Hanya tinggal menunggu jam, gadis cantik itu akan menyandang status sebagai seorang istri, hatinya gundah dan bahkan tak bisa memejamkan matanya, di bukanya lebar lebar jendela kamarnya, angin malam mulai menyeruak masuk menerpa wajahnya sambil menatap rembulan yang bersinar sedikit mengobati hatinya yang kini redup dan tak bergairah, namun apa daya inilah yang terjadi.
Di saat otaknya berkelana terbang bersama bintang, ketukan pintu membuyarkan lamunannya, dengan sigap gadis itu menyeka air matanya yang mulai menetes.
''Masuk, ngga di kunci kok!" mencoba untuk tidak terlihat sedih.
Ternyata sang Ibu yang kini berjalan menghampiri ranjangnya.
"Lagi apa?" Tanya bu Tatik sembari merapikan selimut Dinda yang sedikit berantakan.
"Nggak Bu, gerah saja,'' kembali menutup jendelanya mendekati sang Ibu dan duduk di tepi ranjang.
Bu Tatik menatap AC dan ternyata nyala, bahkan hawanya itu sangat dingin.
"Ibu tau pasti abang kamu yang meminta mu untuk menerima perjodohan ini,'' celetuknya saat Dinda menyandarkan kepalanya ke pundaknya.
"Dan ibu juga tau, kamu belum sepenuhnya menerima nak Alan,'' ucapnya lagi menyunggar rambut Dinda dengan pelan.
Gadis itu tak bisa membendung lagi air matanya yang dari tadi sudah menumpuk di pelupuk matanya.
Namun Senyuman Bu Tatik kali ini membuatnya harus ikhlas.
"Ibu tidur di sini ya!" pinta Dinda merangkul perut wanita paruh baya tersebut, mungkin masih merasa kangen, karena setelah Ini Dinda tidak mungkin bisa bermanja lagi seperti dulu.
*************
Pagi ini memang sangat cerah, begitu juga dengan keluarga Sudrajat yang sudah siap untuk menyaksikan acara sakral Alan dan Dinda, namun wajah pengantin yang sudah di rias dengan begitu cantik itu nampak sendu.
Dinda tersenyum getir, kenapa semua ini harus terjadi padanya, di saat Ia ingin menjadi wanita yang sukses, kenapa harus di hadapkan dengan sebuah ikatan pernikahan.
"Yang semangat Non, sudah cantik, masa iya masih sedih gini," ucap MUA yang kini mengangkat kedua jempol di depannya.
"Kamu sudah siap, Din?" ternyata Faisal yang datang, pria itu pun terlihat tampan di temani wanita cantik di sampingnya.
Sedangkan Dinda yang menatap dari pantulan cermin pun terpaksa memutar tubuhnya dan beranjak.
"Ini pacar Abang?" tanya Dinda, sedangkan wanita itu tersenyum dan mengulurkan tangannya.
"Amel," ucapnya lembut, begitu pun dengan Dinda yang menerima uluran tangannya.
"Dinda," tapi apakah Pria itu jawab, tidak, dia hanya bisa bersiul dan mengelus tengkuk lehernya malu malu marmut.
"Lo.. kok masih pada di sini, ayo turun!" Bu Yanti dan Amel menggandeng tangan Dinda yang memang sudah siap.
Setelah mengantar Dinda ke tempatnya, Amel kembali menghampiri Faisal yang masih mematung di belakang.
"Kamu ini serius nggak sih sama Aku, kenapa juga saat Dinda nanya Kamu nggak jawab," bisik Amel marah marah, wanita itu gedeg dengan watak Faisal yang memang susah sekali untuk di ajak santai, yang ada hanya serius dan serius.
"Serius lah, kita kan masih lama nikahnya, jadi tenanglah, jangan buru buru," balas berbisik setelah Amel mencubit perutnya.
"Mana orang tua kamu?'' tanya Lagi Amel saat tamu undangan itu berhamburan mencari tempat duduk, sedangkan Amel masih saja celingak celinguk mencari Bapak dan Ibu dari pacarnya.
"Sal, ini siapa?" menepuk lengan Faisal dari samping.
"Eh.. Ibu," jawab Faisal kaget.
Apa ini saatnya aku kenalkan Amel ke Ibu dan Bapak, atau...
"Amel Bu, pacarnya mas Faisal."
Bu Tatik hanya bisa membelalakkan matanya, ternyata selama di kota anaknya itu sudah mempunyai kekasih yang di rahasiakan darinya.
"Ini Ibu aku," terpaksa deh bang Faisal memperkenalkan Amel karena kepergok, dan itu keberuntungan bagi Amel yang langsung memeluk calon mertuanya.
Ternyata Dia pinter cari cewek, aku kira dia nggak bisa pacaran, batin Bu Tatik tertawa geli.
Bukan tanpa alasan Bu Tatik menyangka seperti itu, karena selama di kampung pria itu sama sekali tak punya teman wanita, sering marah jika ada perempuan yang datang ke rumahnya meskipun teman Dinda, selalu saja bersikap cuwek, apa lagi menyapa, babar blas.
Sedangkan Dinda memasang wajah yang se ceria mungkin saat duduk di samping Alan, begitu juga dengan Alan yang masih saja menatapanya lekat.
Dia memang cantik, pantas mama cepat menyukainya, batinnya.
Namun pandangan Alan segera teralih setelah Syntia yang duduk di sampingnya itu berdehem.
Suasana hening, detik detik ucapan sakral dari mempelai pria segera terlantun, semua tamu undangan hanya bisa mengamati sesekali mereka berbisik dan memandang sinis ke arah Dinda.
"Masih muda juga sudah jadi pelakor, kasihan juga ya, masa secantik itu nggak laku sih, sampai mau menjadi istri kedua," bahkan satu bisikan tamu yang di dengar Dinda itu masih melintas di telinganya saat ini.
Tak peduli hujatan mereka, anggaplah itu hanya lah anjing menggonggong karena mereka tak tau permasalahannya.
Sedangkan hati Dinda yang kini berdebar debar hanya bisa mengabaikan olokan dari kaum hawa tersebut.
''Pak Alan sudah siap?'' tanya pak Penghulu yang ada di depannya.
Alan mengangguk, namun kali ini jantungnya berpacu dengan cepat, tak menyangka ini kedua kali baginya, namun rasanya kayak baru pertama kali, bahkan beberapa kali Alan mengelap wajahnya dengan tisu karena merasa gugup.
Kenapa bisa jadi gini sih, bukankah ini yang kedua kenapa aku kayak Abg saja, batin Alan.
''Bapak nggak apa apa kan?'' tanya Dinda saat Alan tak juga menjawab pertanyaan pak penghulu.
Alan menggeleng masih dengan kegugupannya.
Setelah Alan benar benar siap, Ia mengulurkan tangannya ke arah Pria yang sebentar lagi akan menjadi mertuanya.
Mendengar ucapan sakral tersebut, banyak hati yang bercampur aduk, keluarga dari Syntia merangkulnya memberi kekuatan supaya Syntia bisa tabah menjalani semua ini.
Tak sedikit pula yang menangisi Dinda, apa lagi sang Ibu yang sesenggukan di belakangnya, begitu juga Bu Yanti dan pak Heru yang kini terharu, keduanya pun ikut menitihkan air mata.
Ini bukan yang pertama kali adanya pernikahan poligami, namun suasana itu sedikit mencekam, apa lagi Dinda pun tak berhenti menangis dan terus memeluk Ibu Mertuanya.
''Ibu yakin Alan akan membahagiakan kamu, jangan dengarkan omongan orang, heem..." mencium kening Dinda memberi semangat.
''Selamat ya, Aku tidak menuntut kamu untuk berada di samping Dinda dua puluh empat jam karena kamu punya istri yang lain, tapi setidaknya luangkan waktu untuknya," pinta Faisal yang juga tak sanggup, ternyata pernikahan ini tak seperti ekspektasinya yang akan berjalan dengan tenang, pasalnya banyak air mata yang membanjiri pipi bagi yang hadir.
Setelah drama mengharukan Dinda mencium punggung tangan Alan, begitu juga dengan Alan mencium keningnya.
''Jangan menangis, sekarang kamu resmi menjadi istriku." menyeka air mata Dinda.
Dinda mengangguk dan tersenyum di tengah tangisnya.
Sedangkan Syntia yang mulai terbakar api cemburu hanya bisa menatap sinis Dinda.
Kamu memang istrinya, tapi hati dan cinta mas Alan hanya untukku, aku tidak akan membiarkan kamu mengambilnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
Veronica Maria
nah ... laki dah nikah bru sadar diri. tpi gpp lah laki lo nikah lgi krn dia jg pengen keturunan dan lo sendiri mandul kn ?
2023-04-26
0
Nurmalia Irma
laah koq pada ngucapin selamat dulu sih..bukannya biasanya pengantin nya dulu tuh yg salaman
2022-09-19
0
Muhammad Egi maulana ibrahim
kaya ikut menyaksikan nyesek bgt gaesss
2022-08-31
0