Rafan masuk kedalam rumah sampai lupa membaca salam. Karena ia terlalu khawatir kepada bundanya.
"Waalaikumsalam."
Rafan dibuat kaget dengan suara yang tidak asing baginya, terlihat bundanya sedang menata makanan di meja makan dibantu oleh asisten rumah tangganya.
"Bunda." Panggil Rafan, saat melihat bundanya baik-baik saja. "Katanya Bunda sakit? Kenapa sekarang bunda tidak istirahat," tanya Rafan lagi karena ia benar-benar khawatir.
"Bunda sengaja nyuruh Bi Ami untuk beralasan, mengatakan bunda sakit. Kalau tidak begitu kamu pasti nggak akan nengokin bunda, Fan."
Bi Ami hanya menundukan ke palanya, karena takut kalau Rafan akan memarahinya. Karena ia sudah berbohong.
"Bibi nggak usah nunduk gitu. Aku nggak akan marahin bibi," ucap Rafan dengan senyum manisnya.
"Bunda, lain kali nggak usah berbohong lagi. Rafan janji akan sering pulang untuk nengokin bunda."
"Kamu kesini sama siapa, Fan?" tanya bunda.
Belum sempat Rafan menjawab, suara salam sudah mendahuinya.
"Asslamualaikum, Bunda?"
"Waalaikumusslam," jawab Bunda Aulia sambil tersenyum.
"Doni, gimana kabar kamu?"
"Baik, Bunda."
"Sudah lama kamu nggak ke sini. Sibuk terus ya?"
"Dikit sibuknya, Bunda," jawab Doni sambil tertawa.
"Bunda, masaknya banyak banget? Enak-enak lagi."
"Sengaja Bunda masak banyak, biar kita makan bersama."
Doni pun ingin mencomot ayam goreng, yang sudah tertata rapih piring. Rafan segera menepis pelan tangan Doni.
"Mandi dulu, cuci tangan. Main comot saja, kuman tuh!" tegur Rafan.
"Ok, bawel."
Bunda dan Bi Ami tertawa geli melihat prilaku Rafan dan juga Doni, walau pun mereka bukan sodara kandung tapi mereka begitu akrab dan saling peduli.
"Ya sudah. Kalian pada mandi saja dulu, lalu kita makan."
Akhirnya Doni mengikuti perkataan bunda. Ia mengikuti Rafan naik ke lantai atas menuju kamarnya. Setelah berada di kamar, Doni begitu kagum melihat kamar Rafan yang begitu rapih dan juga bersih.
"Lo itu cowok, tapi kamar lo bersih dan juga rapih, Fan."
"Ya, jelaslah, gue itu suka kebersihan, bukan kayak lo yang suka ngeberantakin apartemen gue, karena Bi Ami juga sering membersihkan kamar gue, makanya selalu terlihat rapih dan juga bersih."
Doni melihat-lihat setiap sudut kamar Rafan, banyak piala penghargaan yang tersusun rapih lemari.
"Apa Ayah tau, kalau lo itu sudah lulus sarjana, bahkan mendapatkan nilai terbaik di kampus, Fan?"
"Ayah nggak tahu. Dia tahunya, gue itu adalah anak berandalan yang suka ngabisin uang, lagian dia juga nggak pernah peduli dengan apa yang gue lakuin. Sudahlah, Don. Nggak usah nanyain masalah itu, lebih baik lo sekarang mandi, badan lo bau?"
"Sialan, lo. Badan masih wangi dibilang bau," gerutu Doni sambil berjalan menuju kamar mandi.
Rafan membaringkan tubuhnya di tempat tidur, menunggu Doni selesai mandi sambil memainkan ponselnya. Ia berteriak memanggil Doni, karena Doni begitu lama di kamar mandi.
"Cepetan, Don. Lama banget sih mandinya, lagi luluran lo? Gue juga pengen mandi nih, badan gue lengket banget."
"Nih, gue selesai mandinya. Sana mandi, berisik banget sih jadi cowok, kayak emak-emak aja lo, Fan."
Rafan hanya terkekeh geli mendengar ocehan Doni. Ia segera melangkahkan kakinya menuju kamar mandi sambil tersenyum, kerena merasa senang sudah menjahili sahabatnya.
Selesai mandi dan memakai pakaiannya. Rafan mengajak Doni turun ke bawah menuju meja makan untuk makan siang bersama.
* * *
"Ana. Kamu yakin mau langsung ke restoran? Nggak capek apa, seharian ini sudah sangat sibuk dengan materi kuliah di kampus dan sekarang ... mau dilanjutin kerja lagi."
"Aku gak cape, hidup itukan butuh perjuangan, Fir."
"Aku salut banget sama kamu, An. Kamu selalu semangat dan tak pernah menyerah."
"Kalau begitu, kita berangkat saja yuk," ajak Safira kepada Askana.
Askana langsung menaiki mobil yang dibawa Safira. Ia melajukannya dengan kecepatan yang sedang, tidak ada pembicaraan disepanjang perjalanan. Askana hanya memalingkan wajahnya melihat ke arah jalanan yang ramai dengan kendaraan. Safira merasa aneh dengan sikap Askana, biasanya ia selalu ceria, tapi sekarang keceriaan itu seakan hilang dari raut wajahnya. Askana melihat jam tangan yang di pakai di pergelangan tangannya, ternyata sudah menunjukkan pukul tiga sore. Ia meminta Safira untuk berhenti di disebuah mushola untuk melaksanakan salat Ashar.
Setelah ia selesai berwudhu. Askana masuk ke mushola. Hatinya sangat sedih memikirkan kejadian yang sudah menimpanya. Safira melihat kegundahan dari wajah sahabatnya. Safira jadi bertanya-tanya, ada apa sebenarnya dengan Askana? Karena ia merasakan bahwa ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh sahabatnya.
Safira mencoba untuk bertanya, belum sempat ia bertanya Askana langsung memeluknya dan menangis dalam pelukan sahabatnya. Tangis Askana semakin menjadi, bahkan terdengar sangat lirih. Safira yang merasakannya pun ikut sedih, dan tak terasa air matanya menetes, tak mampu lagi Safira untuk bertanya ke pada sahabatnya.
Mendengar tangisannya saja, hati Safira ikut merasakan sakit. Ia hanya bisa mengelus lembut pundak dan juga ke pala sahabatnya, berharap Askana akan jauh lebih tenang.
Apa yang sebenarnya terjadi kepadamu, Ana? Kenapa terdengar begitu sakit. Apakah begitu berat cobaan yang sedang kamu rasakan? Batin Safira.
Setelah merasa tenang Askana menangis dipelukan Safira. Ia kembali berwudhu untuk ketenangan hatinya. Dan segera melakukan salat berjamaah bersama. Selesai salat Askana menyempatkan berdzikir terlebih dahulu dan membaca al-qur'an untuk ketenangan hatinya.
"Ya Allah. Kuatkanlah hatiku, kuatkanlah, ya Allah, untuk menerima cobaan ini." Dalam do'anya.
Safira memberanikan diri untuk bertanya lagi kepada Askana. Karena ia begitu penasaran dengan sikap sahabatnya yang tak biasa itu. "Sebenarnya kamu kenapa sih, An? Tangisanmu itu seakan mencurahkan kesedihan hatimu, tolong katakan? Kamu tidak boleh menyembunyikan rahasia apa pun dari aku."
Askana hanya membalas pertanyaan Safira dengan senyuman. Ia malah merangkul pundak Safira dan mengajaknya keluar dari dalam mushola tersebut. Dan mengajak Safira menuju ke restoran. Askana bekerja di restoran milik papa Safira, dari pukul empat sore sampai jam sembilan malam, karena pagi hingga siangnya Askana harus kuliah.
Safira menuruti ajakan Askana. Ia tidak berani lagi untuk banyak bertanya. Mungkin belum saatnya aku mengetahui penyebab kesedihanmu itu, Ana.
Safira masuk ke dalam mobilnya beserta Askana, dan kembali melanjukan mobilnya menuju ke restoran papanya, tak lama akhirnya mereka sampai juga ke tempat yang dituju.
"Kalian sudah datang. Ana, gimana kabar kamu dan ibu?" tanya pria paruh baya ke pada Askana, yang tak lain adalah papa dari Safira.
"Baik, Om," jawsb Askana sambil tersenyum.
"Papa, mau kemana lagi?" tanya Safira kepada papanya.
"Papa mau pergi ke Bandung lagi, Fir. Ada masalah pekerjaan yang harus papa selesaikan lagi di sana."
"Lama, Pa?" tanya Safira dengan wajah sedihnya.
"Paling cuma tiga hari, papah di sana."
Safira memasang wajah sendu karena papanya selalu sibuk bekerja saja, sehingga waktu untuk bersama sekedar berbincang pun jarang terjadi.
"Jangan sedih. Papa bekerja untuk kamu juga, Fira. Kan-ada Askana, nanti biar Ana yang menginap di rumah untuk menemani kamu," ucap Pak sanjaya menghibur putrinya.
"Nggak usah. Biar Safira saja yang mau menginap kerumah Askana," jawab Safira dengan ketus, karena merasa kecewa.
"Ya, Om. Biar Fira saja yang nginep di rumah Ana, karena Ana nggak bisa ninggalin ibu sendirian di rumah."
"Maaf ya, Ana. Terima kasih untuk semuanya, kamu juga kerja jangan terlalu keras biar tubuhmu tidak drop."
"Iya, Om.Terimakasih atas perhatiannya."
"Papa, pamit?"
"Ia, Pa. Hati- hati di perjalanannya dan juga cepat pulang," sahut Safira dengan wajah cemberutnya.
Pak Sanjaya berlalu pergi dengan menaiki mobil yang dibawa oleh sopir pribadinya, raut wajah Safira menjadi sedih. Ia duduk dan termenung seperti sedang memikrakan sesuatu dalam pikirannya.
"Askana sangat giat bekerja. Dia tidak pernah mengeluh, seharusnya aku mencontohnya, aku yang berkehidupan serba cukup selalu saja merasa kurang, karena yang aku butuhkan bukan cuma uang tapi kasih sayang, seandainya mamah masih hidup pasti aku akan sangat bahagia," gerutu Safira sambil menghembuskan nafasnya.
Karena merasa bosan Safira membantu Askana melayani para pelanggan, karena banyak pengujung yang datang. Dan Askana pun terlihat sangat sibuk, jadi Safira membantunya.
"Ngapain kamu, Fir?" tanya Askana, saat melihat Safira membantunya.
"Mau bantuin pekerjaan kamu. Biar aku juga bisa merasakan bagaimana susahnya mencari uang," jawab Safira dengan raut wajah sedih.
Siang berlalu berganti malam tak terasa adzan magrib berkumandang. Askana dan Safira segera melaksanakan salat di mushola terdekat. Setelah selesai mereka kembali ke restoran untuk melanjutkan pekerjaan yang belum selesai.
"Ana. Kita pulang saja yuk? Nanti aku izin ke sekretarisnya papa, hari ini aku tuh mumet banget. Aku pengen ke rumah ketemu ibu kamu, kita pulang saja, gak usah kerja deh malam ini. Muka kamu saja sudah terlihat letih banget," rengek Safira ke pada Askana.
Namun, Askana menolak ajakan Safira, karena ia merasa tidak enak kepada pegawai yang lain kalau ia bersikap seperti itu.
"Gak bisa, Fir. Aku nggak enak sama pegawai yang lain, mentang-mentang aku teman kamu tapi tetap saja aku gak bisa seenaknya. Papa kamu sudah baik banget sama keluargaku, aku nggak mungkin kayak begitu, kerjakan harus mematuhi peraturan, sebentar lagi juga selesai."
"Oke," jawab Safira singkat sambil memonyongkan bibirnya.
Askana hanya tersenyum saja melihat tingkah sahabatnya. Waktu cepat berlalu, Askana sudah selesai dengan pekerjaannya. Ia menghampiri Safira yang sedang duduk sambil memainkan ponselnya.
"Yu, Fir, Kita pulang."
"Sudah selesai?"
"Sudah."
Safira berjalan keluar menuju ke parkiran. Segera ia masuk ke dalam mobil bersama Askana. Dalam perjalanan, Safira hanya diam saja. Ia tidak banyak bicara seperti biasanya. Hatinya merasa sedih dan kecewa dengan sikap papanya yang selalu mementingkan pekerjaan dibandingkan kebahagiaan putrinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 368 Episodes
Comments
Haris Muhamad Hidayat
cerita nya kaya sinetron Indosiar 🙏
2022-02-21
0
Ria Diana Santi
5 like hadir! Mari saling dukung!
2021-02-23
0
Mey-Lani
hem..cappek thor nunggu
2021-02-06
0