Disebuah ruangan seorang wanita terbaring diatas kursi busa lusuh berdebu. Mata nya terpejam erat tersisa air mata yang sudah mengering, kedua tangannya terikat oleh tali kasar juga dengan kedua kakinya. Rambut panjang yang berantakan dengan baju kotor lusuh oleh keringat bercampur debu.
Ana mengerang disela tidur nya, ia mengerjapkan mata berulang kali sangat sulit mengumpulkan kesadarannya, pandangan berputar, kepala sakit, tenggorokannya kering. Ia mencoba menggerakkan kedua tangan dan kaki nya, terikat, dahinya mengkerut, susah payah ia mengumpulkan ingatannya.
Potongan memori sekelebat datang, perlahan ia ingat, ketika ia berada d rumah Edna dan membukakan pintu pada tamu yang datang menanyakan keluarganya, menanyakan dirinya, tiba-tiba pandangannya buram setelah seseorang bertubuh besar membekapnya dengan sapu tangan.
Nafasnya tercekat, denyut jantung berburu, Ana menggerakan tangannya agar terbebas dari ikatan itu.
Percuma...
Hanya menyebabkan kemerahan disana, kali ini Ana mencoba menggerakan badannya, susah payah ia beringsut duduk bersandar di kursi itu. Matanya menyapu sekitar ruangan, lampu redup, ventilasi yang sedikit, pengap lembab dan berdebu, pintu jeruji besi??
Ya tuhan..... Aku dimana?
Siapa mereka?
Dad tolong aku....
...***...
Disisi sebuah jendela kamar besar Theo melamun, fikiranya kacau, bahagia telah menemukan sang ayah, sedih melihat terbaring koma, marah dengan keadaan, marah pada siapa saja yang mencelakai keluarganya.
Tok tok tok
"Maaf tuan, maaf mengganggu, makan malam sudah siap...." Vivian wanita paruh baya itu menunduk dengan sopan
"Aku tidak berselera makan, jadi pergilah" Theo mengabaikan perutnya yang minta diisi, ia berjalan mendekati pintu kamar yang terbuka, masih ada Vivian disana menunggu sang tuan beranjak ke meja makan.
Sambil menunduk maid itu bicara "Maaf tuan, tapi dari pagi anda belum makan apa pun"
"Diamlah..... Dimana Jordan?"
"Ada di paviliun tuan"
"Baiklah aku akan kesana"
Theo berjalan keluar mengabaikan seruan sang maid untuk makan malam. Theo berjalan keluar kamar menuruni tangga menuju paviliun itu. Terdapat 2 paviliun di mansion tersebut dan Theo tahu Jordan berada di paviliun yang dibawahnya terdapat tempat yang bisa dibilang penjara bawah tanah.
Theo melangkah menuruni tangga tersebut, langkahnya memelan mendengar suara teriakan lemah seorang wanita.
"Siapa saja tolong aku...!!!"
"Ya tuhan......aku berada dimana??"
"Hiks... Dad tolong aku"
Seolah tak ada suara apa pun para bodyguard disana hanya menatap kamar pengap itu dari kejauhan, sepanjang lorong itu gelap tak ada kehidupan. Terdapat juga Jordan yang sedang berbicara pada salah satu anak buah nya.
Percakapan terhenti setelah mendengar derap langkah dibelakang mereka, mereka menoleh kearah sumber suara itu.
"Sir...." Jordan menunduk sopan begitu pun dengan para bodyguard.
Theo mendekat, berjalan ke arah kamar yang tertutup jeruji besi.
"Sepertinya sudah ada yang bangun"
Seketika suara lemah wanita itu tercekat, Ana menoleh ke arah asal suara itu.
"Hei kucing liar...." Suara theo mengejek. Theo mendekat dan mengisyaratkan tangannya kearah bodyguard untuk membuka jeruji itu. Setelah pintu itu terbuka ia melangkah mendekat, sesosok pria nampak dengan auranya yang gelap, mata hazel itu menatap tajam mengintimidasi.
"Tu...tuan.... Tolong lepaskan saya..." Ana berbicara tergagap, ia tidak berani menatap mata elang itu.
"Lepaskan?? Hahha.... Kau bermimpi...." Theo tertawa mengejek dengan luapan emosi tertahan. Theo mendekati Ana menjambak rambut itu dan menengadahkannya.
"Tolong lepaskan... Sa..kiit..."
"Tatap aku jika berbicara" Theo melihat mata ketakutan itu, ia terkekeh "cukup manis jika ku jadikan mainan" sebelah tangannya menelusuri pipi Ana menurun hingga ke lehernya, matanya menjelajah pandangannya terhenti di dada Ana.
Matanya membola.
Bagaimana bisa??
Cekalan tangan Theo mengendur melepaskan remasan pada rambut Ana, ia memundurkan tubuhnya, menatap ulang dan tak percaya. Tangannya terkepal penuh sudah emosi nya, mencuat, hingga wajahnya memerah, sambil mengatupkan giginya suara theo memberat
"Apa kau juga mencuri nya?? Hah!!!!??"
Plak
Sekuat tenaga Theo menamparnya, pipi pucat itu seketika memerah dan wajahnya terarah kesamping, Ana memejamkan matanya pendengarannya berdenging, ujung bibirnya robek mengeluarkan tetesan darah dan terasa nyeri membuat air matanya luruh.
"Setelah ayah mu memcelakai ayah ku, ibumu menculik dan membunuh adik ku, sekarang kau akan merebut semuanya!!!????" Emosinya menguar begitu saja, membuat semua nafas orang-orang disana tercekat.
"Sungguh keluarga iblis" Theo membalikan badannya dan melangkah keluar dari sana
Ia melirik Jordan, ia hanya mengangguk, mengerti apa yang diperintahkan tuannya Jordan bergegas menghampiri Ana.
"Nona...?"
"Aa...aapa maksudnya...? Be....benarkah? Benarkah yang tuan katakan? Mom.....dad.....?" Tubuh ana melemas, pandangnya kosong, ia mengumpulkan keberaniannya untuk menatap Jordan.
"Tolong.... aku .....A...A..aku tidak mencuri apa pun?" Tangan Ana saling bertautan saling meremas hingga kedua telapak tangan itu memucat.
"Nona jawablah sejujurnya, dari mana cincin yang nona pakai dikalung itu?" Jordan melirik cincin yang di jadikan liontin itu
Sambil memegang cincin "i....ini seseorang memberikannya pa...padaku..."
"Apakah itu tuan Maxime?"
Seketika mata Ana berbinar menatap Jordan, berharap menemukan keluarga Max untuk mengembalikannya.
"Y....ya..... Uncle Max yang memberikannya..."
Hening
Lidah Jordan kelu, tak ada kata-kata yang mampu ia ucapkan
"Ia berkata aku harus menyimpannya dan mengembalikan cincin ini padanya atau keluarganya" lanjut Ana.
Lagi-lagi tidak ada jawaban.
"Apakah tuan mengenal keluarga uncle Max?"
...***...
Kembali Theo ke kediamannya, masuk kedalam kamar mandi, melepas seluruh kain yang berada di tubuhnya, ia melangkah masuk kedalam bilik kaca dan menyalakan air
Theo memejamkan mata merasakan aliran air dingin membasahi tubuh kekarnya, di dada bidang dengan perut kotak-kotak itu tampak nafas yang berburu, sungguh emosinya kacau, tak disangka sang ayah melakukan hal yang diluar nalar.
Apa yang kau pikirkan dad?
Tidak mungkin bukan?
Dia anak dari orang brengsek yang menghancurkan keluarga kita.
Dia anak dari penculik Damian saat berusia 5 tahun? Dan membunuhnya...
Menjadikan Mom sakit-sakitan dan meninggalkan kita.
Pasti wanita itu yang mengambilnya...
Ya pasti begitu....
Theo mengepalkan tangannya, urat tangannya menegang, matanya memerah, ia meremas rambutnya, dibiarkan air terus membasahi tubuh itu dan berharap meredakan amarahnya,
Marah
Kecewa
Putus asa.
Dirasa cukup Theo menyelesaikan mandinya, ia melangkah keluar kamar mandi, dengan bathrob hitam ia berjalan ke walk in closet untuk memakai piyama.
Theo merebahkan tubuhnya ke ranjang king size itu, matanya menerawang ke langit-langit kamar.
Ingatannya tertuju pada percakapannya dengan sang ayah 8 tahun yang lalu, saat ia baru saja lulus dari gelar Magister of busines administration diusia 21 th. Theo memang termasuk anak genius saat junior dan senior high school ia sering lompat kelas. Hingga diusia nya yang masih muda telah menyelesaikan magisternya
"Ini adalah cincin keluarga Willenberg, akan diturunkan pada ahli waris yang dirasa pantas menerima tirani keluarga kita, ku harap kau selanjutnya Theo" ucap Max sambil menatap cincin yang bertengger dijemarinya.
"Aku akan berusaha dad" jawab Theo optimis
"Bagus...aku bangga padamu" sambil menepuk bahu Theo
"Jika suatu saat aku memberikan cincin ini pada seseorang entah itu kau, Regard maupun Jemima keponakan-keponakan ku, itu artinya aku memberikan waris ini pada salah satu diantara kalian" mata Max menatap Theo dengan serius.
"Termasuk jika ku berikan pada orang lain, yang tidak ada keterkaitan darah dengan keluarga ini, kau harus menerima nya dan itu sah secara hukum yang tertulis dikelurga kita" lanjut Max
Theo tertegun tak ayal ia menganggukkan kepalanya "Ya dad aku mengerti"
"Karena aku akan selalu melindungi cincin ini dengan nyawa ku, berharap suatu saat akan kuberikan kepadamu.... son"
Ingatan itu terasa seperti mimpi.
...***...
Pagi hari di mansion itu Theo sudah bersiap dengan baju formalnya, ia duduk dimeja makan menghabiskan sarapan dengan tidak berselera.
"Jordan duduklah... Temani aku sarapan"
"Pardon sir?.... Baik" kemudian Jordan duduk, pada maid menyiapkan hidangan untuk ia lahap.
Hening, tidak ada percakapan disana, hanya denting alat makan yang terdengar. Theo menyelesaikan sarapannya, ia membersihan mulut dengan serbet.
"Jordan, bagaimana menurutmu, apakah dad sungguh-sungguh memberikan cincin itu pada wanita itu tanpa ada paksaan?" Tanya Theo meremehkan.
Jordan menelan liurnya susah payah, ia memandang tuannya.
"Dari interogasi yang telah saya lakukan kemarin nona Riana dan ayahnya menemukan tuan besar dengan tubuhnya yang terluka parah dan tidak sadarkan diri, mereka merawatnya hingga pulih hampir 1 bulan, dan nona Riana meninggalkan keduanya untuk pergi ke pusat kota berencana melanjutkan study" jelas Jordan.
"Dan kau percaya? Bagaimana jika memang mereka menyelamatkan dad untuk mencuri kepercayaannya dan mengambil cincin itu? Dalam 1 bulan sepertinya cukup untuk berpura-pura bukan?" Theo menaikan alis nya sebelah sambil senyum mengejek dengan emosi tertahan disana.
Jordan diam tidak bisa menjawab.
"Lalu bagaimana sir.. apa yang akan dilakukan???"
"Entahlah... Yang jelas aku tidak mau keluarga ku tahu apa yang terjadi, rahasiakan ini sementara.... Menurutmu bagai mana caranya agar waris itu tidak jatuh pada wanita itu?" Lanjut Theo pandangannya lurus menerawang.
Jordan mengerutkan dahinya tipis, "Secara hukum dikeluarga ini mungkin nona Riana sudah sah menjadi ahli waris selanjutnya, dan agar tuan mempunyai hak atas wanita itu, sah kan secara hukum dalam ikatan pernikahan, tentu harta yang menjadi milik nona akan tetap menjadi milik tuan, maaf itu pendapat saya sir...." runtut Jordan
Theo terdiam, ia mendengarkan saran Jordan seksama, tidak salah jika Jordan menjadi kaki tangan Theo selama ini, sudah sejak 15 th, Jordan mengabdi pada keluarga Willenberg, sejak ia berusia 20th, setiap kesulitan yang dihadapi Jordan selalu memecahkan dengan tertata rapi.
Tidak ada tanggapan Theo disana
"Karena sepertinya Nona Riana tidak mengetahui makna dari cincin itu, dan dia mengatakan bahwa ia harus menemukan keluarga tuan besar untuk mengembalikannya, " lanjut Jordan "mungkin juga tuan besar memang menginginkan nona Riana menjadi keluarga Willenberg"
Theo tak jua menjawab pernyataan Jordan, tatapan nya sulit diartikan, senyum licik diwajahnya dengan mata yang nyalang dengan kobaran emosi.
Aku memiliki hak pada wanita itu?
Waris itu tidak akan turun padanya
Juga tentu saja menyenangkan jika bisa bermain-main dengan wanita itu
Membayar semua sakit yang diperbuat keluarga iblis itu pada keluarga ku
sungguh menarik....
...Tbc...
Lanjuuut 💃💃💃💃
like n komen nya Kaka..... 😘😘😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Halimah Ahong
mnarik apa mngkin kluarga Ana di jebak 🙄
2021-08-02
1
Mutiara Wati
bagus jln citanya
2021-07-31
1
Sri Widjiastuti
blm paham aja nii.. masih tanda??
2021-07-10
1