...🌷Selamat Membaca🌷...
"Nyonya Ajeng?"
Deg
Ajeng yang hendak meminta sesuatu pada karyawannya tersentak saat namanya dipanggil oleh seseorang. Sebuah suara yang berat dan dingin.
"Kau?" Betapa terkejutnya Ajeng saat melihat siapa penyapanya. "P-pak Cakra?" Ia memastikan.
Pria di hadapannya mengangguk dengan satu senyuman sinis ditunjukkan. "Saat pertama kali bertemu ku rasa kau tidak bisa melihat. Bagaimana bisa kau tahu jika aku ini yang bernama Cakra?"
Deg
"Mampus," rutuk Ajeng dalam hati. Saking terkejutnya ia sampai tak memperhitungkan hal itu. "A-aku ..." Ajeng bergerak gelisah. Kata yang keluar dari mulutnya mulai terbata-bata. Ia tidak tahu kebohongan apa lagi yang harus ia katakan untuk menutupi kebohongan sebelumnya.
"Bisa kita bicara sebentar?" pinta Cakra.
"Y-ya." Mau tak mau Ajeng mengangguk. Entah apa yang akan dibicarakan pria itu dengannya.
.... ...
Kini dua manusia berbeda jenis gender itu duduk di salah satu kursi yang ada di toko. Secangkir teh sudah terhidang di hadapan masing-masing.
Ajeng mneyeruput tehnya dengan perasaan tak karuan. Ia cemas memikirkan hal apa yang akan dikatakan oleh rekan bisnis suaminya itu.
"Apa kau ada masalah dengan suamimu, Nyonya Ajeng?"
Deg
Ajeng menatap tajam pria di hadapannya. "Ada urusan apa sampai kau menanyakan hal yang berkaitan dengan rumah tanggaku, Pak Cakra yang terhormat. Tak tahukah kau jika tindakanmu ini sangat tidak sopan!"
Cakra mengetatkan rahangnya, ia sendiri tidak tahu apa yang membuatnya bisa ikut campur masalah pribadi orang lain seperti ini. Namun, bukan Cakra namanya jika ia tidak bisa mencari kata yang bagus untuk menjawab perkataan lawan bicaranya.
"Ekhm..." Ia berdehem sejenak. Lalu menatap wanita di depannya dengan tenang. "Kau tentu tahu jika saat ini perusahaanku dengan perusahaan suamimu mulai bekerjasama. Aku hanya tidak ingin masalah ini akan berimbas pada pekerjaan kami nanti. Kau paham apa maksudku, kan?"
Ajeng mengangguk. Ia paham betul apa yang dimaksud oleh Cakra, cuma yang diutarakan pria itu hanyalah salah satu alasannya saja karena yang sebenarnya adalah pria itu ingin menuntaskan rasa penasarannya akan masalah ini.
"Lalu, apa yang mau kau ketahui?" tantang Ajeng. Kalau memang pria di depannya sungguh penasaran, maka akan ia puaskan rasa ingin tahunya itu.
"Kembali ke pertanyaanku yang pertama!" Cakra tidak bertanya lagi. Ia hanya merujuk pada pertanyaan pertama yang diajukannya dan belum mendapat jawaban.
"Ya." Ajeng menjawab singkat setelah berhasil mengingat pertanyaan tersebut.
Berarti benar ada masalah, itu maksud jawaban Ajeng yang berhasil ditangkap Cakra.
"Apa ini ada hubungannya dengan sekretaris suamimu itu?" Jujur saja Cakra belum merasa puas. Salahkan saja tingkat kekepoannya yang meningkat akhir-akhir ini. Biasanya ia tidak akan peduli pada masalah orang lain.
Deg
"Apa?" Ajeng menganga. "Kau tahu sesuatu?" tanyanya dengan mata memicing.
Cakra sebenarnya tidak enak untuk mengatakan hal ini. Hanya saja batinnya sedikit berontak saat wanita cantik dan baik seperti wanita di hadapannya ini disakiti oleh suami sendiri.
"Aku pernah melihat kedekatan suamimu dan sekretarisnya itu." Cakra mengaku.
Deg
Jadi kecurigaannya benar, Ajeng sampai sesak napas mendengarnya.
"Di mana?" Setelah menguatkan hati. Ajeng mengorek kembali informasi dari rekan bisnis sang suami.
"Kantor," jawab Cakra.
"Kantor? Hm ... Apa yang mereka lakukan?" tanyanya kembali dengan suara tercekat.
"Tidak ada. Wanita itu hanya bergelayut di lengan suamimu."
Ajeng terdiam. Dia tidak tahu harus berekasi seperti apa sekarang ini. Hatinya tentu sakit, jangan ditanya lagi.
"Alasan kau berpura-pura buta itu apa? Untuk membongkar pengkhianatan suamimu?" Satu pertanyaan kembali dilayangkan Cakra.
Ajeng menghirup dan membuang napas sejenak. Lantas menatap pria yang penuh rasa ingin tahu di depannya.
"Kau tahu jika aku pernah kecelakaan?" Bukan menjawab, Ajeng balik bertanya.
Cakra berpikir sebentar dan mengangguk setelahnya. "Beberapa minggu yang lalu," ucapnya. Ia tahu hal itu saat berkunjung ke perusahaan Radi, semua karyawan ribut membahas masalah tersebut.
"Ya. Aku mengalami kebutaan karena kecelakaan itu."
Cakra mengernyit. Benar buta, lalu sekarang bisa melihat lagi. "Maksudnya bagaimana?"
"Aku mengalami kebutaan sementara. Radi tidak tahu hal ini karena dokter yang memeriksaku pertama kali sudah salah mendiagnosa. Ia mengatakan saraf mataku rusak dan akan mengalami kebutaan, tapi nyatanya aku hanya mengalami kebutaan sementara yang disebabkan oleh shock. Seminggu setelah kecelakaan aku bisa melihat lagi. Dan ya, kau benar. Aku masih berpura-pura buta untuk mengungkap pengkhianatan suamiku." Panjang lebar Ajeng menjelaskan. Ia harus menekan rasa sakit di dadanya kala bercerita hal itu.
"Maaf, jika aku telah lancang mengetahui urusan pribadimu ini." Perasaan tak enak menyusup di hati Cakra saat menatap wajah sendu Ajeng.
Ajeng terkekeh kecil. "Seharusnya kau bisa mencegah hal itu, tapi ya ... rasa penasaran manusia terkadang membuatnya lupa apa yang harus dan tidak harus diketahui. Aku maklum."
Cakra takjub. Tidak hanya cantik, baik, tapi Ajeng juga pemaaf. Beruntung sekali Radi mendapatkan istri seperti Ajeng. Gemas Cakra membayangkan Radi yang telah mengkhianati istrinya ini. Respeknya pada pria itu mulai sedikit berkurang.
"Silakan diminum tehnya," kata Ajeng kala menyadari jika Cakra belum menyentuh minumannya sama sekali.
"Ah, ya."
Saat Cakra sibuk dengan cangkir teh di tangannya, Ajeng memilih mengedarkan pandangan keluar jendela kaca besar toko kuenya. Tokonya terletak di tepi jalan besar, dengan mudah ia bisa melihat kendaraan juga orang-orang yang berlalu lalang di jalanan.
Deg
Ajeng terperanjat saat matanya menangkap sosok yang dikenalnya di seberang jalan sana. Sontak ia langsung berdiri di tempat, hal itu membuat Cakra yang sedang menikmati tehnya terkejut.
"Ada apa?" tanya Cakra.
"Dia!" Ajeng menunjuk seseorang di luar sana.
"Siapa?" Cakra mengikuti arah tunjuk Ajeng. Namun, ia tak menemukan siapapun selain para pejalan kaki yang melintas.
"Aku harus mengejarnya." Ajeng langsung berlari keluar toko. Cakra yang penasaran pun lantas mengikuti.
Ajeng menyusuri jalanan yang sedikit padat di siang hari dengan berlari kecil. Ia bahkan tidak berhati-hati hingga beberapa kali para pengendara mengklakson mobil karena ulahnya.
"Aku yakin itu pasti dia. Tapi kenapa ...-" Ajeng berhenti untuk berpikir dulu. Ia harus fokus mengejar sosok yang penampakannya hilang timbul di penglihatannya.
"Ajeng awas!" Cakra menarik tangan Ajeng saat wanita itu hampir saja tertabrak motor yang melaju kencang.
"Hei ... Hati-hati kalau jalan!" rutuk si pengendara motor yang hampir menabrak tubuh Ajeng.
"Maaf."
Cakra menarik Ajeng ke pinggiran. Ia dorong tubuh ramping wanita itu sampai membentur dinding sebuah banguanan.
"Kau ini apa-apaan, huh? Cari mati?" tanya Cakra dengan nada marah yang tak dibuat-buat.
"Aku ... aku melihatnya, Pak Cakra. Aku melihatnya," ucap Ajeng dengan dada berdebar dan napas terengah-engah.
"Siapa? Siapa yang sudah membuatmu hampir celaka seperti tadi?" tanya Cakra tak habis pikir.
"Tania," cicitnya.
Cakra mencoba mengingat-ingat nama yang disebutkan. "Sekretaris suamimu?"
Ajeng mengangguk pelan. Jujur, ia masih takut dengan kemarahan Cakra barusan.
Pria itu mengacak gusar surai hitamnya kemudian memandang jauh jalanan di seberang sana. Sekejap mata elangnya menemukan sosok yang dicari.
"Ayo ikut aku!" Cakra meraih tangan Ajeng dan menggengamnya. Ia membawa wanita itu lari bersama.
Deg
Ajeng menatap tangannya yang berada dalam genggaman telapak tangan besar Cakra. Terasa hangat dan nyaman. Tiba-tiba dadanya berdebar.
...Bersambung...
...Jangan lupa Vote & Comment ya, Readers......
...🙏🏻😊...
...Terima kasih...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 175 Episodes
Comments
Diii
aku jadi ikutan berdebar
2023-01-27
0
Rena Agustina
debat debat alamat apa ini
2021-11-19
0
Mien Mey
deg de deg...
2021-09-12
0