Dengan mata yang masih sembab, Dinda membuka pintu setelah beberapa kali ketukan di dengarnya, ternyata Faisal dan Alan, namun gadis itu sama sekali tak menatap kedua pria tampan yang masih mematung di depan pintu, dan memilih kembali untuk masuk kamar.
Dengan berjuta keberaniannya, Faisal membuka pintu kamar Dinda yang tidak terkunci, sedangkan Alan memilih untuk duduk di sofa ruang tamu.
Dentuman sepatu dan lantai makin terdengar nyaring, itu tandanya Faisal semakin dekat, namun Dinda masih bergeming dan kembali menitihkan air mata saat mengingat dengan tegasnya Abangnya menyetujui permintaan Bu Yanti tanpa aba aba darinya.
''Kamu makan ya, Abang nggak mau Kamu sakit, pasti Ibu dan bapak nyalahin Abang karena nggak bisa jagain Kamu, membuka kotak nasi kesukaan Dinda, masih tak menggubris, Dinda menatap lekat dinding yang masih berdiri kokoh di depannya.
Tak mendapat respon dari sang adik, Faisal memutar otaknya untuk membujuk Dinda supaya mau makan seperti yang sering di lakukannya sewaktu masih kecil.
''Oke, kalau kamu nggak setuju menikah dengan Alan, tidak apa apa biar nanti abang yang bilang ke tante Yanti, entah serius atau tidak, namun itulah yang meluncur dari mulut Faisal.
''Aku setuju, ucap Dinda tiba tiba, menoleh ke arah Faisal yang duduk di sampingnya.
Aku tau pasti itu jawaban kamu.
Keduanya bersihadap dan kembali saling memeluk erat.
''Terima kasih ya Din, Abang nggak tau harus bilang apa, Abang harap pilihan Kamu ini yang terbaik buat kehidupan Kamu dan keluarga Sudrajat.
Jika ini memang harus terjadi, aku ikhlas Bang, meskipun hati aku masih sakit harus menjadi istri kedua.
Dengan suapan Faisal, Dinda menghabiskan satu kotak makanannya karena seharian penuh memang Ia sama sekali tak mengisi perutnya meskipun keroncongan.
''Aku mau bertemu dengan pak Alan dan istrinya,'' ucapnya setelah Faisal mengelap mulutnya.
Faisal mengangguk dan tersenyum.
Abang memang paling bisa membuatku luluh, setelah pernikahanku ini aku juga ingin melihat abang menikah dan bahagia setelah perjuangan Abang selama ini untuk keluarga.
Keduanya keluar dari kamar, Dinda menemui Alan yang dari tadi hanya bengong, tak ada yang memberikan minum, apa lagi camilan, sungguh Faisal memang keterlaluan, tidak sopan dengan bosnya tersebut bisa di bilang minim akhlak .
Alan menatap kedua saudara yang baru saja keluar dari kamarnya dengan raut wajah yang sedikit berseri, keduanya kini duduk di depannya, menunggu jawaban apa yang akan di terimanya saat ini.
Sepi.....belum ada yang mengawali percakapan, ketiganya saling diam, karena semua bingung memulai dari mana.
''Pak, akhirnya Dinda yang mengeluarkan suara duluan.
Alan mendongak setelah beberapa saat menuduk menatap lantai takut ada kecoa lewat.
''Aku setuju dengan permintaan Bu Yanti, mulai lugas dengan ucapannya, ''Tapi aku ingin berbicara dengan Bapak dan istri bapak,'' pintanya.
Alan mengangguk tanpa suara.
''Apa kamu mau menemui Syntia sekarang?'' tanya Alan, karena saat ini sudah waktunya jam pulang kantor, sekalian membereskan masalah yang memang rumit itu.
Faisal mengangkat kedua jempolnya ke arah sang adik yang saat ini meminta izin darinya, karena Faisal tau adiknya itu sudah lebih dewasa dan pasti selalu bijak dalam menyikapi masalahnya.
Tak ada pembicaraan dalam perjalanan, Alan diam, begitu juga dengan Dinda yang hanya menatap arah luar, namun sesekali Alan melirik ke arah Dinda.
Apa aku bisa mencintai kamu, sedangkan saat ini wanita yang paling aku cintai adalah Syntia istriku.
Sesampainya, Dinda jadi bengong memandangi rumah Alan yang tak kalah bagusnya dengan rumah pak Heru Sudrajat, bahkan rumah Alan terlihat lebih mewah dengan desain modern.
"Ayo masuk!" ajak Alan yang mendapati Dinda tak juga jalan mengikutinya.
''Syntia...,'' panggil Alan setelah mempersilahkan Dinda duduk.
Tak berselang lama wanita cantik itu turun dengan ponsel di tangannya tak lupa perhiasan glamor yang menghias tangan dan lehernya, belum juga jari nya yang jumlahnya sepuluh itu hampir tak kelihatan karena banyaknya cincin yang tersemat, kayak toko perhiasan jalan saja.
Masih terlihat cuwek dengan Dinda dan lebih mementingkan ponselnya, mungkin matanya sepet jika se detik tak menatap benda pipih tersebut.
''Syntia, Dinda mau bicara dengan kita,'' ucap Alan ke inti.
Sedangkan Syntia hanya melirik sekilas menegaskan bicara saja toh baginya tak penting.
''Mbak, Maaf jika aku menyetujui permintaan Bu Yanti, ucap Dinda ragu, takut kalau Syntia marah, namun apa, semua tak sesuai dugaannya karena Syntia benar benar tak peduli.
''Terus?'' ucap Syntia dengan nada cuweknya.
''Aku mau kita akur, dan juga restu dari Mbak, Aku tidak mau jika pernikahanku dengan pak Alan membuat mbak sakit hati, lanjut Dinda.
Pak lagi, setua itukah aku Din di mata kamu, gerutu Alan dalam hati.
Syntia tersenyum kecil, ''Justru karena kamu mau menikah dengan Mas Alan, aku merasa beruntung, karena dengan begitu, mama mertua tidak menghujat dan menganggu ku lagi, jelasnya, menegaskan jika Ia pun tak peduli dengan pernikahan Alan dengan siapapun itu yang akan menjadi madunya.
Kenapa seorang istri dengan mudahnya melempar suaminya ke orang lain, bukanlah mereka saling cinta, aku saja belum tentu bisa jika di madu, tapi kenapa mbak Syntia terlihat santai.
''Dan untuk pak Alan, kini Dinda beralih menatap wajah Alan dengan lekat, ''Aku tidak minta Cinta bapak, tapi aku hanya minta keadilan sebagai seorang istri, karena kita menikah bukan saling suka tapi perjodohan, dan satu lagi, aku ingin pak Alan mengizinkanku untuk belajar ,setelah Aku melakukan kewajibanku.
Alan hanya mengangguk tanpa suara menerima permintaan Dinda yang menurutnya sangat enteng, begitu juga dengan Syntia yang benar benar tak peduli dengan semua itu.
''Apa bapak tidak minta sesuatu dariku,?'' tawar Dinda sebagai imbal balik karena sudah menyetujui permintaannya.
''Anak, jawa Alan singkat.
Kedua wanita yang ada di depan dan sampingnya itu sontak menatap Alan bersamaan dengan tatapan selidik.
Kenapa mereka menatapku seperti itu, bukankah pernikahan ini hanya untuk mendapatkan anak, terus salahnya di mana coba.
''Iya ,bukankah ini niat dari pernikahan kita, dan aku ingin Anak dari Kamu, karena Syntia tidak bisa memberikan itu, jelasnya lagi supaya keduanya tidak salah paham dengan ucapan singkatnya.
It's okey, Semoga permintaan pak Alan bisa Aku kabulkan.
Sebuah negosiasi telah di rilis dan semuanya setuju, Dinda menyiapkan hatinya untuk menjalankan kehidupan barunya, begitu juga dengan Alan dan Syntia, karena mereka tau pasti pernikahan Alan dan Dinda akan segera di laksanakan mengingat Bu Yanti yang sudah geger dengan hal tersebut.
''Karena tak ada yang perlu di bicarakan lagi, Aku permisi.
''Aku antar, ucap Alan seraya mengikuti Dinda dari belakang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
Restu Siregar
sintya bakalan nyesel...
2021-12-23
0
Kristiani
buat Faisal nih lu gimana sih sal kek egois banget lu sama adik lu
2021-10-22
1
NasyafaAurelia🐧
sintya enteng ngisih ijin suamikk nikah lagi krn dia fikir uang ttp lancar
2021-10-20
1