Hati istri mana yang tak luka jika suaminya tak adil padanya. Meskipun pernikahannya bukan atas dasar saling cinta dan baru se umur kecambah, Nyatanya Dinda merasa sedikit sakit hati atas kepergian Alan yang meninggalkannya begitu saja.
Bahkan Dinda harus menyaksikan mobil Alan berlalu dari balik gerbang karena Faisal yang belum juga menjemputnya untuk nginep di Apartemen.
Mencoba sabar dan tegar menghadapi kenyataan yang pahit itulah Dinda saat ini mempertahankan rumah tangganya yang baru akan terjalin.
Semoga pulang dari Paris Kak Alan akan sadar keberadaanku dan akan menganggapku lebih. batinnya sebelum masuk untuk menyiapkan baju yang akan di bawanya.
''Non mau berangkat sekarang?'' tanya Bi Romlah.
Dinda mengangguk dan tersenyum lalu memeluk pembantunya yang begitu baik padanya.
Baru juga beberapa menit Dinda masuk kamar, suara ketukan pintu membuatnya terpaksa menghentikan aktivitasnya dan membuka pintu.
''Abang...'' teriaknya kegirangan dan memeluk pria dewasa yang sudah mematung di depannya.
Faisal mengelus punggung Dinda yang kelihatannya kangen dengannya padahal juga baru berpisah beberapa hari.
''Kamu sudah siap?'' tanya Faisal saat menatap tas Dinda yang sudah nangkring di atas ranjangnya.
''Sudah, ayo kita berangkat sekarang!" kembali mengambil tasnya yang sudah di penuhi bajunya.
"Din,'' Faisal menarik lengan Dinda yang lebih dulu keluar.
Dinda menoleh, meskipun Ia tau apa yang akan di ucapkan abangnya, namun gadis itu pura pura se ceria mungkin untuk menutupi kegundahannya.
"Apa kamu bahagia menikah dengan Alan?'' tanya Faisal bernada serius.
Dinda menghela nafas panjang dan menghembuskannya menggenggam tangan Faisal. "Aku bahagia, abang tenang saja, wanita mana yang tak bahagia menikah dengan pria kaya nan tampan seperti Kak Alan. Meskipun aku istri kedua, Kak Alan memperlakukanku dengan begitu baik,'' jawabnya.
Meyakinkan Faisal untuk tidak menghawatirkannya, entah itu nyata atau tidak, namun Faisal merasa tersinggung karena pernikahan Dinda ada dorongan darinya.
"Sekarang cepat, aku sudah kangen dengan apartemen Abang nih," menarik tangan Faisal keluar.
Bahagia ataupun tidak, aku akan tetap menjalaninya bang.
Tiba keduanya di depan pintu, di kejutkan dengan mobil yang masuk dari gerbang, keduanya hanya bisa menatap karena Faisal tau kalau itu mobil milik Pak Heru selaku papa mertua adiknya.
Setelah mobil berhenti, Bu Yanti serta pak Heru keluar dan bergegas menghampiri Dinda lalu memeluknya.
Bu Yanti mengelus rambut Dinda yang kini berada di depannya, ada rasa kasihan dan iba saat melihat wajah sendu Dinda.
"Kamu nggak apa apa kan?" tanya Bu Yanti, Sedangkan Dinda hanya menggeleng pelan masih bingung dengan alur maksud dari ucapan mertuanya.
Ternyata bukan cuma aku saja yang khawatir dengan keadaan Dinda, tapi tante Yanti juga sangat menyanyanginya dan pastinya aku tidak perlu takut, karena bukan cuma aku yang mendukung Dinda dan Alan, tapi kedua orang tuanya juga.
"Kenapa kamu nggak bilang kalau Alan akan ke Paris?" Bu Yanti menangkup kedua pipi Dinda.
Apa, jadi mama juga nggak tau kepergian Kak Alan, batin Dinda sedikit heran kenapa Alan nggak izin sama mamanya.
"Sekarang kamu ikut mama, nginep di rumah saja," ajaknya. Meraih tas yang di tenteng Faisal.
Faisal pun tak bisa berbuat apa apa dan membiarkan Dinda masuk ke mobil Bu Yanti.
"Sal, kamu handle pekerjaan Alan ya, nanti kalau kamu butuh bantuan telepon sekretaris ku,'' ucap pak Heru menuju mobilnya kembali.
''Jalan, Pak!'' titah pak Heru pada supirnya.
''Papa, harusnya kamu itu tegas sama Alan, jangan di biarin kayak gitu dong, kasihan kan Dinda, itu namanya nggak adil," ucap Bu Yanti serius dengan sedikit membentak.
Pak Heru ikut mendengus kesal, kenapa istrinya itu makin hari makin cerewet saja.
''Ma, Papa itu sudah tegas, kalau papa nggak mempan mama dong, lagian mulut mama tu yang lebih aktif kayak burung beo," cetus Pak Heru namun sedikit pelan, entah dengar atau tidak istrinya itu hanya membulatkan matanya.
Dinda tak jadi sedih malah menahan tawanya melihat kedua mertuanya yang saling cek cok namun lucu juga, ternyata orang yang berwibawa seperti Pak Heru kalah sama istrinya yang bentuknya bulat, tapi tetap cantik dan anggun.
Bukan hanya Dinda, Pak Sujad sang supir pun sering menahan tawa saat kedua majikannya itu berdebat di mobil, karena itu kebiasaan mereka.
Bu Yanti mengeluarkan ponsel dari tasnya.
''Aku harus ngomong sama tu anak, dasar nggak tau diri," gerutunya mengetik sesuatu, belum juga nempel di telinga, dengan tidak sopannya Dinda menahan tangan Bu Yanti.
''Ma, nggak usah di telpon, Aku yang nggak ikut kok, lagi pula aku nggak suka jalan jalan, apa lagi ke luar negeri," ucapnya meyakinkan Bu Yanti.
Demi menantu pilihannya, Bu Yanti mengurungkan niatnya untuk mengomel dari telepon.
''Maafin Alan ya," memeluk Dinda dengan erat karena Bu Yanti menganggap Dinda seperti anak perempuannya sendiri.
Setibanya di rumah mewah Pak Heru, Dinda dan Bu Yanti langsung masuk, sedangkan Pak Heru kembali pergi ke kantor dengan gerutu gerutu kecilnya yang di luapkan di depan Pak Sujad.
''Itu kelakuan papa kamu, ngeyel kalau di kasih tau nggak pernah mau dengerin omongan mama," masih bernada kesal, Bu Yanti mengantar Dinda ke kamar yang sudah di siapkan untuknya.
Ternyata mama dan papa lucu bahkan di depanku saja mereka berantem gimana kalau lagi berdua ya, batin Dinda geli memvisualisasikan saat keduanya di kamar hanya berdua saja.
''Sudah, ayo masuk!" menggandeng tangan Dinda setelah membuka pintu kamar mewah.
Bu Yanti tersenyum saat Dinda duduk di tepi ranjangnya menatap setiap sudut kamar Alan yang tak pernah berubah, sedangkan Dinda pun ikut duduk di samping Bu Yanti yang masih mengabsen ruangan.
''Kenapa, Ma?'' tanya Dinda penasaran.
''Ini tu kamar kesayangan Alan dulu waktu dia belum nikah," ucap Bu Yanti menepuk nepuk punggung tangan Dinda.
''Dia nggak mau mengubah desainnya, bahkan ini pun sprei kesayangannya," memegang sprei bermotif cowok yang terpasang.
Juventus, Baca Dinda dalam hati karena itu pula yang ada di kamar abangnya.
Ternyata Kak Alan dan Bang Faisal seleranya sama, batinnya lagi.
''Apa Kak Alan dan Mbak Syntia nggak pernah nginep sini?" tanya Dinda lagi, nggak mungkin kan suami dan istri pertamanya itu sesekali bermalam di rumah mertuanya.
''Pernah,'' jawabnya ketus, karena memang Bu Yanti nggak pernah suka dengan Syntia.
''Tapi mereka nggak tidur di sini, tapi di kamar sebelah, karena mama nggak pernah ngizinin mereka masuk kamar ini,'' jelasnya lagi sebelum Dinda buka suara.
Kenapa mama kelihatannya begitu benci dengan Mbak Syntia, sebenarnya apa yang terjadi antara mereka, padahal Kak Alan begitu mencintai istrinya itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
Yen Margaret Purba
fokuz t7an donk designer
kan ga harap cinta dr awal.
cm mau ksh anak
2022-02-16
0
Srimurni Murni
dinda tunjukkan bakatmu kalahkan sintya
2021-12-10
0
Linda Cebrettzz
kurang greget untuk karakter dindannya
2021-11-24
0