Ayah-nya sosok yang penuh kasih sayang, bahkan sangat diidolakan oleh Rafan, kemarahan ayah-nya berawal sejak Rafan di bangku SMA, ia melawan karena tidak mau bersekolah di luar Negeri. Ia hanya ingin melanjutkan pendidikannya di dalam negeri saja, berbeda dengan Afandi yang selalu diberikan kebebasan dalam pendidikannya.
Kehidupan Rafan selalu diatur, walau itu bertentangan dengan yang ia inginkan. Dari situlah kemarahan ayah-nya semakin memuncak sampai sekarang pun ayah-nya selalu menunjukkan kemarahannya.
Dari mulai SMA, Rafan sudah mandiri karena ia tidak diberikan fasilitas apapun oleh ayah-nya. Motor, mobil, apartemen, yang sekarang ia miliki adalah hasil jerih payahnya menekuni dunia Modelling.
Berbeda dengan Afandi yang mendapatkan fasilitas mewah, apapun yang ia inginkan selalu ia dapatkan.
"Fan! Lo ngelamun, kesambet tau rasa, lo! Apa jangan-jangan lo punya kenangan indah sama cewek lo di restoran ini?"
"Enggaklah!" jawab Rafan singkat.
Tak lama, pesanan makanan yang mereka pesan datang diantar oleh pramusaji yang cantik dan manis.
Sambil tersenyum kerah Rafan.
"Ini kak Rafan model terkenal itukan? Boleh foto bareng nggak?"
Rafan menganggukan kepalanya tanda setuju atas permintaan fansnya itu, bukan hanya satu atau dua cewek saja, semua pengunjung wanita muda yang datang ke restoran itu mengerumuninya untuk berfoto bersamanya.
Doni yang melihat hanya bisa bernafas panjang dan menggelengkan kepalanya. Ia malah fokus saja dengan makanan yang sedang ia makan. Tiba-tiba saja ada yang menepuk pundaknya, sehingga Doni mendongakkan kepalanya. Betapa terkejutnya ia karena gadis manis itu malah meminta berfoto bersamanya. Doni menuruti dan berfoto dengan gadis manis itu, setelah selesai dengan para fansnya Rafan duduk dan menyantap makanannya bersama sahabatnya.
Di rumah Askana, Safira sangat sibuk membantu Bu Assyifa menyiapkan makanan dan menatanya di meja makan.
"Bu! Safira mau belajar masak pada ibu, soalnya masakan yang dibuat oleh ibu rasanya sangat enak."
"Masakan biasa saja kamu bilang enak, Fir! Papah kamu punya restoran besar, pasti menu makanannya lebih enak dari pada puya ibu."
"Tapi menurut Fira masakan ibu rasanya lebih unik, pokonya enak banget."
"Askana lama banget sih, Bu! Aku sudah lapar."
Safira memanggil Askana, karena sejak tadi pagi Askana belum juga keluar dari dalam kamar mandi, setelah ia berkata kalau perutnya merasa mual.
Askana akhirnya keluar dari dalam kamar mandi, dengan wajah yang lesu dan sedikit pucat.
"Lama banget sih, An, kamu di kamar mandi?"
"Perutku mual banget Fir, mungkin masuk angin!"
Askana duduk di meja makan bersama Safira juga ibu-nya, ia terlihat lemas dan tak bergairah. "Hari ini kamu libur saja, Ana! Ibu jadi khawatir lihat kondisi badan kamu."
"Ana baik-baik saja kok! Ibu nggak usah khawatir."
Askana mengambil ayam goreng kesukaannya, namun bukan rasa nikmat yang Askana rasakan, melainkan rasa mual ketika mencium aroma masakan yang ada di hadapannya, ia pun kembali menuju ke kamar mandi. Bu Assyifa begitu khawatir kepada Askana. Ia ingin menyusul Askana ke kamar mandi, namun Safira melarangnya.
"Biar Safira saja, Bu, yang menyusul Askana! Ibu lanjutkan makan saja."
Safira yang merasa khawatir segera menyusul Askana masuk kedalam kamar mandi.
"Kamu kenapa sih?" Sambil memijat pelan pundak Askana.
"Kayaknya penyakit maag ku kambuh lagi deh, Fir! Soalnya, akhir-akhir ini kepalaku sering pusing perutku juga sangat mual, mungkin karena kemarin waktu di kampus aku terlalu banyak memakan sambal."
"Kamu sih! Sudah ku bilangin ngeyel!" ujar Safira sambil terus memijat-mijat pundak Askana.
Safira kembali menuju meja makan dan menuangkan air hangat, lalu diberikannya kepada Askana untuk ia minum. Ibu Assyifa begitu khawatir, ia menyuruh Askana untuk tidak masuk kuliah bahkan bekerja.
"Maaf, Bu! Bukannya Askana tidak mau mendengarkan ucapan ibu, sekarang di Kampus sedang banyak pelajaran tambahan untuk ujian semester terakhir Askana."
Bu Assyifa ingin menyuapi Askana, tapi ia kembali lagi muntah dan merasa mual dengan aroma masakannya.
Askana malah duduk di sofa menjauhi meja makan yang membuatnya mual dan tak selera makan.
"Kamu yakin, Nak! Mau pergi ke Kampus dengan kondisi badan-mu itu? Apalagi kamu belum sempat makan," tanya Bu Assyifa.
"Ana, yakin, Bu! Nanti Ana bisa makan di Kampus, kalau perut Ana sudah membaik."
"Ada Safira yang jagain, Bu! Kalau Ana masih muntah kayak gitu mulu, aku akan antar Askana pulang lalu mampir dulu ke rumah sakit untuk cek kesehatan."
Safira melanjutkan makannya karena masih lapar, namun berbeda dengan Askana, ia malah menutup lubang hidungnya karena menurutnya aroma masakan yang ada di hadapannya itu baunya tidak enak dan membuat perutnya menjadi mual.
Setelah selesai makan Safira membereskan makanan di meja makan juga membantu Bu Assyifa mencuci piring, ia lalu beranjak ke kamar mandi untuk mandi dan berganti pakaian, diikuti oleh Askana untuk bersiap pergi ke Kampus.
Askana duduk di tepi tempat tidur, karena merasa pusing, sambil memijat kepalanya.
"Fir! Kamu pakai parfum apaan sih? Wanginya nggak enak banget, bikin perut aku mual."
"Inikan parfum kesukaan kamu! Aku minta dikit karena aku nggak bawa parfum! Kayaknya ada masalah dengan hidung kamu itu deh ,An!"
"Enggak ah! Itu mah kamu yang terlalu banyak memakai parfumnya."
"Iya deh! Terserah kamu aja, aku ngalah takut kamu menangis," ujar Safira terkekeh geli.
Mereka akhirnya berpamitan untuk pergi ke Kampus, tak lupa menyalami punggung tangan Ibu Assyifa dan berucap salam, Askana pun masuk ke dalam mobil yang dibawa oleh Safira, di dalam mobil Safira terus tertawa melihat gaya yang dibilangnya aneh, karena Askana memakai masker menutupi hidungnya.
"Aku aneh banget sama kamu, An! Kayak orang yang sedang hamil saja."
"Deg!"
Jantung Askana seperti dihantam godam yang sangat keras, beberapa saat lamanya ia mematung, seolah mendengar kabar kalau bumi akan segera runtuh.
Safira yang melihat ekspresi Askana malah terus tersenyum terbahak-bahak.
"Kenapa kamu jadi kaget gitu, An? Gimana bisa hamil orang belum nikah juga!"
Safira kembali tertawa, namun berbeda dengan Askana, ia merasa kaget. "Bagaimana kalau yang diucapkan Safira itu benar, bahwa aku sedang hamil! Aku harus bagaimana, tidak mungkin kalau aku sampai hamil, hamil diluar nikah, apalagi dengan seorang laki-laki yang belum aku kenal, bahkan aku nggak tahu sekarang dia berada di mana." Gerutu Askana dalam hati.
Mata Askana berkaca-kaca seperti ingin menangis, Safira mengucapkan maaf kepadanya, jika candaannya telah membuat hati Askana merasa tidak enak.
"Sorry, Ana! Aku hanya bercanda, kamu kok sampai berkaca-kaca gitu sih! Biasanya juga kamu tuh nggak pernah kayak gitu, apa jangan-jangan kamu menyembunyikan sesuatu dari aku, An?"
Askana tak mampu lagi untuk berkata-kata, dadanya menjadi sesak, mulutnya menjadi kaku tak mampu untuk bicara.
Safira terus melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, ia merasa tidak enak hati kepada Askana dengan ucapannya.
Akhirnya mereka sampai di halaman kampus dan tak sengaja melihat sosok pria yang sedang berdiri di depan mobilnya seperti sedang menunggu seseorang.
"Ngapain tuh Kak Alex berdiri di situ? Jangan-jangan dia itu nungguin kamu, An!" Namun Askana masih tetap diam belum juga bicara.
"Ngomong dong, An! Kamu tuh kenapa sih aneh banget." Askana turun dari dalam mobil Safira, Alex menyapa dengan senyuman yang manis kepadanya, namun Askana hanya menunduk tidak memperlihatkan wajahnya atau senyumannya kepada Alex.
Alex memanggil nama Askana, namun Askana sama sekali tidak mempedulikannya atau menoleh ke arahnya.
"Maaf, Kak! Sepertinya Askana lagi nggak enak badan, tolong mengerti keadaannya Kak," ucap Safira.
"Ok!" jawab Alex singkat.
"Sekarang lo acuhin gue, bahkan tidak mau membalas sapaan gue, tapi nanti lo akan bertekuk lutut kepada gue, Ana!" gerutu Alex dengan senyum menyeringai.
Askana dan Safira masuk kedalam kelas karena sebentar lagi dosen akan memulai pelajarannya, Askana terus saja melamun, Safira merasa bersalah dengan perkataan yang sudah dilontarkanya kepada Askana.
"Padahal aku hanya bercanda! Tapi kenapa Askana jadi terlihat sedih," batin Safira penuh tada tanya.
Banyak materi yang diberikan, dosen memanggil Askana untuk menjelaskan soal yang sudah dijelaskan di papan tulis, namun Askana belum juga menjawab, sehingga dosen pun menghampiri meja Askana dan menepuk pelan mejanya.
Askana kaget. "Maaf, Pak?"
"Kamu melamun, An! Jadi sejak tadi Bapak menjelaskan materi pelajaran, kamu sama sekali tidak mendengarkan!" ucap Dosen sedikit marah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 368 Episodes
Comments
Iie Bae
katanya sahabat tp kok ngk mau berbagi sih
2021-08-20
0
chinoet
cepet ketemuin author.. kasian rafan sama ana.. bisi disalahin sama bapa nya c revan ..
2021-02-06
1
Rivaldo Akbar
masak blm sebulan udah hamil
2020-12-24
1