...🌷Selamat Membaca🌷...
"Bagas ..."
"Ya, aku Bagas. Sahabat yang sudah kau khianati sepuluh tahun lalu."
Deg
Radi tersentak, tiba-tiba kilasan memori sepuluh tahun lalu terlintas di benaknya. Di mana dirinya yang begitu tega membiarkan sahabatnya dipukuli dan diseret ke kantor polisi. Tubuh itu mundur gemetar, persis seperti waktu itu.
"Maaf. Maafkan aku," lirihnya menyesal.
Bagas tersenyum sinis. "Maaf? Maafmu itu tidak ada lagi gunanya. Semuanya sudah terlambat, kau telah membuat luka di hati ini. Kita tumbuh besar bersama, tapi kenapa kau begitu tega padaku, Di. Aku hidup menderita setelah kejadian itu sementara kau hidup bahagia dan bergelimang harta."
Radi menatap Bagas dengan mata berkaca-kaca, kesalahannya di masa lalu membuatnya begitu menyesal. "Maaf." Hanya itu kata yang bisa terucap dari mulutnya.
"Muak aku mendengar maafmu!" bentak Bagas kesal.
"Gas?"
"Karenamu aku harus berada di LPKA selama dua bulan, keluar dari sana aku harus mendapati kenyataan jika kami telah terusir dari panti. Untuk biaya operasi Heru, ibu Mel terpaksa menggadaikan sertifikat panti ke seorang lintah darat. Kami hidup terluntang lantung di jalanan selama beberapa hari. Dan di mana kau di saat kami semua kesusahan, HAH?" bentak Bagas lagi, mencoba mengutarakan semua sakit hati yang sudah lama dipendamnya. "Kau hidup senang bersama dengan orang yang telah kau tolong itu? Mengagumkan."
"Gas, aku-"
"Kau diam saja! Biar aku yang bicara," potong Bagas cepat. Saat ini ia sama sekali tidak ingin mendengar pembelaan apapun dari mantan sahabatnya, Radi.
"Beruntungnya ada seorang pria kaya yang membantu kami. Dia menyediakan tempat tinggal dan juga mendanai semua kebutuhan di panti, kami tertolong. Dan beberapa tahun kemudian, aku baru tahu jika pria itu adalah suami dari wanita yang waktu itu aku ambil tasnya. Dan mereka adalah orang tua angkatmu, kan?"
.......
Bagas pergi mengunjungi alamat pria baik hati yang selama lima tahun ini sudah menjadi donatur tetap di panti asuhannya. Ia membawakan beberapa buah tangan titipan ibu Mel yang akan diberikan pada pria itu dan keluarganya sebagai ucapan terima kasih. Sampai di gerbang rumah mewah milik si pria, Bagas disambut oleh seorang penjaga gerbang, atau nama lainnya security.
"Cari siapa, Nak?" tanya pria paruh baya dengan badan berisi itu.
"Saya mencari Pak Surya Winata . Apa benar ini rumahnya?" tanya Bagas sopan.
"Benar, beliau adalah majikan saya, pemilik rumah ini. Kalau boleh tahu, apa kau sudah membuat janji temu sebelumnya, Nak?" tanya si bapak security.
Bagas menggeleng. "Belum, Pak."
"Kalau begitu saya akan menghubungi tuan terlebih dahulu." Security itu masuk ke dalam pos jaganya untuk menelpon sang majikan, mengabarkan jika ada tamu yang ingin bertemu.
Beberapa saat kemudian, security itu kembali menghampiri Bagas. "Ayo nak, silakan masuk."
Pintu gerbang terbuka dan Bagas memasuki pekarangan luas itu dengan tatapan kagum. Sampai di pintu masuk bangunan mewah itu, ia memencet belnya beberapa kali.
Cklekk
Pintu berdaun lebar itu seketika terganga, terlihat dua orang pelayan yang membukanya. "Silakan masuk, tuan Surya sudah menunggu di ruang tamu." Seorang pelayan mempersilahkan Bagas masuk dan menggiringnya menuju tempat yang akan dituju.
"Selamat siang, Tuan ..." sapa Bagas.
"Oh, Bagas. Selamat siang, silakan duduk." Pria bernama Surya itu menyambut ramah kedatangannya.
"Ini ada sedikit buah tangan, mohon diterima." Bagas menyerahkan beberapa kantung bawaannya.
"Terima kasih, pelayan tolong taruh ini di belakang dan juga siapkan minuman juga camilan untuk tamuku," perintahnya pada pelayan yang tadi mengantar Bagas.
Selepas kepergiaan si pelayan, Bagas dan Surya mulai berbincang.
"Bagaimana keadaan panti?" tanya Surya membuka obrolan.
"Semua baik-baik saja berkat anda Tuan," jawab Bagas jujur. Kalau bukan karena bantuan pria di depannya, mungkin ia dan anak-anak panti akan hidup menderita di jalanan.
"Syukurlah."
Pelayan kembali datang membawa minuman dan menghidangkannya di meja.
"Silakan diminum dan dicicipi cemilannya," ucap Surya.
"Iya, terima kasih."
Saat mereka asyik berbincang, sesosok gadis cantik datang menghampiri Surya. Bagas mengenali gadis itu, dia adalah putri dari si pria baik hati, beberapa kali pernah datang ke panti.
"Papa, aku pulang." Gadis itu mencium pipi ayahnya tanpa malu.
"Ish, kau ini. Lihat itu ada tamu," protes Surya yang sedikit malu karena tingkah manja sang anak.
"Eh, siapa?"
Saat gadis itu menoleh, senyumnya langsung mengembang. "Kak Bagas!" Sapanya.
"Hai Ajeng." Bagas balik menyapa.
"Kakak sudah lama?" tanyanya girang.
"Baru saja," jawab Bagas.
"Bagaimana kabar anak-anak di panti, Kak? Sudah lama aku tidak berkunjung ke sana, aku rindu."
"Mereka semua baik-baik saja. Mereka juga sangat merindukanmu." Memang benar. Beberapa kali adik-adiknya di panti bertanya pada Bagas, kenapa kakak cantik, julukan untuk Ajeng, tidak pernah lagi datang mengunjungi mereka.
"Papa, kapan kita ke panti lagi?" Ajeng bertanya pada sang ayah.
"Untuk beberapa waktu ke depan papa mungkin akan sedikit sibuk. Coba ajak mamamu, dia kan belum pernah ke sana," usul Surya.
Ajeng cemberut. "Mama itu sibuk di butiknya, mana mau dia menemaniku."
"Ya sudah, kau kan bisa ajak Radi."
Deg
Mendengar nama itu Bagas terkaget. Apakah Radi yang dimaksud Surya adalah Radi yang dikenalnya. Sahabat pengkhianat yang kini keberadaannya tak tahu di mana.
"Mas Radi sibuk, Pa. Sejak lulus kuliah papa memintanya bekerja di kantor. Jadi sekarang dia sudah sama seperti papa, selalu sibuk," jelas Ajeng yang masih menampakkan wajah masam.
"Aduh, ya sudah. Kau pergi saja sendiri, atau tidak kau bisa pergi bersama Bagas .. Kau tidak ada jadwal kuliah lagi hari ini, kan?"
"Apa boleh?" tanya Ajeng.
"Coba tanya Bagas!" suruh Surya.
"Boleh, Kak?"
Bagas yang terdiam, langsung tersadar mendengar suara Ajeng.
"Boleh, anak-anak pasti senang kau datang."
"Oke, kalau begitu aku akan bersiap." Ajeng segera berlari menaiki tangga menuju kamarnya.
"Maafkan sikap putriku ya, Nak Bagas." Surya merasa tidak enak karena telah merepotkan Bagas dengan tingkah Ajeng.
"Tidak apa-apa, Tuan."
.......
Kini Ajeng dan Bagas berada di dalam mobil. Mereka duduk di bangku belakang sementara sopir pribadi Ajeng, duduk sendiri di depan.
"Sebelum ke panti kita ke supermarket dulu ya, Pak."
"Iya, Nona."
"Apa ada sesuatu yang mau kau beli?" tanya Bagas.
"Tidak sopan kalau berkunjung tidak membawa apa-apa."
Bagas yang paham maksud Ajeng hanya bisa mengangguk.
.......
Selepas berbelanja, mereka kembali melanjutkan perjalanan.
"Ajeng, apakah kau punya seorang kakak?" tanya Bagas. Sungguh ia penasaran pada nama Radi yang tadi dibicarakan Ajeng dan ayahnya.
Gadis itu menggeleng. "Aku anak tunggal, Kak. Padahal aku ingin sekali punya adik, tapi karena kandungan mama lemah jadi tidak bisa hamil lagi."
"Lalu, siapa itu Radi? Maaf, tadi aku tidak sengaja mendengar kalian membicarakannya." Bagas semakin penasaran.
"Mas Radi adalah anak yang diangkat papa dan mama. Lima tahun lalu, mama pernah dijambret, Mas Radi lah yang membantu mama. Dia sebatang kara jadi papa dan mama memutuskan untuk menjadikan dia bagian dari keluarga kami," jelas Ajeng.
Deg
Tidak salah lagi, Radi yang dimaksud benarlah seseorang yang dikenalnya.
"Jadi kini kau sudah bahagia Di, mendapatkan keluarga kaya yang mau menampungmu." Bagas membatin, miris.
.......
"Betapa mujur nasibmu, diangkat anak oleh keluarga kaya dan bisa memperistri putri mereka yang sangat cantik, tapi tetap saja kau belum puas. Kurang apa Ajeng padamu, eh? Sampai hati kau mengkhianatinya juga?!"
Deg
Iya benar. Radi berada di sini untuk membahas masalah itu. Bagas, ternyata adalah orang yang ingin merusak kebahagiaan rumah tangganya.
"Apa ini adalah bentuk balas dendammu padaku, Gas?" tanya Radi lirih.
"Awalnya, iya. Aku ingin sekali menghancurkan rumah tanggamu dengan mengirimkan Tania sebagai pion, tapi ternyata dia gagal."
"Apa? Tanua?" Radi sungguh tidak percaya.
"Tania adalah istriku, aku memintanya untuk masuk ke dalam hubunganmu dengan Ajeng."
"Apa? Istrimu?" Radi kaget untuk yang yang kesekian kalinya. Jika Tania adalah istri Bagas, berarti waktu itu ia telah tidur dengan istri sahabatnya sendiri. Ya Tuhan, kepalanya semakin bertambah pusing.
"Iya, jangan kaget begitu. Ku beritahu kau satu hal, malam itu kalian sama sekali tidak melakukan apa-apa. Kau pikir aku rela istriku kau sentuh, eh. Aku hanya menciptakan keadaan seolah-olah kalian sedang melakukannya. Aku lah yang memotret kalian waktu itu." Bagas menjelaskan sesuatu yang memang sedang dipikirkan oleh Radi.
Suami Ajeng itu tampak mendesah lega, ternyata ia tidak benar-benar tidur dengan Tania.
"Ku pikir kau benar-benar setia karena sama sekali tidak terpengaruh dengan kehadiran Tania, tapi ternyata, orang sepertimu ini, sekali pengkhianat akan selamanya menjadi pengkhianat!"
Radi menatap Bagas dengan pandangan terluka. Hatinya sakit setiap kali Bagas melabelinya sebagai pengkhianat.
"Apa kau mengikutiku selama ini, Gas?" tanya Radi pelan.
"Iya, aku mengikutimu sampai ke Bandung hingga aku tahu di sanalah kau menyembunyikan kekasih gelapmu yang sedang hamil besar. Aku kasihan dengan Ajeng karena harus bersuamikan seorang pengkhianat sepertimu!"
"STOP!"
Bagas kaget mendengar teriakan Radi.
"Cukup! Aku bukan seorang pengkhianat!" tekan Radi yang sudah kelewat emosi. Tadi dia memang diam, tapi sekarang ia habis kesabaran. "Kau tidak tahu kebenarannya jadi jangan menghakimiku seakan kau tahu segalanya. Kau bukan Tuhan, Gas." Napas Radi terengah-engah menahan gejolak marah dalam dadanya.
"Bukan seorang pengkhianat? Hahaha ... Lalu yang kau lakukan padaku dulu itu apa? Dan, yang kau lakukan pada Ajeng sekarang ini apa, HAH?"
BUGHHH
Radi memberikan satu bogem mentah tepat di pipi Bagas hingga kepala sahabatanya itu menoleh ke samping. Terlihat sudut bibir Bagas pecah dan mengeluarkan darah.
"Cukup! Kau benar, aku adalah seorang pengkhianat. Dan mulai sekarang kau tidak akan pernah keluar dari tempat ini. Aku tidak akan membiarkan kau menghancurkan rumah tanggaku, Gas. Camkan itu!"
Bagas terlihat santai, ia sama sekali tidak takut dikurung di tempat itu. Melihat Radi frustasi seperti ini sudah menjadi hiburan tersendiri baginya. Mengenai balas dendam? Hah ... biar Tuhan saja yang membalasnya.
Radi berbalik, ia hendak pergi dari tempat itu, sebelum dirinya kalap dan menghajar Bagas habis-habisan.
"Kau harus ingat ini Di, bahwa kebenaran akan selalu menang."
Radi tidak berbalik, ia hanya mengetatkan rahangnya dan keluar dari tempat itu dengan wajah merah padam.
"Kau terlambat satu langkah di belakangku, Radi Nugraha."
HAHAHAHAHAHA
...Bersambung...
...Jangan lupa Vote & Comment ya, Readers......
...🙏🏻😊...
...Terima kasih...
LPKA : Lembaga Pembinaan Khusus Anak.
Waktu itu umur Bagas belum 18 tahun jadi dia tidak dimasukkan ke dalam penjara orang dewasa melainkan ke LPKA. Di sana anak-anak yang tersandung masalah hukum akan dibina. Lama waktunya disesuaikan dengan jenis kejahatannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 175 Episodes
Comments
Sri Wahyuni
s bagas toleransi nya baik k sesama tman stu panti walau cara nya salah s bagai ingin menolong yg sakit dan s radi emang egois me2ntibgkn dri sendri dan klau bner ngaku shbt sm s bgas knp ga d smperin tuh s bagas wktu d pnjara
2022-11-16
0
Suharnik
Waah ternyata kisahnya berawal dri masa kecil d panti asuhan👍👍👍👍
2021-07-01
1
Cut Nyak Dien
radi2,jgn2 nanti cakra sakit hati sma istrinya cerai trs ajeng sakit hati sma radi juga cerai,trs mereka dipersatukan ya thor?
2021-04-29
6