Hari-hari berlalu, masih sama seperti sebelumnya Ana wajib ikut sarapan pagi dimeja makan, dan tentu saja tidak ada percakapan.
Hening.
Terdengar suara alat makan diletakan diatas piring, theo telah selesai dengan sarapannya. Ia memanggil Jordan sang asisten.
"Ya...sir.... Anda memiliki pertemuan di Brimingham dan pertemuan itu beberapa hari.... Penerbangannya setelah jam makan siang nanti sir.... Saya telah mempersiapkannya" jawab Jordan dengan sopan.
"Baiklah siapkan saja, sebelumnya kita ke kantor"
Jordan mengangguk.
Ana terkesiap mendengar percakapan tersebut. Ia melirik kearah Theo.
Berarti pria itu tidak akan ada beberapa hari ini.
Ah ya ini kesempatan ku?
Hatinya bersorak gembira, nampak senyum bahagia tertahan disana. Ketika Theo beranjak Ana menegakan kepalanya memberanikan diri meminta izin pada Theo.
"Tu..tuan.... " Seketika Theo berhenti tanpa menolehkan kepalanya.
"Apa? Apa lagi yang kau inginkan huh?"
Tangan Ana mengepal, Ia mencoba tersenyum dipaksakan.
"Bo...bolehkah aku pergi ke rumah kaca itu?"
Theo terdiam sambil menghela nafas, kemudian berbalik dan menatap tajam.
Seketika nyali Ana menciut. Tapi ia tak boleh kalah, ia akan memaksakan peruntungannya.
"Bo..bolehkah tuan? Aku hanya ingin membaca buku disana..." Pinta Ana dengan wajah memelas.
Theo menatap netra indah itu, kemudian menghembuskan nafas nya.
"Terserah, lakukan apa yang kau mau" jawab Theo dingin.
"Terimakasih...." Ana tersenyum tulus, di wajah cantiknya nampak binar bahagia disana. Sejenak Theo mematung kemudian ia berbalik meninggalkan Ana.
Yah setelah sarapan bersama itu Theo mengijinkan Ana keluar dari kamarnya, tentu saja Ana tidak tinggal diam, ia segera menghafal lorong dan ruangan yang ada disana. Memperhatikan kapan maid melakukan pekerjaannya, hingga menuliskan kapan saja para bodyguard itu berganti shift atau istirahat. Setelah mengawasi sekitar, setiap harinya Ana akan menghabiskan waktunya di perpustakaan, membaca buku dan tentu saja merencanakan kepergiannya. Namun sayang, kebebasan Ana hanya sampai dalam mansion saja, ia tidak diperbolehkan keluar dari mansion, dan rumah kaca itu bisa menjadi batu loncatannya.
Tercetak senyum kemenangan disana, selangkah lagi ia bisa keluar dari sana.
Semoga
...***...
Menjelang siang Ana masih berada di perpustakaan, setelah dirasa cukup Ana keluar ia mencari-cari Vivian.
Ana berjalan dilorong itu, tepat disamping perpustakaan itu, ada ruangan yang sama besar dan selalu tertutup, Ana memadangnya dari jauh, tak lama keluarlah seorang maid dari sana, nampak membawa peralatan kebersihan, sepertinya ruangan itu telah di bersihkan. Baru saja ana hendak memanggil maid tersebut Vivian datang mendekat,
"Nona mencari saya...." Ana tercekat.
"Ah ya bibi.... Aku mencari mu..."
Vivian tersenyum.
"Ya nona apa ada yang nona butuhkan?" Tanya Vivian.
"Ya bibi... Aku ingin ke rumah kaca itu, aku telah mendapat ijin dari tuan" ucap Ana dengan ceria sambil menggerakan kedua tangannya yang memegang beberapa buku yang di bawanya dari perpustakaan.
"Mari nona saya antar....., Nona nampak bahagia hari ini...." Goda Vivian sambil senyum disana, mereka berjalan bersama.
"Tentu saja bibi..." balas ana dengan semangat.
Tentu saja, hanya tinggal beberapa langkah lagi aku bisa keluar dari sini.
"Oh ya bibi..tadi aku melihat ada ruangan yang selalu tertutup disebelah perpustakaan, itu apa Bi?" Tanya Ana penasaran.
"Ah itu ruang musik nona... Ruangan nyonya besar, namun sudah tidak pernah dibuka lagi semenjak nyonya tiada dan tidak ada yang boleh masuk selain tuan dan tuan besar, hanya boleh di buka jika ingin dibersihkan" jelas Vivian.
Ana menganggukan kepalanya,
"Bisakah bibi ceritakan apa yang terjadi pada nyonya?"
Vivian berhenti melangkah ia menatap ana dengan tatapan tak terbaca.
"Sebaiknya jangan disini nona, setelah sampai di rumah kaca saya akan ceritakan"
Ana mengangguk, kemudian mereka melanjutkan langkahnya.
Sesampainya di rumah kaca itu, Vivian langsung membuka kunci pintu kaca. Ana melangkahkan kakinya ia terkesima melihat ruangan yang begitu indah baginya, dengan begitu banyaknya tanaman menggantung berwarna warni, suasana sejuk, udaranya bersih, tercium bau beberapa bunga disana.
Ditengah ruangan terdapat beberapa sofa yang tampak nyaman disana. Ana semakin mendekat, ia berkeliling melihat-lihat tanaman yang hidup disana, tampak terawat dan segar.
"Indah sekali bibi.... Rasanya aku akan betah disini..." Ucap ana sambil tersenyum pada Vivian.
"Terimakasih bibi....."
"Berterimakasih lah pada tuan nona...."
Wajah ana memerah.
"Ah yah bi...." Ana mengarahkan pandangannya ke sekeliling, kemudian ia mendudukan tubuhnya, merasakan nyamannya sofa empuk itu, tak lama Vivian mendekat.
"Nona tidak apa jika saya permisi ke dapur sebentar, saya akan menyiapkan makan siang..."
"Tentu saja bibi.... Bolehkah aku makan siang disini?"
"Baik nona akan saya siapkan...."
"Terimakasih banyak bibi...."
Kemudian Vivian pergi setelah menunduk hormat, Ana menikmati kesendiriannya di tempat itu, ia membuka buka yang tadi dibawa. Di buku itu tersimpan beberapa lembar catatan hasil pengamatannya seminggu belakang ini. Tak lupa juga ia membuat denah dan titik-titik letak cctv dimansion itu guna mempermudahnya nanti.
Sekarang waktunya mengamati bagian luar mansion.
Dengan semangat Ana mengamati sekitar, gadis itu mendekat ke arah jendela yang menghadap gerbang belakang. Asik dengan pengamatannya, terdengar langkah kaki mendekat, Ana buru-buru menutup catatan tersebut dan membalik halaman buku tersebut, kemudian ia menolehkan kepalanya, nampak Vivian dan beberapa maid membawa beberapa nampan ditangannya.
"Selamat siang nona... Saya bawakan makan siangnya..." Senyum Vivian mengembang disana.
"Ah ya bibi... Letakan saja..."
Vivian mengangguk, langsung saja para maid itu menata letak di meja tersebut, setelah selesai mereka bergegas keluar setelah menunduk sopan.
Ana mendekat ke arah meja tersebut, ia duduk di salah satu sofa disana.
"Bibi ini terlalu banyak... Aku tidak akan menghabiskannya, bagaimana jika kita makan bersama?" Tanya Ana.
"Tidak terimakasih nona tidak perlu, saya merasa tidak pantas jika harus satu meja dengan nona"
"Ya Tuhan bibi ini kenapa, aku bukan siapa-siapa kenapa bibi berkata seperti itu, bibi kuanggap sudah seperti keluarga ku... Ayolah bi.... Sambil ceritakan tentang nyonya besar....yah yah.." rayu Ana dengan wajah memelas.
Vivian berfikir, ia menatap wajah Ana yang memelas, tak tega melihatnya seperti itu.
"Baiklah nona...."
"Ayo bi... Mari kita makan...."
Setelah makan siang itu selesai Vivian membereskan nampan tersebut, vivian menyodorkan dessert kepada Ana.
"Ah terimakasih bibi, sekarang waktunya bercerita"
Vivian mengangguk, dimulailah cerita peristiwa yang terjadi 14 th yang lalu.
"Waktu itu saya berusia 25 tahun, saya sudah bekerja pada keluarga Willenberg 5 tahun saat itu, kejadian itu bermula ketika keluarga Willenberg pergi ke mansion utama untuk merayakan tahun baru, dalam perjalanan terjadi kecelakaan, mobil mereka terseret hingga kedalam hutan beruntungnya keluarga Willenberg baik-baik saja, namun damian tuan termuda yang berusia 5 tahun di culik saat kejadian naas itu, dari para saksi yang melihat yang menjadi penculik itu adalah seorang perempuan muda dengan dress violet.
Penculik itu membawa kabur tn Damian hingga 4 hari dari kejadian masih belum ditemukan. Hari ke 5 hasil pencarian membawa hasil, perempuan yang menculik tn Damian ditemukan dalam keadaan bersimbah darah sambil memeluk tn Damian. Mereka menemukannya di jalan menuju mansion utama. Perempuan itu meninggal ditempat setelah tertabrak mobil. "
"Oh God...." Ana terkejut, ia teringat ucapan Theo, seketika wajahnya memucat, tangan nya gemetaran.
"Bi...bibi.... Apa bibi tahu siapa perempuan itu?" Ana gugup ia berharap jika itu bukan yang ia bayangkan.
"Ah ya.. saya hanya mengingat nama belakangnya, jika tidak salah.... Killian.... Ya nama kelurga Killian..."
Deg
Nafas ana tercekat, jantungnya seolah-olah berhenti, tangannya semakin dingin.
Tidak mungkin
Tidak mungkin mom melakukan nya bukan
Tapi...
Vivian menatap raut wajah Ana brubah, nampak air mata sudah menggenang disana.
"Nona.... Apa anda baik-baik saja..." Vivian mengenggam tangan ana yang teraba dingin.
"Bibi... Benarkah itu?"
Vivian menatap ana dengan tatapan bingung.
"ya...nona... Apa nona mau lihat berita itu? Saya rasa kabar berita itu masih bisa di temukan di internet..."
Ana mengangguk, ia masih merasa ini tidak mungkin. Vivian mengeluarkan ponsel nya dan mencari berita 14 tahun yang lalu itu. Tak butuh waktu yang lama artikel-artikel itu bermunculan. Vivian mendekatkan ponsel itu, Ana langsung mengambilnya, menggulirkan keatas kebawah, matanya melihat artikel-artikel itu dengan seksama. Disana nampak beberapa artikel jelas menuliskan bahwa tuan muda Damian Sulivan Willenberg meninggal setelah penculikan dengan nama Nausha Killian sebagai tersangka.
Tidak hanya 1 artikel yang menulis itu, hampir semua mencantumkan dengan jelas nama Killian sebagai tersangkanya. Dan yah... Cerita yang disampaikan Vivian isinya sebagian besar sama dengan artikel-artikel tersebut bahkan nampak foto-foto sang ibu yang menghiasi berita tersebut.
Tubuh Ana lemas, ia tak kuasa menopang tubuhnya, seketika pandangannya menggelap.
Mom benarkah kau melakukannya....
...TBC...
Tinggalkan jejak ya.... 🥰🥰🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments
Rosmery Napitu
salah prediksi...yg menolong ya killan...klo yg menculik killian otomatis anak itu sdh ikut lenyap
2023-07-24
0
Halimah Ahong
mngkin slah fham 🙄
2021-08-02
1
Sri Widjiastuti
yg menculik mungkin wanita &yg menolong demian saat diculik jg wanita, mungkin ibunya riana. 😆😆naasnya tertabrak mobil. dan... penculik asli terbebas dr tuduhan...
2021-07-10
3