Kreaaat...
Suara pintu jeruji terbuka, juga derap langkah seseorang masuk ke dalam kamar, Ana yang tidur membelakangi pintu masuk seketika terlonjak. Ingin rasanya membalikan badan namun ia ragu.
Yah... Setelah malam pelarian itu Ana kembali terkurung di kamar berjeruji.
Tubuh ana tercekat mendengar seseorang duduk di sofa.
"Bangun.... Aku kau tak tidur, berhenti berpura-pura"
Tangan Ana meremas selimut di dadanya, ia ragu.
"Ck.... Bangun lah....!!" Suara Theo meninggi membuat tubuh Ana seketika duduk memeluk selimut yang berkumpul didepan dada.
Tap
Tap
Tap
Theo melangkahkan kakinya mendekat, Ana semakin memundurkan duduknya sambil menunduk.
Bruuk...
Sebuah map terlempar kearah Ana. Ia menatap map yang tergeletak dihadapnya, ragu-ragu matanya mendongak memandang Theo.
Wajah Theo nampak penuh dengan emosi.
"Bukalah.... Dan akan kau ketahui faktanya..."
Ditatapnya kembali map itu, dengan pelan ana mengambil map tersebut dan membukanya perlahan. Membuka halaman-halaman dengan tangan gemetar, matanya yang membola mulai memerah. Dihadapannya terpampang bukti yang nyata bahwa sang ibu adalah tersangka penculik dan pembunuh Damian. Beberapa foto, keterangan dari polisi hingga hasil otopsi yang menyatakan benar bahwa Nausha Killian sebagai tersangka penculik dan meninggal di tempat kejadian.
Rubuh sudah hatinya yang memegang teguh kepercayaan kepada sang ibu.
"Kau sekarang mengerti bukan mengapa kau berada disin? Dan kau berencana akan kabur? tentu itu tidak akan terjadi" Theo menggeram.
"Aku membiarkan mu agar bisa melihat sejauh mana kau bertindak, hahahah ternyata kau cukup nyali juga" Theo terkekeh.
Theo naik ketempat tidur, mencengkram dagu Ana dan menengadahkan.
"Kau harus membayar semua kesalahan kedua orang tua mu yang telah menghancurkan keluarga ku"
Glek...
Ana menelan ludah nya susah payah.
Tangan besar Theo mencengkram rahang Ana kuat mendongakkan ya kesamping, hidung Theo mendekat menelusuri rahang turun ke leher hingga telinga dan menggigit kecil disana, hembusan nafas nya terasa panas memburu. Ana sekuat tenaga menahan ketakutannya.
Sekarang bibir Theo mulai menelusuri leher jenjang itu.
Ana mencengkram tangan Theo menyalurkan rasa asing yang menderanya, semakin kencang cengkraman itu ketika Theo memberikan kiss Mark disana.
Sambil menatap cincin liontin yang bertengger di leher Ana, Theo merapatkan giginya, menggeram.
"Tugas mu disini hanya satu, lahirkan anak untuk ku... Setelah itu kau bebas pergi"
Tangan Theo menghempaskan Ana begitu saja. Air mata Gadis itu sudah penuh menunggu jatuh.
Theo memundurkan tubuhnya, ia berdiri memasukan tangannya ke saku celana.
Tatapan itu masih fokus pada tubuh gadis yang ketakutan disana.
"Persiapkan dirimu malam ini..." Theo melangkah keluar dari kamar.
Setelah Theo hilang di balik pintu dan jeruji terkunci, luruh sudah pertahanan ana, seketika air bening membanjiri mata indah itu. Sungguh ia ketakutan.
Pagi hari di kamar itu hanya dipenuhi Isak tangis. Hingga suara itu mulai menghilang, ana jatuh tertidur.
...***...
Pintu dan jeruji terbuka, Vivian dan beberapa maid masuk kedalam kamar, ia melihat ana meringkuk diatas kasur, sebenarnya ia tak tega membangunkan ana, namun apa boleh buat ia harus melaksanakan tugas yang diberikan Theo padanya.
Vivian mendekat kearah ana, berdiri tepat di samping tempat tidur, ia berdehem sebelum berbicara.
"Selamat siang nona...."
Suara Vivian membawa Ana dari mimpinya. Ana menggeliat mengumpulakan kesadarannya, matanya sembab dan perih membuat ia kesulitan membuka mata.
"Nona...Saya membawakan makan siang, nona sudah melawatkan sarapan tadi, makanlah saya khawatir jika nona nanti jatuh sakit..." Dengan raut wajah yang teduh Vivian menggenggam tangan dan membantu ana duduk.
"Saya bantu nona mandi ya....setelah itu makan siang..."
Ana hanya mengangguk, kemudian beranjak kekamar mandi, setelah selesai berpakaian Ana memakan makan siang nya.
Para maid selesai membereskan makan siang dan bergegas keluar kamar, meninggalkan Vivian dan ana disana.
Pandangan ana kosong, ia larut dalam lamunannya, membuat Vivian menatap iba. Segera Vivian menggenggam tangan ana.
"Nona...."
Tatapan ana beralih.
"Bibi maafkan aku, bibi pasti dimarahi tuan saat aku melarikan diri"
"Tidak nona.."
"Aku harus bagaimana bibi, awalnya aku tidak yakin jika momy melakukan itu, tpi ketika tuan memperlihatkan fakta itu aku....aku tidak tahu harus bersikap seperti apa, aku harus bagaimana bibi.."
"Nona tidak bersalah disini...."
"Aku malu pada keluarga ini, jika saja ada yang bisa aku lakukan untuk membayar seluruh kesalahan orang tua ku bibi...."
"Dan...dan jika benar yang dikatakan tuan aku harus mengandung dan melahirkan anak untuk nya...meskipun aku tak siap ...aku akan melakukannya bibi
... Sebagai penebus kesalahan orang tuan ku..." Air mata itu menetes lagi.
"Saya tahu nona orang baik, nona harus kuat menghadapinya, tenanglah nona saya akan selalu ada untuk nona"
"Terima kasih bibi" ana tersenyum disela tangisnya dan tangan itu masih saling bertautan menghantarkan rasa hangat kasih sayang.
Drrrrt... Drrrttt
"Maaf nona saya angkat telpon sebentar" ana mengangguk, kemudain Vivian berdiri dan keluar kamar. Sekembalinya Vivian datang bersama seorang dokter dan 2 orang perawat yang membawa peralatan cukup besar. Ana tampak heran, dahinya berkerut.
"Maaf nona perkenalkan ini adalah tim medis yang dikepalai dr Jasmin sebagai dokter pribadi nona.."
Dr Jasmin menunduk sebentar sambil tersenyum ia memperkenalkan diri dan timnya. Setelah perkenalan, mereka beranjak ke tempat tidur dan mempersiapkan peralatan yang dibawanya.
Dengan bingung Ana melakukan pemeriksaan itu, dari anamnesa, USG perut hingga pemeriksaan darah telah dilakukan.
"Syukurlah semuanya baik-baik saja nyonya Willenberg, tinggal menunggu hasil tes darah saja, nanti saya akan kirimkan hasilnya pada tuan Willenberg, tidak perlu khawatir nyonya saya rasa akan berjalan dengan baik" dr Jasmin menjelaskan sambil tersenyum.
Ana menghembuskan nafasnya perlahan, tentu saja dia merasa lega mendengar dirinya sehat.
"Ah ya terimakasih dokter... Bo..bolehkah aku bertanya dok?"
"Tentu nyonya... Silahkan...."
"A...apakah akan sakit...?" Ragu-ragu ana bertanya tangannya saling meremas. Dr Jasmin bingung dengan pertanyaan ana.
"Untuk hamil tidak akan sakit hanya ada beberapa perubahan dalam tubuh yang membuat tidak nyaman nyonya hanya saja nyari saat melahirkan memang itu fase nya, tapi tenang saja semua ibu pasti sanggup melewatinya..."
"Ma...maksud ku, Bu..bukan itu dokter, maksudku tentang berhubungan badan..." Wajah ana bersemu merah ia menunduk malu.
Begitu juga dr Jasmin yang tersenyum gemas melihat tingkah laku pasiennya ini.
"Tidak akan sakit jika dilakukan terburu-buru, mungkin jika pertama kali sakit itu dirasakan di awal saja....tenang saja nyonya tentu tuan tidak akan menyakiti nyonya bukan begitu?"
Tubuh ana merinding tiba-tiba, telapak tangannya dingin...
Bagaimana ini....
"A...ah ya dokter..." Hanya hanya bisa tersenyum canggung.
Setelah pemeriksaan selesai tim medis pamit.
Ruangan itu kembali hening, menyisakan Ana dalam lamunannya.
...***...
Ditempat lain
Setelah membaca laporan yang diberikan Jordan padanya Theo menatap hiruk pikuk manusia lewat jendela besar kantornya yang berada di tengah kota.
Gadis itu bersih
Baiklah akan ku lakukan malam ini
Namun setelahnya, setelah anak itu lahir apa yang harus ku lakukan.
Dad bangunlah...
Theo berjalan kearah meja nya, ia memanggil Jordan lewat intercome
"Jordan, kosongkan jadwalku sore ini hingga esok..."
"Baik sir...."
"Setelahnya kembali ke mansion"
"Yes... Sir...."
...***...
Sejak siang Vivian memaksa Ana melakukan perawatan, hingga malam setelah makan malam, ia berendam di bathtub bertabur kelopak bunga.
Ditatapnya cincin polos yang bertengger di jari manisnya, sungguh ironi ia harus berada dalam pernikahan seperti ini.
Setelah dirasa cukup Ana berjalan kearah shower untuk membilas dan memakai bathrob, keluar ke walk in closet, disana sudah disiapkan sebuah lingerie dan kimono tidur.
Secepatnya ana memakai nya dan keluar ke arah meja rias untuk mengeringkan rambut dan menyisirnya.
Ditatapnya pantulan dirinya di cermin. Sungguh miris seakaan seekor mangsa yang pasrah menyerahkan dirinya pada pemburunya.
Beginikah nasib ku...
Mom dad aku takut....
Kreeaaat....
Suara pintu jeruji terbuka membuat lamunan ana buyar seketika, ana sama sekali tak berani menolehkan wajahnya, degup jantungnya terasa cepat, tangannya menjadi dingin. Terdengar langkahnya berat mendekat kearahnya.
Theo tersenyum culas sambil bersiul.
"Kau tampak siap...."
Deg.....
Theo mendekatkan wajahnya kesamping telinga ana, mata mereka bersitatap dalam pantulan cermin. Sambil mengendus aroma ana, theo tersenyum devil
"Aku akan mencabik-cabik mu..."
...Tbc...
😱😱 Ana mau di apain Theo...???
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Npy
aaaahhhh membaca awalan selalu seperti ini.. sedih,sakit perih rasanya hati ini 😢🤕😭
tapi bukankah umur Ana belum genap 20thn.,oohh God jika ia hamil sebelum umur yang memadai ini pasti akan penuh resiko,baik untuk si ibu maupun baby 😢😫😭 berharap semua baik2 saja🍀
2021-05-15
2