Gabriel terkejut mendengar pertanyaan Eilaria. Ia bingung harus menjawab apa. Namun sedetik kemudian dia tersenyum. "Apa salahnya dengan baju hitam-hitam?" tanya Gabriel dengan dahi yang berkerut.
"Hanya sekedar bertanya saja, sayang. Kamu kan memang nggak biasa pakai baju yang hitam semua. Aku pikir, kepergian mu beberapa hari ini karena ada yang meninggal."
"Aku tidak membawa baju saat pergi jadi mampir di salah satu toko. Hanya baju ini yang ada ukurannya cocok dengan ku, jadi aku beli saja."
Eilaria hanya mengangguk sambil tersenyum walaupun ia tak puas dengan jawaban yang Iel berikan. Ia merasa ada sesuatu yang sengaja disembunyikan oleh suaminya itu. Namun Eilaria tak ingin memaksa Iel. Ia dapat melihat kalau suaminya itu terlihat sangat lelah.
"Tidurlah!" Ujar Eil lalu membalikan badannya mengeluarkan beberapa bahan makanan dari dalam kulkas. Gabriel tak masuk ke kamar. Ia memilih membaringkan tubuhnya di atas sofa putih yang ada di ruang tamu. Tak lama kemudian, terdengar dengkuran halus darinya.
Eilaria memasak dengan bahan yang ada. Ia berusaha untuk memusatkan pikirannya pada masakan yang sementara dibuatnya walaupun kepalanya sesekali masih melihat ke arah ruang tamu. Ia takut Iel akan bangun sebelum ia selesai memasak.
Hampir 2 jam berlalu, Eil pun selesai dengan makan malam mereka. Ia sudah mengatur semuanya di atas meja, termasuk peralatan makan. Hanya sup nya saja yang akan diangkatnya, namun entah bagaimana, sup itu justru tumpah di atas tangan Eil.
"Ah.....!" Teriak Eil. Panci yang berisi sup itu masih bisa diselamatkan tidak jatuh walaupun isinya separuh sudah jatuh ke atas lantai.
"Ada apa?" Gabriel yang terbangun saat mendengar teriakan Eil. Matanya langsung terbelalak melihat pergelangan tangan Eilaria merah dan nampak sedikit melepuh.
"Apakah ada tepung?" tanya Iel kelihatan panik.
"Ada di dalam kulkas."
Iel membuka kulkas, mengeluarkan terigu yang masih terbungkus pada kantongnya. Ia segera menaburi tepung dingin itu di atas pergelangan tangan Eil yang nampak merah dan melepuh.
"Kenapa kamu bisa ceroboh seperti ini?" Gabriel menuntun Eil untuk duduk di kursi yang ada di meja makan. Ia meniup tangan Eilaria.
"Sakit?" tanya Iel.
"Iya." ujar Eil karena merasa tangannya berdenyut dan terasa perih.
"Kamu tunggu di sini ya? Aku akan mencari obat penghilang rasa nyeri di sekitar sini." Gabriel melangkah namun tangan Eilaria menahannya.
"Jangan pergi, Iel. Aku takut jika kamu tak kembali lagi."
Gabriel menatap Eil. "Aku hanya mencari obat, Eil."
"Aku nggak mau kamu pergi!"
"Tapi tanganmu!"
"Aku masih bisa menahannya."
"Tapi...."
"Kamu mandilah! Setelah itu kita akan makan bersama."
Gabriel mengangguk. Ia meninggalkan Eilaria sendiri dan segera masuk ke kamar.
Eilaria menahan rasa sakit ditangannya. Ia mengambil sapu dan
sekop sampah untuk membersihkan sup yang terbuang ke lantai.
Setelah itu, ia menuju ke kamar. Iel masih berada di dalam kamar mandi. Eilaria pun melangkah ke arah jendela untuk menutup jendela kaca yang tadi dibukanya. Matanya kembali menatap mobil yang terparkir di halaman. Eilaria baru menyadari bahwa ia tak pernah melihat Gabriel membawa mobil ini. Yang ia tahu kalau Gabriel memiliki 3 mobil. Lamborghini, Pajero Sport dan Honda Civic. Semua mobil Gabriel berwarna hitam. Tapi mobil ini berwarna putih. Apakah Gabriel mengganti mobilnya?
Setelah menutup jendela, pandangan Eilaria beralih ke celana dan kemeja hitam yang telah dibuka oleh Iel dan diletakkannya di atas keranjang baju kotor. Eilaria mengambil baju itu dan menciumnya. Dahinya berkerut saat tak menemukan bau pakaian baru. Yang ada justru tercium bau obat dan alkohol. Apakah karena tubuh Iel yang luka dan memar sampai bajunya ini berbau seperti orang yang kerja di rumah sakit?
"Ada apa?" tanya Gabriel yang ternyata sudah keluar dari kamar mandi.
Eilaria buru-buru meletakkan baju itu di tempat semula. Ia menatap Iel sambil tersenyum. "Mau makan sekarang?" tanya Eil.
"Boleh. Aku sudah lapar."
Eil menggandeng tangan Iel sehingga keduanya keluar kamar sambil tersenyum.
Gabriel makan dengan lahapnya. "Masakan mu enak."
"Masa sih? Kau akan sudah beberapa kali makan makanan kesukaanku."
"Rasanya kali ini lebih enak."
"Mungkin karena ini dibuat saat aku sudah menjadi istrimu." Kata Eil dengan wajah sedikit merona.
"Mungkin juga." Iel membenarkan sambil menatap Eil yang tersipu.
"Mengapa makan nasinya hanya sedikit? Kau lebih banyak menghabiskan sayurnya."
"Sayurnya memang enak. Apalagi sup nya."
"Nanti besok aku buatkan lagi untukmu. Sayang sekali sup nya lebih banyak yang jatuh ke lantai."
"Selesai makan, biar aku saja yang membereskan meja makannya. Tanganmu kan terluka."
Eilaria hanya mengangguk senang. Mereka pun selesai makan. Gabriel segera membereskan meja makan dan mencuci semua peralatan makan yang kotor. Ia juga mengepel lantai yang kotor. Sementara Eilaria memilih untuk mandi karena ia merasa badannya agak gerah selesai memasak.
Gabriel pun menyelesaikan tugasnya di dapur. Ia mengambil ponselnya dari dalam kamar dan keluar rumah untuk menemukan signal ponsel yang baik.
*********
Eilaria selesai mandi. Ia bingung harus memakai baju apa. Apakah ia akan memakai gaun tidurnya yang super seksi itu? Apakah ia dan Iel akan memulai malam pengantin mereka? Bagaimana jika badan Iel masih sakit karena luka di tubuhnya?
Eil pun memutuskan mengenakan sebuah piyama tangan pendek. Ia menggulung rambut panjangnya ke atas, lalu segera keluar kamar. Ia tak menemukan kalau ada Gabriel di ruang tamu maupun dapur.
"Honey.....!" panggilnya sambil keluar rumah. Ia lega melihat kalau mobil Iel masih ada.
Kemana Iel ya? Apakah ia mencari tempat untuk menelepon?
Hampir satu jam Eilaria menunggu, dan ia melihat Iel menuruni jalan dari atas pintu masuk utama. Di tangannya ada kantong plastik.
"Dari mana?" tanya Eil.
"Dari atas. Aku menelepon dokter keluargaku untuk mencari tahu obat apa buat tanganmu itu. Lalu aku meminta satpam penjaga untuk membelikannya di apotik terdekat. Sekarang, ayo ku olesi salep ini." Gabriel melangkah masuk lebih dulu.
Eil duduk di atas sofa sementara Iel berlutut di hadapannya. Ia membersihkan tangan Eil dengan cairan berwarna kuning kemudian ia mengeringkannya dengan tissue. Setelah itu ia mengoles saleb di tangan Eil yang terluka.
"Rasanya dingin." Kata Eil.
"Itu akan membuat tanganmu cepat sembuh. Sekarang minum obat penghilang rasa nyeri dan antibiotik nya ujar Iel. Ia mengambil dua butir obat dan segelas air putih dan memberikannya pada Eil. Gadis itu meminumnya dengan patuh. Gabriel pun menyimpan obat itu di dalam sebuah lemari hias yang ada di ruangan itu, kemudian ia duduk di samping Eil.
"Bagaimana dengan lukamu?" tanya Eil lalu menyentuh bahu Iel.
"Sudah agak baikan." Jawab Gabriel.
"Sayang, aku sangat merindukanmu." Eilaria mengambil tangan Iel dan memegangnya erat.
"Kita sudah bersama lagi kan?"
Eilaria mengangguk. Ia menyandarkan kepalanya di lengan Iel. "Sayang, kita pergi bulan madu kemana? Kamu kan bilang kalau sesudah dari sini, maka kita akan keliling Indonesia. Aku ingin ke Medan tempat Oma Maura berasal dan aku juga ingin ke Manado tempat Oma Faith berasal. Bagaimana menurutmu?"
"Maafkan aku, Eil. Sepertinya aku harus menunda sedikit perjalanan bulan madu kita. Ada urusan penting yang harus aku lakukan di Jakarta. Jadi besok, kita harus kembali ke Jakarta."
"Benarkah?" Eilaria mendongak dan menatap Iel. Wajahnya sedikit cemberut. Bukankah Iel mengatakan sebelum pernikahan mereka bahwa semua urusannya sudah selesai? Gabriel bahkan sudah menyediakan waktu selama 1 bulan untuk jalan-jalan. Kenapa sekarang bilang ada pekerjaan?
Iel menunduk sedikit. "Maafkan aku. Aku juga tak mengira kalau kejadiannya akan seperti ini."
Eilaria menyandarkan kepalanya di dada Iel. "Sebenarnya aku sedih karena rencana kita batal. Namun aku senang juga karena kita akhirnya bersama. Memang sebaiknya bulan madu kita ditunda dulu karena kamu baru saja mengalami kecelakaan. Tanganku juga sedang terluka.
Gabriel mengusap kepala istrinya. "Aku janji jika situasi sudah membaik, maka kita pergi ke Medan dan Manado seperti yang kau impikan."
"Terima kasih, sayang.." Eilaria mencium pipi Gabriel. "Oh ya, sekarang sudah bisa kamu ceritakan, kemana dirimu selama 3 hari ini?"
"Aku menjalani pengobatan."
Eilaria menatap suaminya. "Pengobatan? Mengapa kamu tak mengatakannya padaku?"
"Aku tak mau membuatmu khawatir, sayang."
"Come on, Iel. Aku ini istrimu. Seharusnya aku ada bersamamu di saat susah dan senang. Itukan janji pernikahan kita?" Suara Eilaria terdengar sedikit marah. Tatapan matanya bahkan sedikit memancarkan sinaran emosi.
"Eil, pagi itu aku bangun dengan rasa sakit di dada. Aku memutuskan untuk mencari dokter. Kamu tidurnya sangat nyenyak dan aku tak tega membangunkan mu. Ternyata dokter harus menahan ku beberapa hari untuk menjalani pemeriksaan ini dan itu. Untunglah hasilnya bagus."
"Lain kali jangan seperti ini ya? Kita harus bersama dalam suka maupun duka. Aku ini istrimu, Iel."
"Iya. Aku minta maaf ya? Sekarang waktunya kita tidur. Aku juga sudah mengantuk karena efek obat yang ku minum."
Eilaria mengangguk. Tanpa melepaskan pegangan tangan mereka, keduanya melangkah memasuki kamar.
Gabriel membaringkan tubuhnya di samping Eilaria. Ia sedikit meringis saat mencoba tidur menyamping. Akhirnya ia kembali tidur terlentang.
"Masih sakit?" tanya Eil agak khawatir.
"sepertinya."
Eil pun ikut tidur terlentang seperti Iel. Keduanya saling diam. Sampai akhirnya Eil yang lebih dulu terlelap. Gabriel menatap Eil dengan lembut. Ia pun mencoba memejamkan matanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Darmiati Thamrin
ini kan bukan lel
2023-06-22
0
neng ade
mungkinkah yg bersama Wil sekarang itu Ian .. kalau dilihat dr cara kesukaan nya kan Ian tak suka nasi jadi Wil sedikit heran saat mkn nya sedikit dan lagi soal baju dan mobil nya pun itu seperti kebiasaan Ian .. masih penasaran othor nya blm cerita apa yg sebenar nya terjadi
2023-05-17
0
Enok Wahyu.S GM Surabaya
apa Gabriel diceritakan mati Thor, dan skr pasti gabrian ..Krn dr mobilnya aja beda sama yg suka sayur DPD nasi kan gabrian
2023-02-06
1