Plaaakk.... sebuah tanparan mendarat di pipi Alan dengan begitu kerasnya hingga membuat sang empu tersentak kaget, pasti banyak pertanyaan dengan tamparan itu, apa salahnya? kenapa mamanya sampai marah tanpa memberi alasan?
Maksud ingin beristirahat sejenak di rumah orang tuanya setelah penat seharian bergulat dengan dokumen malah sebuah pukulan yang Ia terima.
''Ada apa ini, Ma?'' masih tak percaya kalau mamanya akan melakukan hal itu padanya, dan baru kali ini Alan menilik wajah Bu Yanti saat berapi api.
''Tanyakan pada diri kamu sendiri,'' menunjuk ke arah dada Alan kemudian pergi meninggalkan Alan yang masih mematung di ambang pintu.
Apa maksud mama, apa Dinda mengadu ke mama dengan perlakuanku selama ini, kurang ajar sekali, dia fikir dia siapa, sudah berani beraninya bilang ke mama, awas kamu ya, aku pastikan kamu akan bungkam untuk selamanya, karena aku nggak akan terima.
Setelah memukul pintu dengan kepalan tangannya, Alan kembali masuk mobil menuju rumahnya.
Dalam perjalanan tak ada yang di fikirkan selain amarahnya untuk Dinda, Wanita yang baru di nikahinya beberapa hari itu kini benar benar membuatnya murka.
Aku nggak peduli mau kamu adiknya Faisal atau siapapun, yang pastinya kamu sudah membuat mamaku sendiri membenciku, dan aku pastikan kamu akan merasakan akibatnya.
Sesampainya, Alan langsung saja masuk ke dalam rumahnya, di panggilnya Bi Romlah yang saat ini sibuk di dapur.
''Iya Den, ada apa?'' jawab Bi Romlah menunduk.
''Apa Dinda sudah pulang, Bi?'' tanya Alan dengan nada datarnya.
''Baru saja den, sekarang Non Dinda lagi ada di kamarnya.'' jawab Bi Romlah menjelaskan.
Tak mengeluarkan sepatah kata pun, Alan pergi menaiki anak tangga, entah ke kamarnya atau ke kamar Dinda, yang pastinya Bi Romlah merasa ngeri saat menatap wajah Alan yang sudah di penuhi dengan amarah.
Tanpa mengetuk pintu Alan membuka kamar Dinda dengan keras.
Dinda yang baru saja membuka baju tersentak kaget melihat Alan yang kini sudah mematung di depan pintu, sontak gadis itu menyambar selimut untuk menutupi tubuhnya.
''Kakak...'' dengan suara gemetar gadis itu berjalan mundur saat Alan melangkahkan kaki untuk mendekatinya.
Kak Alan kenapa, kelihatannya dia marah,
batin Dinda.
''Ka... kakak kenapa?'' tanya Dinda lagi, makin gemetar sambil mencengkeram selimut yang kini menutupi tubuh polosnya.
Sedangkan Alan malah menyunggingkan bibirnya dan makin mendekatkan wajahnya saat Dinda terpentok di sudut tembok.
''Ini kan yang kamu mau,'' menarik selimut Dinda dan melemparkannya ke sembarang arah.
Dinda yang merasa malu hanya menyilangkan kedua tangannya di area tubuh nya, jantungnya berdegup dengan kencang, mendominasi antara takut dan malu, ini pertama kalinya Ia berada di depan laki laki tanpa busana, meskipun Alan suaminya tidak sepantasnya Ia berbuat seenak jidatnya.
''Kak, aku mohon, jangan seperti ini.'' Dinda menitihkan air matanya dan menggeleng gelengkan kepalanya berharap Alan pergi darinya.
Bukan mengasihani, Alan malah tertawa lepas seakan penuh kemenangan.
''Bukankah ini yang kamu inginkan?'' mengelus pipi Dinda dengan senyum menyeringai, makin memasang wajah liciknya di depan istrinya yang ketakutan.
''Apa maksud, Kakak?'' tanya Dinda, mencoba untuk memberanikan diri menghadapi suaminya.
''Heh... jangan pura pura bodoh,'' menarik lengan Dinda dan membawanya ke atas ranjang, Alan menghempaskan tubuh istrinya lalu membuka baju yang di pakainya.
Apa kak Alan akan melakukannya sekarang, tapi kenapa harus dengan cara seperti ini, kenapa dia harus marah sama aku, apa salahku? tanya pada diri sendiri, karena Dinda merasa kalau seharian ini Ia tidak melakukan kesalahan apapun.
Meskipun sudah merasa terperangkap, Dinda masih mencoba untuk menghindar, namun nihil, Alan sudah menyeret kakinya dan membawanya kembali dalam dekapannya.
''Kak, aku mohon lepaskan aku!" masih dengan nada mengiba, sedangkan Alan sudah tak peduli lagi, setan sudah menguasai dirinya saat ini hingga ia tak mendengarkan bisikan bisikan kebaikan dari mulut Dinda yang memelas.
Masih dengan tangisannya gadis itu kini berada di bawah kungkungan suaminya yang tanpa kasihan memaksa Dinda untuk melayani ***** birahinya.
Dinda yang sudah merasa tercekam, akhirnya pasrah dengan apa yang di lakukan Alan sore itu, bahkan semburat jingga menjadi saksi pergulatan paksa antara suami istri dari jendela yang masih terbuka lebar.
Alan begitu kejamnya mengambil mahkota istri keduanya tanpa memikirkan tubuh Dinda yang mulai gemetar dan tergolek lemas dengan aksinya yang begitu brutal.
Hampir satu jam terlewati keduanya beradu keringat di dalam kamar yang dingin, kini Alan ikut ambruk di samping Dinda, namun pria itu masih merasa tak bersalah sedikit pun, malah tersenyum sembari menatap langit langit kamarnya, sedangkan Dinda memilih untuk memiringkan tubuhnya memunggungi Alan.
''Jangan nangis, bukankah tujuan kita nikah untuk mempunyai anak, kenapa harus kamu tangisi, apa kamu menyesal sudah melakukan kewajibanmu?" Meremehkan.
Dinda menggeleng, meskipun hatinya mengangguk.
Tapi tidak seperti ini caranya kak, kamu tidak meminta, tapi kamu mencurinya dariku, aku benci dengan semua ini, aku kira kamu pria yang baik, tapi apa? bahkan kamu tidak lebih dari laki laki brengsek di luaran sana.
Hanya dengan air matanya kini Dinda menyesali dengan pilihannya menikahi Alan, namun lagi lagi Ia harus kembali memikirkan abang dan keluarganya yang sudah mengira kalau pernikahannya baik baik saja.
Setelah membaringkan tubuhnya sejenak, kini Alan beranjak memakai bajunya kembali.
''Ingat! jika kamu sampai berani bilang ke mama apa yang aku lakukan, aku bisa berbuat lebih parah dari ini," ancamnya sebelum pergi meninggalkan Dinda yang telah Ia lukai berlipat ganda, bukan hanya mahkota yang Ia renggut tapi juga hatinya.
Kini mantan perawan itu hanya bisa meratapi nasibnya.
''Kenapa harus jadi begini?" menarik selimutnya kembali membawanya ke kamar mandi.
Dinda berdiri di bawah sower dan mengguyur seluruh tubuhnya berharap luka yang di torehkan Alan ikut mengalir bersama air yang mengalir.
Sedangkan Di kamar sebelah Alan pun membaringkan tubuhnya dan memejamkan matanya menunggu Syntia pulang, baru juga segelayar dengan mata terpejam pintu kamarnya terbuka sosok yang di tunggu di sana.
''Hai, kamu sudah pulang," sapa Alan menghampiri Syntia.
Wanita itu tak menjawab hanya tersenyum dan menaruh tas tangannya.
''Kamu kok tumben sih mas pulangnya awal, biasanya juga malam?" tanya Syntia menyelidik saat menatap wajah Alan yang masih di penuhi keringat belum lagi bajunya yang kusut, bahkan bagian atas tak berkancing.
''Nggak ada rapat penting jadi aku pulang," jawabnya, mendekati Syntia yang kini duduk di tepi ranjang.
''Kamu yakin hanya itu?'' Syntia makin menyelidik saat melihat luka cakaran di bagian leher Alan.
Alan mengangguk cepat.
Kamu itu terlalu bodoh untuk berbohong mas, aku yakin kamu habis dari kamar Dinda, dan pasti sudah terjadi sesuatu sama kalian, it's okey, yang penting aku tetap jadi yang utama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
Sitorus Boltok Nurbaya
Kontak bathin ibu tidak bisa di bohongi😪
2022-05-01
0
Sitorus Boltok Nurbaya
Ahhh Alan.. Alan belajarlah Adil . mkn tuch cinta syintia😡😡😡
2022-05-01
0
💜jiminaa💜🐣
miris bnget hidup mu din ya tapi sesuai lah dgan judul ny kan
2021-10-22
0