Brak....
Motor yang mereka tumpangi menabrak pembatas jalan, dan rubuh menimpa Sari yang jatuh tersungkur di bahu jalan.
Masih ada untungnya Sari menggunakan gamis dengan bahan cukup tebal milik almarhumah neneknya. Karena saat tersungkur ke aspal, beberapa bagian tubuh yang digunakan untuk menumpu badan jadi lecet-lecet, pada lutut kaki, dan siku tangan kiri tidak terlalu parah karena tertutup kain gamis, hanya bagian telapak tangan kanan yang sepertinya mengeluarkan darah cukup banyak.
Motor roboh menimpa kaki Sari dan Eli, untung mereka memakai dalaman celana panjang dan gamis, jadi bagian bawah aman. Minggu pagi jalanan cukup ramai, sehingga banyak orang yang datang membantu mengangkat motornya.
Sari meringis kesakitan, karena lecet-lecet pada beberapa bagian tubuhnya. Pengemudi mobil yang tadi menyenggolnya turun dan meminta maaf, " apa mau saya antar ke rumah sakit mba?".
Sari dan Eli berusaha berdiri di bantu beberapa orang yang merubungi mereka.
" Makasih pak, Bu Mas, Mba", ucap Eli yang ternyata hanya lecet sedikit di bagian tangan.
" Kamu nggak papa Sar?, apa mau ke rumah sakit?", tanya Eli yang khawatir, karena tangan kanan Sari tepatnya jari tengahnya mengeluarkan darah cukup banyak.
" Maafkan saya Mba, saya kurang berhati-hati, mari saya antar ke rumah sakit", ucap bapak-bapak yang menabrak mereka.
" Nggak usah Pak, kita balik ke sekolahan saja yuk El, ini cuma lecet-lecet, nanti dibersihkan pakai air juga nggak papa", ujar Sari, tapi lama-kelamaan jari tengahnya membengkak menjadi begitu besar.
" Wah sebaiknya mbak saya antar ke rumah sakit, ini jarinya bengkak, sepertinya retak atau patah, saya tidak mau lari dan dikira tidak bertanggung jawab". ucap yang nyerempet.
Sari semakin bingung, karena saat ini jari tengah tangan kanannya memang sudah sebesar jempol kakinya.
" El, aku ke rumah sakit sebentar, kamu balik ke sekolahan saja, kabari Bu Berta kalau saya di rumah sakit. Nanti selesai di periksa saya balik ke sekolahan lagi", ucap Sari.
Eli pun mengangguk dan kembali ke sekolahan, karena motor dan dirinya baik-baik saja, sedangkan Sari ikut mobil dan menuju rumah sakit ortopedi terdekat di Sokaraja.
Sampai di sekolahan Eli langsung menuju ruang guru untuk menemui Bu Berta. Di ruang guru Eli menceritakan semua kejadian naas yang dialaminya bersama Sari tadi.
" Ya sudah ayo kamu ikut ibu langsung ke rumah sakit, kamu juga harus di periksa meski cuma lecet-lecet". Bu Berta langsung bergegas menuju tempat parkir. Musa yang baru saja keluar dari aula karena hendak ke kamar mandi untuk buang air kecil melihat Bu Berta berjalan begitu cepat di ikuti Eli teman sebangku Sari.
" Ada apa Bu?, kenapa terburu-buru sekali?", tanya Musa saat mereka berpapasan.
" Mau ke rumah sakit ini tadi Eli sama Sari di serempet mobil, Sarinya sekarang lagi di rumah sakit dibawa sama yang nyerempet, kata Eli jari tangan kanannya bengkak dan mengeluarkan darah terus, maaf Pak Musa saya buru-buru".
Musa menatap kepergian Bu Berta dan Eli memasuki mobil Bu Berta dan keluar dari sekolahan.
Saat hendak masuk ke kamar mandi, Pak Irsyad memanggilnya, " Pak Musa, itu Bu Berta kenapa pergi terburu-buru begitu sama muridnya?".
" Maaf, saya ke kamar mandi sebentar pak, sudah kebelet", 5 menit, Musa keluar dari kamar mandi dan menemui Pak kepsek.
" Apa yang di katakan Bu Berta?".
" Jadi tadi Bu Berta bilang kalau Sari sedang di rawat di rumah sakit, tadi habis keserempet mobil. Motor yang di tumpangi Sari bersama Eli teman sebangkunya di serempet mobil. Eli tadi juga lecet-lecet, jadi sama Bu Berta diajak ke rumah sakit sekalian".
Pak Irsyad langsung mengambil ponselnya.
" Maaf Pak, apa bapak mau menghubungi kakek Atmo?".
Pak Irsyad menganggukkan kepalanya.
" Sebaiknya jangan Pak, takutnya beliau syok mendengar berita ini, nanti biar saya susul Bu Berta ke rumah sakit, dan melihat bagaimana kondisi Sari", Musa memang khawatir jika Kakek Atmo syok mendengar cucunya di rawat di rumah sakit setelah kecelakaan.
" Ada benarnya juga, ya sudah kalau begitu sekarang Pak Musa tolong susuli Bu Berta, biar juri lomba adzan nanti saya carikan penggantinya", ujar Pak Irsyad selaku kepsek, juga tetangga Sari.
" Kalau begitu saya permisi langsung ke rumah sakit Pak, terimakasih sudah mendengarkan saran saya". Musa menuju kelas Sari dan memberi tahu Eko si ketua kelas, apa yang terjadi.
" Baik Pak, tadi Eli sempat masuk kelas dan menyerahkan belanjaanya sama saya, tapi langsung pergi lagi ke ruang guru, tanpa penjelasan apa-apa. Jadi Sari di rawat di RSOP?". Musa mengangguk sambil berlalu keluar kelas membawa tas Sari dan Eli.
Di Rumah Sakit Ortopedi (RSOP), Musa langsung menuju IGD, pasti masih di IGD dan benar saja Bu Berta dan Eli sedang berdiri di depan IGD.
" Sari sedang di lakukan penanganan di dalam, sepertinya jari tengah tangan kanannya retak, jadi harus langsung di lakukan tindakan", terang Bu Berta saat melihat Musa berdiri di sampingnya.
" Maafkan saya Buguru dan Pak Guru, saya kurang berhati-hati tadi", Eli yang sejak tadi begitu merasa bersalah dan sangat takut kalau terjadi apa-apa pada Sari, kini sudah tidak bisa menahan air matanya saat melihat Sari tengah meringis kesakitan dan tangannya sedang di pasang gips, masih untung gips hanya sebatas siku, meski kelima jari tangan kanan Sari kini tertutup rapat dengan gips.
" Sudah tidak papa, namanya saja musibah, ibu tahu kalau kamu juga sudah berusaha berhati-hati, nanti sebaiknya kamu juga ikut di periksa ya, takutnya kamu juga kenapa-kenapa".
Saat Bu Berta sedang berusaha menenangkan Eli, bapak-bapak yang tadi menyerempet mereka menghampiri sambil menyerahkan kertas kwitansi pembayaran.
" Bu guru, ini biaya administrasi semuanya sudah saya urus. Dan untuk pemeriksaan Eli juga sudah sekalian. Tadi kata dokter Sari harus menginap semalam disini, pemeriksaan rontgen yang retak hanya di jari tengahnya, tapi takutnya tiba-tiba Sari pusing atau muntah akibat benturan, jadi dokter meminta Sari untuk bermalam disini".
" Saya mohon maaf sebesar-besarnya, saya tahu kalau nak Eli membawa motor dengan sangat pelan, tapi karena menghindari mobil ngebut dari lawan arah, saya jadi menggeser sedikit setir mobil ke kiri, tidak tahunya nyenggol setang motor mereka".
Bu Berta menerima kwitansi pembayaran dengan cap Lunas dari bapak-bapak yang menyerempet kedua muridnya, Pak Harun namanya. " Semoga saja tidak ada keluhan lain lagi, namanya saja musibah, tidak ada yang mengetahui kapan datangnya, jadi Pak Harun sudah membawa Sari ke rumah sakit saja saya sudah bersyukur".
" Pak Musa biar saya bawa Eli untuk diperiksa, jadi bapak tolong tetap disini, takutnya nanti Sari selesai di pasang gips, saya belum kembali".
" Baik Bu Berta".
Benar saja, tidak lama setelah Bu Berta pergi untuk melakukan pemeriksaan pada Eli, suster memanggil keluarga Sari untuk masuk.
Dua suster yang sedang membantu Pak dokter menangani Sari langsung terpesona melihat Musa masuk ke dalam ruang perawatan di IGD.
" Mas, siapanya Sari?, apa kakaknya?", dua suster itu senyum-senyum sendiri sambil menatap Musa tanpa malu-malu.
" Saya gurunya sus...".
" Oh, gurunya, apa bulan puasa, hari minggu sekolah berangkat?", suster yang berdiri dekat dengan Musa sok akrab dengan bertanya hal yang tidak penting.
" Sedang ada kegiatan pesantren kilat di sekolahan", jawab Musa singkat.
" Maaf Pak guru", ucap Dokter yang selesai merawat Sari. " Sari harus menginap selama 24 jam di sini, takutnya akan ada gejala susulan, karena posisi jatuh yang nyungsep, takutnya organ dalam ada yang terbentur, tapi belum terasa. Kalau nanti setelah 24 jam Sari baik-baik saja, tidak ada keluhan lain, besok boleh langsung pulang".
" Nanti dua suster ini yang akan mengantar ke kamar rawat inap", ujar Pak dokter.
" Baik, terimakasih Dok".
Musa mengikuti kedua suster yang berjalan mendorong kursi roda yang membawa Sari. Sebenarnya Sari bisa jalan sendiri, tapi karena anjuran dokter untuk banyak istirahat, jadi Sari menurut untuk duduk di kursi roda.
Pak Harun mengikuti mereka menuju kamar rawat inap, " Pak guru, maaf saya cuma bisa bayar sewa kamar di kelas 1".
" Iya nggak papa Pak, terimakasih sudah berniat baik dengan bertanggung jawab pada kedua siswi kami".
" Sebenarnya putra majikan saya juga sekolah di sana, saya tadi mau ke sana karena majikan saya menyuruh saya mengantar sesuatu untuk putranya".
" Karena semua administrasi sudah saya urus, apa saya boleh pamit permisi dulu untuk melanjutkan pekerjaan saya?, kalau ada apa-apa, bapak bisa hubungi saya, ini nomer saya ".
Musa menerima potongan kertas dengan 12 digit angka berisi nomer HP pak Harun, kemudian menyimpan nomer itu kedalam kontak di ponselnya.
dreeet dreeet...
" Itu nomer saya pak Harun", ucap Musa saat ponsel pak Harun bergetar karena panggilan dari Musa.
" Baik kalau begitu, saya permisi dulu, mohon maaf pak guru siapa namanya?, buat memberi nama di kontak?".
" Musa ".
" Terimakasih Pak Musa, saya mohon diri, assalamualaikum...".
" Wa'alaikum salam".
Musa masuk ke kamar tempat Sari dirawat, setelah dua suster itu membaringkan Sari di atas bed pasien. Jam sudah menunjukan jam 11 siang saat kedua suster itu keluar dari kamar sambil curi-curi pandang melirik ke arah Musa.
" Apa mau makan atau minum?", tanya Musa saat kamar menjadi sepi karena tinggal mereka berdua.
Sari menggeleng, " saya mau tetap puasa, tadi kata pak Dokter kalau kuat nggak papa melanjutkan puasa, obat dari rumah sakit bisa diminum saat buka dan saur, lagian saya baik-baik saja Pak". Sari menatap Musa, " apa bapak sudah memberi tahu kakek kalau saya disini?".
Musa menggeleng, " saya mau minta persetujuan kamu dulu, takut salah bicara, nanti ada yang merajuk lagi kan bahaya", sindir Musa.
Sari menunduk karena ingat dia pernah marah pada Musa beberapa hari yang lalu.
" Tolong jangan bilang sama Kakek, nanti Sari sendiri yang telepon kakek, dan bilang kalau Sari mau menginap di rumah teman".
" Kenapa berbohong?", Musa menyerahkan tas ransel milik Sari yang sejak tadi terus dibawanya.
" Ya sudah, ganti deh alasannya, Sari akan bilang sama Kakek, kalau Sari mau nemenin teman di rumah sakit, kan Sari tadi sudah berteman sama mba-mba suster itu". gumam Sari tidak kehabisan ide.
" Kamu itu, ada-ada saja", Musa menggelengkan kepalanya, mendengar ucapan Sari.
" Terimakasih banyak ya.... untuk menu sahurnya. Box makanan nya saya kembalikan besok-besok kalau sudah saya cuci, tapi saya tidak punya apa-apa buat kamu", Musa menatap Sari yang ternyata sedang menatapnya, mata mereka bertemu beberapa detik.
" Kalau saya minta sesuatu sebagai gantinya, apa bapak setuju?".
" Selama saya mampu dan tidak aneh-aneh, pasti saya setuju". Musa menarik kursi plastik yang ada di samping ranjang dan mendudukinya.
" Tolong temani saya malam ini disini, Bu Berta punya keluarga yang harus di urus, sedangkan Eli juga lecet-lecet dan butuh istirahat, Pak Musa kan tinggal sendiri dan nggak ada yang menunggu di rumah. Jadi tolong temani saya malam ini, saya tidak punya banyak saudara atau kenalan disini".
Musa masih terdiam sambil berpikir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Cah Dangsambuh
waduh lampu hijau sudah nyala
2024-09-25
0
sumiati
mau doong
2021-12-26
1
Nurul nurul
aq kok agak gimana pas ada pengucapan pak guru Bu guru,apalagi pak dokter🙄✌️
2021-10-11
2