Rasanya Eilaria belum terlalu lama tertidur. Ia terbangun dan melihat sekeliling kamarnya. Sunyi, sepi, ingin rasanya Eilaria menangis. Ia turun dari atas tempat tidur dan menuju ke kamar mandi. Saat ia memasuki kamar mandi, bau sabun dan lantai yang basah menunjukan bahwa seseorang baru saja mandi. Ia bergegas keluar kamar dan menemukan kalau Iel sedang makan malam sendiri.
"Honey....!" Panggil Eilaria. Wajahnya langsung terlihat senang.
Iel menoleh. "Kamu sudah bangun? Ini masih jam 2 subuh."
Eil mendekat dengan wajah cemberut. "Kamu kenapa aku telepon ponselnya nggak aktif, pesanku juga nggak dibaca. Aku merasa perhatianmu padaku sepertinya berkurang."
Iel menatap istrinya. Ia menyingkirkan piringnya yang sudah kosong, ia kemudian meneguk habis air putihnya, mengambil tissue lalu membersihkan mulutnya, setelah itu ia mendekati Eil. Ia mengajak Eil duduk di sofa ruang tamu.
"Ada masalah di perusahaan ku. Sangat berat masalahnya, karena itu butuh perhatian khusus untuk menyelesaikan. Salah melangkah sedikitpun, aku bisa masuk penjara, perusahaan ku bisa saja ditutup. Aku memikirkan nasib seratus lebih pegawai ku yang bisa saja kehilangan pekerjaan." Kata Iel setelah keduanya duduk.
Eilaria memegang tangan Gabriel. "Aku istrimu, seharusnya kita saling berbagi."
Iel menarik napas panjang. "Maafkan aku. Aku hanya tak ingin kau merasa khawatir. Kita baru saja menikah. Seharusnya kita sedang menikmati kebahagiaan sekarang."
"Sejak kapan kau tahu ada masalah itu?"
"Saat aku menjalani pengobatan di Bogor. Gerry memberitahukan padaku kalau kepala divisi keuangan tiba-tiba saja minta berhenti. Aku meminta Gerry segera menyelidikinya, ternyata polisi sudah menggeledah perusahaan kami dan mengambil beberapa dokumen penting. Makanya kami berusaha keras untuk membuktikan bahwa aku tidak terlibat. Bahwa tanda tanganku sudah dipalsukan demikian juga dengan cap perusahaan."
Eilaria menjadi merasa bersalah mendengarnya. Ia sudah menuduh Iel mengacuhkannya namun ternyata Iel sedang menghadapi persoalan yang berat.
"Maafkan aku, sayang." Eil melingkarkan tangannya di lengan Iel sambil bersandar di bahunya. Namun Iel tiba-tiba meringis.
"Sakit?" Eil mengangkat kepalanya dengan cepat sambil menatap Iel.
"Sedikit."
"Sayang, setahu aku lukamu ada di bahu sebelah kanan." Eil menjadi heran.
"Bahu sebelah kiri ku ternyata mengalami memar dan lumayan parah."
"Aku lihat!"
Gabriel menahan tangan Eil. "Sudahlah, sayang. Aku tak mau kamu jadi semakin khawatir padaku."
"Kita besok ke dokter saja, Iel. Kamu jangan terlalu sibuk dengan masalah yang ada di perusahaan mu dan melupakan kesehatanmu." Eil menjadi khawatir.
"Aku masih menjalani pengobatan. Tadi sore juga dokter masih datang ke perusahaan untuk memeriksaku. Sebaiknya kita tidur saja ya?"
"Aku lapar."
"Astaga, Eil. Kenapa kamu nggak makan?"
"Aku menunggumu dengan rasa kesal. Akhirnya aku langsung ketiduran. Sekarang aku justru merasa lapar."
"Makanlah! Aku akan menemanimu."
"Suapin!" rengek Eil manja sambil menunjukan tangannya yang masih terluka.
Iel mengangguk. Ia segera mengambil makanan untuk Eil dan menyuapi istrinya itu.
Eilaria makan dengan lahap dengan perasaan bahagia. Ia memakan semua makanan yang diambilkan Iel untuknya.
"Sayang, tadi aku memanggil bi Uli untuk datang membantuku membersihkan apartemen dan menyiapkan makan malam ini untuk kita." kata Eil setelah Iel selesai mencuci peralatan makan yang mereka gunakan.
"Baguslah. Tanganmu memang jangan terlalu sering dibasahi. Nanti lama sembuhnya."
"Iya."
Iel menguap beberapa kali.
"Kau mengantuk?" tanya Eil.
"Iya. Mungkin juga karena aku sudah meminum obatnya. Ayo kita ke kamar!" Ajak Gabriel lalu melangkah lebih dulu. Eil pun mengikutinya.
"Tidurlah. Aku masih kekenyangan jadi menunggu sedikit lagi untuk bisa tidur." Kata Eilaria sambil menyandarkan punggungnya di kepala ranjang.
Gabriel mencium dahi, lalu mengecup bibir Eil sebentar. Setelah itu ia membaringkan tubuhnya. Tak lama kemudian napas Iel terlihat teratur. Itu sebagai tanda bahwa ia sudah lelap.
Eilaria mengambil ponselnya. Ia melihat foto-foto kebersamaan mereka. Sampai akhirnya matanya pun menjadi berat dan ia ikut bergabung dengan Iel di bawa selimut.
*********
Eilaria bangun saat jam sudah menunjukan pukul 8 pagi dan ia tahu kalau Gabriel pasti sudah pergi. Eilaria pun menelepon bi Uli untuk menemaninya memasak karena ia ingin memberikan kejutan dengan mengantar makan siang ke kantor.
jam setengah dua belas, Eilaria sudah siap. Ia pun memesan taxi online dan menuju ke kantor Iel.
Waktu pacaran dulu, Eil beberapa kali diajak oleh Iel datang ke kantornya. Eil bahkan sudah kenal dengan resepsionisnya, asisten sekretaris dan beberapa petinggi yang ada di perusahaan Iel yang semuanya masih berusia muda sama seperti Iel.
Saat Eilaria turun dari taxi, sang satpam langsung tersenyum padanya. Ia tahu kalau Eilaria susah menjadi istri tuannya sekalipun mereka semua tak diundang dalam pesta pernikahannya.
"Selamat datang, nyonya!"
"Terima kasih. Apakah suamiku ada di dalam?"
"Tuan Gabriel sepertinya belum datang, nyonya."
"Belum datang?"
"Iya. Itu tempat parkir mobil tuan masih kosong."
Eilaria mengerutkan dahinya. Ia meletakan bawaannya di atas meja satpam lalu menelepon suaminya.
Ponsel Iel kembali tak aktif. Eil ingat kalau dia menyimpan nomor Gerry di ponselnya sebelum mereka menikah.
"Hallo Gerry."
"Maaf, ini dengan siapa ya?"
"Aku Eilaria. Apakah kamu tidak menyimpan nomorku?"
"Maaf nyonya. Ada apa?"
"Kalian ada di mana?"
"Dalam perjalanan menuju ke kantor nyonya."
"Cepatlah! Aku sudah menunggu kalian. Katakan pada suamiku, aktifkan ponselnya." Eilaria mengahiri percakapannya. "Bolehkah aku menunggu di ruangannya?"
"Tentu saja, nyonya."
Eilaria melangkah masuk. Ia merasa udara siang ini agak panas sehingga memerlukan AC untuk mendinginkan tubuhnya.
perusahaan Gabriel tidaklah terlalu besar. Ada 3 lantai dan ruangan Gabriel ada di lantai 3.
Vera, salah satu orang kepercayaan Gabriel langsung berdiri dan menyambut Eilaria saat melihat gadis itu keluar dari lift.
"Nyonya....!"
"Hallo Vera. Suamiku dalam perjalanan ke sini. Aku akan menunggunya di ruangannya."
"Tentu saja, mari!" Vera membukakan pintu ruangan Gabriel dan membiarkan gadis itu masuk.
Eilaria menatap seluruh ruang kerja Iel. Ia tersenyum mendapati fotonya ada di sana. Ia jadi ingat kalau Gabriel pernah mengatakan bahwa foto itu sengaja ia letakan di sana untuk menambah semangatnya dalam bekerja. Kalau mau di pikir-pikir, Iel sangat romantis sebelum mereka menikah. Namun mengapa kini ia merasa ada sesuatu yang berubah ya? Apakah masalah di kantor sangat mempengaruhinya?
15 menit menunggu, Iel belum juga datang, Eil pun keluar dari ruangan Iel. Di lihatnya Vera sedang bersiap-siap untuk pergi.
"Mau keluar makan siang?" tanya Eil.
"Iya, nyonya. Ada sesuatu yang nyonya inginkan?"
la
"Aku hanya ingin bertanya masalah yang terjadi di sini."
Vera tersenyum kecut. "Cukup menguras tenaga, nyonya. Kemarin saja kami rapat sampai jam setengah dua belas malam. Tuan Gabriel terlihat sangat terbeban. Dia berjuang keras untuk menyelamatkan perusahaan ini. Saya adalah salah satu pegawai yang memulai perusahaan ini bersama. Waktu itu kami baru 14 orang, lama kelamaan, tak sampai dua tahun, perusahaan ini sudah mempekerjakan hampir seratus orang. Dan ini baru tahun ketiga perusahaan ini berdiri. Saya tahu kalau tuan pasti sangat peduli dengan nasib para pekerjanya. Sebab kalau mau dipikir-pikir, apalah arti perusahaan ini dibandingkan dengan perusahaan besar keluarga Dawson yang sudah meluas sampai ke luar negeri. Belum lagi ditambah dengan hotel dan apartemen mereka."
Hati Eilaria tersentuh mendengar perkataan Vera. Pantas saja Iel berubah. Rupanya ia sangat terbeban dengan perusahaannya ini. Tak seharusnya Eilaria bersikap manja dan menuntut perhatian lebih.
"Terima kasih, Vera. Kau boleh pergi." Eilaria kembali ke ruangan Iel. Aku harus mendukung suamiku. Aku nggak boleh menuntut ini dan itu. Aku akan menopangnya dengan semua ilmu yang aku miliki.
Pintu ruangan terbuka setelah Eilaria menunggu hampir satu jam.
"Honey....!" Eilaria sedikit berlari dan langsung memeluk Iel dengan penuh kasih sayang. Ia memendamkan wajahnya di ceruk leher Gabriel.
"Maaf ya aku datang terlambat. Macet." Kata Gabriel sambil mengusap punggung istrinya.
"Tidak apa-apa." Eilaria melepaskan pelukannya. "Kamu ganti parfum ya?"
"Nggak." Gabriel menggeleng.
Eilaria kembali mengendurkan hidungnya di sekitar tubuh Gabriel. "Sayang, kamu bau alkohol dan juga bau obat."
"Masa sih?" Gabriel mengangkat tangannya dan coba mencium pakaiannya.
Eilaria menatap suaminya. "Apakah kamu dari rumah sakit?"
"Ya. Aku memeriksakan lukaku."
"Mungkin bau dari rumah sakit ya. Ya sudah, kita makan siang bersama yuk! Aku membawakan makan siang untuk kita nikmati bersama."
"Jangan terlalu merepotkan dirimu. Tanganmu kan masih terluka."
"Bi Uli membantuku." Eilaria langsung membuka rantang makanan yang dibawahnya.
Gabriel menatap makanan yang dibawa Eilaria.
"Kenapa, sayang?" tanya Eilaria melihat ekspresi Gabriel saat melihat makanan yang dibawanya.
"Sayang, karena pengobatan yang aku jalani, dokter melarang aku makan makanan yang pedas dan berminyak."
"Oh...maafkan aku." Eilaria nampak menyesal. Ia begitu bersemangat menyiapkan rendang sapi yang pedas karena ia tahu Iel sangat suka makanan yang pedas. Ia juga membuat ayam saos balado.
"Jangan kecewa ya? Aku akan makan sayur yang kau bawa. Akan ku habiskan semuanya. Begitu juga dengan sup nya." Kata Gabriel membuat Eilaria tersenyum. Untunglah ia membuatkan sayur selada cah dan sup jamur campur tahu.
Keduanya pun makan bersama. Gabriel tak banyak bicara. Hanya Eilaria yang asyik bercerita tentang pengalaman liburannya dengan opa dan omanya.
"Iel, besok kita makan malam ke rumahmu ya? Aku sudah menjadi istrimu namun aku belum pernah ke rumah orang tuamu."
Gabriel menggeleng. "Nggak bisa, Eil."
"Kenapa?"
"Papa dan mama ke luar negeri tadi pagi. Joselin dan Stevany juga ikut karena kebetulan mereka sedang liburan sekolah."
"Juga dengan saudara laki-laki mu?"
"Saudara laki-laki?"
"Kau kan bilang kalau di hari pernikahan kita kau akan memperkenalkan saudara lelaki mu padaku. Kenapa dia nggak datang?"
"Dia nggak jadi datang. Masih terlalu sibuk dengan studi S3 nya."
Eilaria nampak kecewa namun ia langsung tersenyum mengingat semua persoalan yang sementara Iel alami.
"Sayang, aku harus meninggalkanmu untuk ke ruang rapat. Rapatnya mungkin akan memakan waktu yang lama. Kamu pulang saja ya?" ujar Iel.
"Memangnya aku nggak boleh menunggu di sini? Aku bosan sendirian di apartemen."
"Baiklah. Jika itu mau mu."
Eilaria tersenyum senang. "Aku akan lebih senang menunggu di sini dari pada di apartemen. Jangan khawatirkan aku. Jika aku lapar, haus atau ngantuk, aku akan melakukannya sendiri. Aku kan sudah tahu kamar rahasia di sini."
Gabriel memeluk Eilaria, menghadiahkan satu kecupan manis di dahinya lalu kemudian mengambil beberapa map yang ada di meja. Sebelum ia membuka pintu, ia menoleh sekali lagi ke arah Eil. "Jika butuh sesuatu. Katakan saja pada Vera."
"Memangnya Vera nggak ikut rapat?"
"Nggak. Karena aku akan rapat dengan tim pengacaraku." Kata Gabriel lalu segera keluar dan menutup pintu di belakangnya.
Eilaria membereskan alat-alat makan yang mereka pakai dan memasukan kembali ke dalam kantong kain yang dibawahnya. Saat ia membereskan beberapa meja kerja Iel, ia menemukan sebuah foto. Foto dua orang anak laki-laki yang wajah keduanya sangat mirip sehingga sulit untuk dibedakan. Ini foto siapa ya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
neng ade
mulai terbuka sedikit nih misteri nya ..
2023-05-17
0
Gia Gigin
Fix klau yg nikah dgn Eil adalah ian krn perbedaannya sdh Kelihatan
2021-09-05
1
Dwi Kundari
makin penasaran thoorr
2021-07-16
2