Ana POV
Siang itu Ivan menghubungiku untuk menyelesaikan persyaratan kelulusan dan pendaftara ke universitas.
Yah.... Aku memutuskan untuk melanjutkan ke universitas yang berada di Barhaul saja agar tidak jauh dengan Daddy.
Setelah dari senior high school aku memutuskan pergi ke taman kota dengan Ivan menghabiskan sisa hari itu, langit mulai mendung dan matahari malu-malu masuk peraduan. Kulihat banyak sekali mobil hitam-hitam berseliweran disana.
Tidak biasanya.
Ah mungkin saja sedang ada pejabat yang lewat.
Yasudahlah.
Langit semakin menggelap dan awan ikut mendung. Aku dan Ivan memutuskan untuk pulang.
Gerimis mulai membasahi tanah. Kami berlari menuju parkiran. Sesampainya di mobil Ivan langsung menyalakan mobil nya dan meninggalkan taman kota.
"Huft untung saja masih sempat, kalau tidak kita akan kehujanan, apa kau basah ana?"
"No Ivan, hanya gerimis tidak kan buat aku basah kuyup ...hehhehe"
"Ya ya aku tahu, tapi kau tampak lucu jika basah kuyup seperti kucing yang tercebur ke kolam" tawa Ivan tergelak memenuhi seisi mobil.
" Lihatlah...." Lanjut Ivan sambil mengacak rambut ana.
"Hentikan Ivan..sungguh kau ini...." Ana menepis tangan Ivan sambil cemebrut.
"Beristirahat lah ana...."
"Hhmmmm..."
Perjalanan dari pusat kota cukup jauh 30 menit menuju rumah aunty Edna. Aku memejamkan mataku, gerimis selalu membuat hati ini kelabu...
Sekelebat aku teringat memori saat aku berusia 7 tahun, saat itu gerimis, di bawah payung hitam, aku memandang Daddy terlihat ada air mata di wajahnya, ia menangis disana, tepat didepan batu nisan kami berdiri, wajah nya tertunduk meskipun mata nya tertutupi kacamata hitam, ia meremas tangan ku. Tak banyak yang bisa aku lakukan, sungguh yang ku mengerti hanyalah momy sudah tak bersama kami, ketika aku kehilangan momy saat itu aku masih berusia 5 th, tak banyak kenangan ku bersama nya. Hanya sekelebat potongan kebersamaan kami bertiga, mungkin karena aku masih kecil.
Kubuka mataku.... Ingatan itu selalu kembali ketika langit sendu diiringi gerimis...
Ya gerimis itu...
Selalu sendu...
Selalu kelabu....
POV Ana end
...***...
"Ana bangun sudah sampai" Ivan menggoyangkan lengan Ana, sambil mengerjapkan mata ana melihat keluar jendela, gerimis masih membasahi tanah, dan malam sudah pekat.
"Ah yah.... Aku cukup lama tidur sepertinya"
"Hahaha, baiklah cepat turun kau bisa bawa payung itu di jok belakang"
Ana melirik kebelakang, ia menggeleng
"Tidak perlu Ivan ini hanya gerimis, aku akan berlari saja, terimakasih brother... Aku selalu berhutang padamu" ana tersenyum tulus disana.
"Ada angin apa kau berterimakasih, hahah, seperti kau tidak selalu merepotkan ku saja, sudah sana bergegas, aku tidak bisa mampir kali ini"
Ana mencebik "Yeah pergilah... Aku tahu kau buru-buru akan bertemu Alisia bukan?" Kekeh Ana "Titip salam padanya ya, bye Ivan.... Thanks...."
Ana keluar dari mobil ia bergegas memasuki pekarangan rumah aunty Edna, sambil menghela gerimis dengan tas nya ia melihat ada mobil polisi terparkir.
Ada apa?
Setengah berlari ia masuk melewati pekarangan rumah, langkahnya memelan dan terhenti tepat di pintu yang terbuka.
"Sejauh ini kami belum menemukan ada jejak maupun jasad dari Tn Thomas jadi kami menyimpulkan dia masih hidup, tapi masalahnya di pistol yang berada di TKP terdapat sidik jari nya"
"Dan itu berarti Tn Thomas di curigai sebagai tersangkanya" lanjut sang opsir
Deg
Nafasnya tercekat, rongga dada nya terasa kosong, matanya melebar, ana tak percaya apa yang dia dengar.
Tidak...
Itu tidak benar...
"Ti....tidak mungkin....."
Semua orang beralih pada sosok yang berdiri di pintu.
"Tidak mungkin Daddy yang melakukannya" bantah ana.
"Maafkan kami, kami tidak bisa berbuat banyak semua bukti mengarah padanya"
Ana merasa aliran darahnya berhenti, wajahnya pucat, nafasnya terasa sulit, air matanya mengucur deras, pegangannya pada daun pintu melemas, lututnya bergetar sudah tak mampu lagi menopang tubuh nya
Seketika tubuh itu eubuh kele lantai, Edna segera berlari menghampiri ana pandangannya menggelap dan kesadarannya hilang.
...***...
Gerimis masih mangguyur kota Barkhaul pagi itu, ana duduk diranjang melipat kedua lututnya dan menelusupkan kepala disana, wajahnya menengadah memandang jendela yang nampak gerimis.
Setelah terbangun dari pingsan ana menangisi sang ayah semalaman, matanya bengkak suaranya parau. Ia hanya termenung meratapi nasib nya dan hanya berdiam diri di kamar.
Terdengar suara sayup-sayup dari luar.
"Mom lihat ibunya penculik dan ayahnya seorang pembunuh... Oh God ada apa dengan keluarga mu mom" Rosa bersuara sengaja ditinggikan agar terdengar ana.
"Sshhttt.... Rosa bisa kau pelankan suara mu, terdengar ana nanti!!" suami Edna bersuara.
"Hentikan.... Rosa, tidak mungkin Thomas melakukan itu, dan cukup kau menjelek-jelekan mereka, ini tidak seperti yang kau pikirkan, ana itu saudara mu" bela Edna
Sambil berkacak pinggang rosa menjawab Edna "Ini yang terjadi mom, keluarga itu memang kriminal.. apa yang mom ragukan? sudah banyak buktinya dan bukan aku yang bilang bukan, itu polisi yang mengatakannya... Aku malu..... Aku malu bersaudara dengan anak penculik dan pembunuh...."
"Cukup Rosa!!!! Hentikan.....mom kecewa padamu" Edna melangkah dengan langkah lunglai, air matanya luruh, ia meratapi nasib keponakannya itu,
Sungguh miris.
Mendengar percakapan diluar sana ana hanya bisa diam diiringi air mata yang tak kunjung surut.
Apakah itu benar??
Maafkan aku aunty...
Mom dad apa yang harus ku lakukan??
...***...
Disebuah kamar bercat putih tergeletak sesosok lelaki paruh baya, ya dia Maxime Alferdo Willenberg, terbaring koma di ranjang pesakitan, dengan alat-alat penunjang kehidupan yang terpasang di tubuhnya, dadanya dibebat kasa tebal, ruangan itu senyap hanya suara konstan dari monitor pendeteksi adanya kehidupan disana.
Di luar kamar itu seorang laki-laki muda berdiri memandang sendu kearah ranjang itu yang hanya terhalang kaca tembus pandang. Ia menghela nafas.
"Maaf sir, ini laporan yang anda minta.." ucap Jordan sambil menyodorkan map nya ke arah Theo. Theo membukanya ia membacanya berulang kali... Mata tertuju pada sebuah foto dan nama disana.
Dengan senyum smrik matanya menggelap.
"Killian....."
...***...
Langit sudah menghitam, hujan gerimis telah surut, suasana di rumah itu cukup sepi tidak ada makan malam seperti biasa. Edna dan Nikolay masih berada di kantor kepolisian. Ana baru saja sampai rumah, ai baru saja dimintai keterangan di sana.
Di rumah itu hanya ada Rosa dan adik-adiknya yang berada di kamarnya masing-masing. Ana melangkah kedalam rumah setelah menutup dan mengunci pintu ia menghampiri dapur untuk segera melepas dahaganya, duduk di kursi tinggi konter dapur sambil meneguk air mineral yang diambil dari kulkas, pandangannya kosong.
Tok
Tok
Tok
Lamunannya buyar, ana mendekati pintu, dilihatnya keluar lewat jendela disisi pintu, terlihat beberapa orang bertubuh besar dan berpakaian rapi disana, dahinya mengkerut.
Siapa??
Tak lama ketukan pintu terdengar lagi, dengan menghela nafas ana membuka pintu itu.
"Selamat malam nona?" Salah satu seorang bertubuh besar mengjulang dihadapannya.
"Selamat malam..."sambil gugup ana mengeratkan pegangan pada gagang pintu "ada yang bisa saya bantu?"
"Apa benar ini kediaman keluarga Killian?"
"ya.... be....benar, ada apa ya?" Tanya Ana.
"Nona Killian??" Terdengar suara dari arah belakang laki-laki itu, sang tubuh kekar beringsut mundur mempersilahkan sang Tuannya mendekat.
Theo melangkahkan kaki nya mendekat, dengan langkahnya yang besar dengan cepat ia menghilangkan jarak yang tak seberapa. Raut wajah yang gelap, tersenyum miring dan menatap tajam kearah ana.
"Is that you Miss Killian.........?"
Deg
...TBC...
Yuhuu 💃💃💃💃 lanjut ya....
Rekam jejak nya ya... 🕺🕺🕺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Esther Nelwan
cpt bgun max takutnya theo nyakitin ana ...
2022-09-13
1