merindukan Ajeng. Rasa bersalahnya mungkin menjadi salah satu alasan yang membuatnya teringat akan istrinya itu.
Tak peduli akan lelah yang mendera tubuh, Radi tetap memaksakan dirinya untuk menyetir sejauh 150 km. Dua setengah jam kemudian, akhirnya ia sampai di istana megahnya bersama Ajeng. Sudah tak sabar rasanya ingin segera memeluk istrinya tercinta.
"Sayang ..." Sampai di dalam rumah, Radi memanggil-manggil istrinya. "Ajeng!" Ia langsung menuju kamarnya, berpikir jika Ajeng ada di sana, tapi nihil wanita cantik itu tidak ada. Setelah menaruh kopernya di kamar, Radi melangkahkan kaki ke beberapa sudut lain di kediamannya. Dapur, taman belakang, kolam renang, semuanya tak luput dari pencariannya, namun tetap saja Ajeng tidak ia temukan.
Saat ingin menghubungi istrinya itu, seorang pelayan datang berlari tergopoh-gopoh menghampirinya. "Maaf Tuan, Nyonya tidak berada di rumah," kata si pelayan.
"Ke mana dia?" tanya Radi.
"Nyonya bilang dia akan pergi ke rumah temannya," jawab si pelayan.
Radi melipat dahi, tumben sekali Ajeng pergi ke rumah temannya. Biasanya ia lebih senang di rumah, atau menghabiskan waktu di toko kue.
"Maaf, Tuan. Ini ada kiriman tiga hari yang lalu." Pelayan lainnya datang datang menyodorkan sebuah amplop yang cukup besar pada Radi.
"Apa ini?" Radi mengambil amplop coklat itu dan menelitinya.
"Maaf, saya tidak tahu, Tuan." Si pelayan menggeleng dengan kepala setia tertunduk.
Radi membaca tulisan yang tertera di amplop. "Ini untuk istriku, kenapa tidak kalian berikan saja langsung?" tanyanya heran.
"Maaf, Tuan. Nyonya sudah lima hari tidak pulang ke rumah."
Deg
"Apa?" Tentu saja Radi kaget mendengarnya. Istrinya bukanlah orang yang suka keluyuran ataupun menginap di rumah orang. Apa gerangan yang terjadi pada istrinya itu?
"Kalian pergilah!" Dua pelayan itu mundur perlahan dari hadapan Radi.
Pria itu melangkah gontai menuju ruang tamu. Ia hendak menghubungi Ajeng, tapi amplop coklat di tangannya lebih membuatnya penasaran. Akhirnya, ia letakkan ponsel di atas meja dan membuka amplop itu terlebih dahulu.
Deg
Matanya melebar begitu melihat isi dari amplop tersebut. Beberapa buah foto yang menunjukkan kedekatan dirinya dengan seorang wanita, yang tak lain tak bukan adalah Maya.
"Sialan, siapa yang berani mengirimkan ini kepada istriku." Radi menggeram marah. Ia memasukkan kembali foto-foto itu ke dalam amplop sebelum ada orang lain yang melihatnya.
"Untung saja Ajeng tidak di rumah, kalau sampai dia melihat ini, entah apa yang akan terjadi." Satu sisi Radi merasa lega karena bukan Ajeng lah yang menerima amplop ini, tapi di sisi lain ia merasa khawatir juga.
"Siapa yang telah berani bermain-main denganku?" desisnya. Radi akan mencari tahu dalang dari semua ini. Ia tidak akan tinggal diam jika ada orang yang berani mengganggu keutuhan rumah tangganya.
"Amplop beserta isinya ini harus segera disingkirkan." Radi menuju halaman belakang rumah dengan membawa gas torch di tangannya. Ia dapatkan benda itu dari dapur.
Sampai di belakang rumah, ia lempar amplop itu ke tanah dan segera membumihanguskannya. "Siapa pun dirimu, tak akan aku biarkan kau membongkar rahasiaku." Satu smirk terbit di bibir Radi.
.......
Ajeng lekas pulang setelah mendapatkan panggilan dari Radi. Kini, ia sudah memasuki ruang tamu rumahnya. Tampak, sang suami sedang duduk menunggu di sana.
"Mas!" sapanya. Wanita itu langsung menghampiri dan memeluk pria tercintanya itu. "Aku rindu sekali."
Radi yang juga merindukan istrinya, tak lantas memeluk balik Ajeng. Ia masih memikirkan masalah foto tadi. Suasana hatinya benar-benar rusak karena hal itu.
"Dari mana saja kau?" tanya Radi dingin sesaat setelah melepas paksa pelukan Ajeng.
"Aku dari rumah teman," jawab wanita itu.
"Teman yang mana? Sampai-sampai kau harus menginap sekian lama di sana?" Sorot mata Radi terlihat marah membuat nyali Ajeng ciut. Tidak mungkin ia mengatakan jika dirinya menghabiskan harinya-harinya belakangan ini di rumah Tania. Bisa-bisa Radi akan semakin marah mengingat hubungannya dengan Tania yang tidak baik.
"A-ada seorang teman, ia baru saja melahirkan jadi aku menemaninya karena suaminya sedang mendapatkan tugas ke luar kota." Jawaban Ajeng yang sedikit terbata membuat Radi memicingkan mata, tidak percaya begitu saja dengan penjelasan istrinya itu.
"Kau tidak sedang berbohong, kan?" desis Radi membuat tubuh Ajeng bergetar.
"A-aku tidak bohong, aku memang dari rumah temanku."
Melihat Ajeng yang mulai gugup, Radi mencengkram erat kedua bahu wanita itu. "Siapa temanmu itu, siapa namanya?" tuntut Radi.
"Di-dia..." Ajeng tertekan. Bahkan untuk sekedar mengarang sebuah nama pun ia tak sempat. Cengkraman Radi di bahunya menimbulkan nyeri.
"Katakan!" Radi semakin menuntut. Digoncangnya bahu lemah istrinya dengan kasar.
"Di-dia...." Tiba-tiba Ajeng merasa pusing, perlahan pandangannya mengabur dan ya, dia pingsan.
"Ajeng!" Radi panik sendiri ketika melihat tubuh Ajeng melemah dan jatuh terkulai ke dalam pelukannya.
"Sayang, sadarlah! Maafkan aku." Pria itu merasa bersalah, tidak seharusnya ia menekan Ajeng sedemikian rupa. Sungguh ia menyesal. Ditepuknya pelan pipi itu beberapa kali, tapi Ajeng tak kunjung membuka mata.
Tak menunggu waktu lama, segera dibopongnya tubuh Ajeng ke dalam mobil untuk segera dibawa ke rumah sakit.
.......
Cakra mendapatkan telepon dari rekan kerja Silvia yang mengabari jika istrinya itu pingsan. Untung saja, meeting baru saja usai hingga ia bisa langsung tancap gas menuju rumah sakit di mana istrinya bekerja.
Dengan perasaan cemas, Cakra mengendarai mobilnya dengan kecepatan penuh. Sampai di rumah sakit, ia segera berlari menuju ruangan yang tadi disebutkan si penelpon.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Cakra pada seorang wanita yang diketahuinya sebagai rekan kerja sang istri, bernama Dewi.
"Silvia ada di dalam." Hanya itu yang dikatakan Dewi.
Cakra langsung menerobos masuk. Di dalam sana ia melihat wanitanya tengah tergolek lemah di ranjang pesakitan. Segera dihampirinya.
"Via, kau tidak apa-apa?" Cakra mengelus kepala Silvia. Istrinya itu tampak pucat.
"Mas, hiks." Silvia bangkit dengan susah payah dan langsung memeluk Cakra. "Maafkan aku, Mas. Aku tidak bisa menjaganya," raung Silvia.
"Menjaga apa maksudmu, sayang?" tanya Cakra yang tak mengerti.
"Dia yang sempat ada di rahimku, hiks ... hiks ..." Tangisan Silvia semakin kencang.
Deg
Jantung Cakra berdetak kencang saat tahu apa yang dimaksudkan oleh Silvia.
"Kau ke-keguguran?" tanyanya berat.
"Maafkan aku, Mas. Aku tidak tahu kalau aku sedang hamil, hiks dan tadi aku terpeleset di toilet."
Hancur sudah harapan yang sudah dibangun Cakra beberapa minggu ini. Kabar bahagia yang ingin didengarnya, malah berita duka yang didapatkannya. Keinginannya untuk menggendong bayi dalam waktu dekat, pupus sudah.
"Mas?" Silvia melepas pelukannya. Ditatapnya wajah terluka plus kecewa suaminya. "Mas, maaf. Hiks."
"Sudahlah tidak apa-apa, mungkin belum saatnya aku bahagia," ucap Cakra datar dan dingin. Ia berbalik dan berjalan gontai ke luar kamar rawat Silvia.
Setelah kepergian Cakra, Silvia menghapus air matanya. "Maafkan aku, Mas."
.......
Radi setia menemani istrinya yang sedang diperiksa dokter. Saat sampai di rumah sakit, Ajeng tersadar. Namun, Radi tetap membawanya untuk diperiksa karena melihat wajah Ajeng yang pucat.
"Bagaimana, Dok?" tanya Radi tak sabaran.
"Tidak apa-apa, Pak. Istri anda baik-baik saja. Cuma tolong dijaga perasaannya jangan sampai tertekan. Hal itu dapat membahayakan kandungannya."
Penjelasan dari dokter membuat Radi maupun Ajeng kaget. "Maksudnya, Dok?"
"Iya, saat ini istri bapak tengah hamil. Saya perkirakan usia kandungannya sudah 4 minggu, dihitung dari hari terakhir ibu Ajeng menstruasi, tapi untuk lebih jelasnya bisa dilakukan USG."
"Hamil? Saya hamil, Dok?" Ajeng bertanya memastikan.
"Di dalam sini ada calon anak kami, Dok?" Radi juga bertanya sembari tangannya mengelus perut Ajeng yang masih rata.
"Iya, bapak dan ibu selamat, sebentar lagi kalian akan menjadi orang tua."
Radi dan Ajeng langsung menangis haru, apa yang mereka idam-idamkan selama ini akhirnya terkabul juga.
"Istrinya sudah bisa dibawa pulang, Pak, dan ini resep untuk vitamin penguat kandungan, bisa ditebus di apotek" Dokter menyerahkan secarik kertas.
"Terima kasih, Dok."
Pasangan itu keluar dari dalam ruang periksa dengan senyum mengembang. Radi bahkan mulai bersikap protektif, ia memapah istrinya dengan hati-hati.
"Mas, aku sudah baik-baik saja." protes Ajeng yang risih karena banyak mata memandang mereka.
"Tidak sayang, aku harus selalu berada di dekatmu. Aku tak ingin sampai terjadi apa-apa pada calon anak kita."
Ajeng terkekeh, ia merasa disayang dan juga terlindungi. "Terima kasih, Ayah ..."
Ucapan Ajeng barusan membuat Radi berhenti berjalan. "Ayah?"
"Iya, baby katanya senang karena ayahnya sangat perhatian."
Radi terharu. "Rasanya sudah tidak sabar untuk mendengar panggilan itu langsung."
.......
Saat berjalan di koridor, mereka berpapasan dengan Cakra.
"Pak Radi?" sapa Cakra.
"Pak Cakra, halo." Radi balik menyapa.
"Ada apa? Kenapa kalian di rumah sakit, siapa yang sakit?" Cakra melirik Ajeng yang dipapah oleh suaminya.
"Tidak ada yang sakit, istriku saat ini sedang mengandung buah cinta kami." Radi mengucapkannya dengan bangga, wajahnya berseri-seri.
Deg
Berbeda dengan Radi, Cakra justru merasa terpuruk. Dua orang di hadapannya berbahagia karena kehadiran janin dalam kandungan, sementara dirinya baru saja kehilangan. Ternyata dunia selucu ini.
"Pak Cakra sendiri sedang apa di sini?" Ajeng yang bertanya.
"Hm? I-istriku bekerja di sini." Hanya itu yang dapat Cakra katakan. Tak mungkin mengatakan sejujurnya, karena dia tidak mau dikasihani.
"Oh, ya sudah. Kami pamit dulu." Pasangan berbahagia itu pergi meninggalkan Cakra yang merana sendirian.
...Bersambung...
...Jangan lupa Vote & Comment ya, Readers......
...🙏🏻😊...
...Terima kasih...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 175 Episodes
Comments
Masiah Firman
anak yg dikandung Maya itu bukan anaknya radi
2021-07-05
0
Suharnik
Pasti Silvia meminum obat peluntur kehamilan supaya bayi yg d kandung keguguran, kalau Cakra sampai tahu apa yg d lakukan Silvia mampus hancur sudah kau Silvia
2021-07-01
1
금
silvia ktnya dokter tp kok tega ngilangin anaknya sendiri
2021-05-01
5