Doni berjalan dengan mata yang masih sedikit terpejam, kepalanya pun terasa pusing karena Rafan membangunkannya secara tiba-tiba juga mengagetkannya. Bukannya menuju kamar untuk mandi dan sembahyang, Doni malah menuju meja makan karena sudah tercium aroma makanan, membuat perutnya menjadi lapar.
"Mau kemana lo, Don? Sembahyang dulu sana, mandi sekalian, dasar lo! Nggak tahu waktu."
"Emang jam berapa ini?" Dengan lemas doni bertanya.
"Setengah enam!" jawab Rafan.
Doni pun kaget, ia tergesa-gesa menaiki kamar Rafan untuk mandi dan sembahyang, dia berpapasan dengan Afandi dan menyapanya.
"Pagi, Bang?"
"Pagi juga!" Dengan wajah tanpa ekspresi.
"Jutek banget abang-nya! Jauh sama si Rafan."
Rafan duduk di kursi meja makan sambil menikmati teh hangat yang dibuatkan Bi Ami. Dia melihat Bunda-nya yang sedang tersenyum kearahnya, Rafan pun membalas senyuman bunda-nya. Disusul oleh Afandi yang juga duduk di sebelah Rafan, Bi Ami segera menyuguhkan kopi kepada Afandi.
"Fandi! Kamu semalam pulang malam lagi?"
"Iya, Bunda! Banyak pekerjaan yang harus diselesaikan."
"Jangan terlalu capek, Nak! Kamu masih muda, jangan sampai badan kamu drop karena terlalu sibuk dengan pekerjaan.
"Iya, Bunda!"
"Begitulah! Anak yang membanggakan," ucap Pak Andi dari balik pintu sambil berjalan menuju meja makan.
"Ayah sudah pulang, kok tidak mengabari bunda kalau ayah mau pulang cepat!" tanya bunda sambil mencium punggung tangan suaminya. Bukannya menjawab sapaan istinya, Pak Andi malah membanggakan putra sulungnya.
"Beginilah anak yang selalu bikin bangga! Pekerja keras, dan selalu bertanggung jawab dengan pekerjaannya."
Pak Andi menghampiri Afandi, dia melewati Rafan seolah-olah tidak melihatnya, pujian demi pujian yang diberikan untuk Afandi, dan cemoohan yang diberikan untuk Rafan oleh ayahnya. Bunda Aulia hanya mengelus dada melihat perilaku suaminya kepada anak bungsunya.
"Gimana sama pendidikan lo, Fan?" tanya Afandi.
Belum sempat Rafan menjawab, Ayahnya sudah mendahului.
"Anak berandalan kayak gitu! Nggak akan peduli sama pendidikannya, yang ada hanya bikin malu keluarga."
"Om salah!" sambung Doni dari arah belakang, Doni ingin menceritakan kalau Rafan sudah menjadi sarjana dan mendapatkan nilai terbaik di kampusnya, namun Rafan mengedipkan matanya memberi isyarat untuk diam. Doni pun menuruti, tapi hatinya tak terima mendengar hinaan untuk sahabatnya walau itu dari ayah-nya sendiri.
"Kamu juga di sini, Don?"
"Iya Om! Aku sama Rafan nginep nemenin bunda, supaya bunda tidak merasa kesepian, karena anak kebanggaan Om itu terlalu sibuk bekerja, sehingga waktu untuk sekedar bercengkrama dengan keluarga pun tidak ada karena saking sibuknya."
"Ya begitulah, Don! Kalau anak kebanggaan itu ya harus begini, tidak pernah membuang waktu hanya untuk bermain-main," jawab Pak Andi sambil melirik kearah Rafan.
Pak Andi duduk di kursi meja makan ingin menyantap makanan yang sudah disiapkan oleh istrinya.
"Tumben pengen nginep di rumah, sudah nggak betah tinggal di club."
Hati Doni terasa sakit, mendengar sahabatnya diperlakukan tidak baik walau itu oleh ayah-nya sendiri, rasa lapar yang dirasakan Doni seketika hilang.
"Fan! Bukannya pagi ini lo ada jadwal pemotretan." ucap Doni dengan tatapan penuh arti.
Rafan mengerti dengan ucapan sahabatnya, ia pun bangkit dari duduknya.
"Jadi model saja sudah bangga kamu, Fan!" tutur ayah-nya lagi.
"Yang penting halal, Yah! Dan aku tidak nyusahin ayah."
Rafan bergegas pergi meninggalkan meja makan diikuti oleh Doni dari belakang.
"Rafan, Doni! Kalian belum makan!" panggil Bunda.
Bunda mengejar Rafan dan Doni sampai keluar rumah, ia terus memanggil-manggil Rafan untuk kembali kedalam rumah karena khawatir Rafan dan Doni belum makan.
"Bunda! Lain hari aku kesini lagi sama Doni, sekarang aku harus pergi karena ada kerjaan."
Bunda Aulia meneteskan air mata membasahi pipi-nya. Ia sangat sedih melihat anak keduanya yang selalu diacuhkan ayah-nya sendiri. Rafan menghapus air mata yang membasahi pipi bunda-nya.
"Rafan sayang Bunda! Bunda baik-baik ya di rumah! Rafan pergi." Assalamualaikum?"
"Waalaikumsalam!"
Rafan masuk kedalam mobil-nya diikuti oleh Doni dan berlalu pergi dari halaman rumah mewah itu, bunda hanya bisa menatap kepergian anak-nya dengan kesedihan di dalam hatinya, Bi Ami yang melihat suasana haru itu pun ikut bersedih.
"Kasihan Den Rafan! Selalu diacuhkan oleh ayah-nya, padahal Den Rafan baik banget, tidak seperti Den Afandi, seandainya Pak Andi tahu mana yang baik juga yang buruk," batin Bi Ami.
Bi Ami mengajak bunda untuk masuk ke dalam rumah kembali dan duduk di meja makan, selera makan jadi hilang, karena walau bagaimanapun hati seorang ibu tidak akan terima kalau anaknya dimaki walau oleh ayah-nya sendiri.
Afandi melihat kesedihan dari raut wajah bunda-nya, dia pun menghampiri bunda-nya dan duduk disampingnya.
"Bunda, ayo makan! Biar Fandi yang suapin, nanti sore Fandi akan pulang cepat, kita langsung menuju ke apartemen Rafan. Sekarang bunda makan dulu ya," bujuk Afandi kepada bunda-nya.
"Bun! Bukan maksud ayah untuk bersikap keras pada Rafan, tapi anak itu memang harus dikasih pelajaran, biar tidak terlalu liar!"
"Pemikiran ayah tentang Rafan itu salah! Ayah hanya memandang Rafan dengan sebelah mata, sehingga kebaikannya tak terlihat dan tak terasa oleh ayah! Bunda kecewa dengan sikap ayah," jelasnya sambil berlalu pergi meninggalkan meja makan.
"Bunda!" panggil Afandi.
"Biarkan saja, Fandi! Bunda-mu sedang sangat sensitif, biar nanti ayah yang bicara pada bunda-mu."
* * *
Doni menyetir mobil dengan pelan, ia terlihat melamun. Karena kepikiran kejadian yang baru saja terjadi dirumah sahabatnya.
"Kenapa, Don? Dari tadi gue perhatikan lo itu ngelamun mulu."
"Gue nggak nyangka, Fan! Dengan sikap bokap lo. Sangat kasar. Gue aja yang mendengar lo dicemooh gitu ikut sakit hati, Fan. Apalagi lo, yang tiap hari pulang kerumah selalu kena sembur bokap. Gue salut banget sama lo, Fan! Sabar banget menghadapi sikap kasarnya.
"Gue sabar karena Bunda, Don! Kasih sayangnya yang membuat gue tegar menghadapi sikap ayah."
Rafan menyuruh Doni untuk mampir ke restoran milik ayah safira, karena dia tau kalau Doni sahabatnya merasa lapar.
"Lo tahu aja, Fan! Kalau gue sangat lapar."
Doni merasa asing dengan restoran yang didatangi Rafan. Soalnya baru pertama kali Doni diajak makan di restoran ini.
"Gue baru tau kalau ada restoran mewah disini!"
"Ini restosan milik ayah Safira, Don! Dia teman gue. Gue kenal sama dia karena dulu waktu nyokap Fira masih hidup, bunda sering ngajak gue dan Afandi makan disini, bunda sama nyokap Fira sahabat dekat, Don!"
Rafan menatap lekat restoran yang sekarang ia singgahi, kenangan yang indah dimasa lalu teringat kembali, masa bahagia bisa bercanda dengan ayah-nya di restoran ini, dulu ayah-nya penuh cinta dan kasih sayang padanya, tapi sekarang hanya kemarahan yang ditunjukkannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 368 Episodes
Comments
Isnaya faniati
nah dikit lgi ketemu fan pertemukan Thor ya ya
2022-08-31
0
Rahma Rahma
ktmu gak ya
2020-11-16
0
Zaitun
lanjuy
2020-09-19
0