Sehari penuh Dinda mengurung diri di dalam kamar, bukan tanpa sebab, fikirannya kacau dan tak mood untuk menatap sesuatu selain foto keluarganya, apakah kata menyesal sanggup untuk mengembalikan semuanya? tidak hanya kata kuat dan sabar yang mampu membuatnya berdiri saat ini, beberapa kali panggilan Bi Romlah pun tak di hiraukannya ,mungkin menyendiri bisa memulihkan hatinya yang sudah retak meskipun mustahil.
Tok.. tok.. tok... ketukan pintu yang ke sekian kali, yang di abaikannya, namun kali ini bukan suara Bi Romlah melainkan suara Mama mertuanya.
Dinda menyeka air matanya yang seharian itu sukses membuat matanya bengkak.
Ceklek, pintu terbuka, dengan cepat Dinda memeluk mamanya dengan di iringi tangisan yang lebih terisak, jika Ia bisa, Dinda pun ingin sekali menyembunyikan kesedihannya hari itu, tapi dirinya berkata lain mamanya itu harus tau kalau saat ini Ia butuh dukungan untuk kembali menjalani hidupnya dan menyongsong kembali rumah tangganya.
Tak ada pertanyaan dari Bu Yanti, wanita paruh baya itu hanya bisa mengelus punggung Dinda yang bergetar.
''Maafkan Mama, Nak,'' ucap Bu Yanti mencium pucuk kepala Dinda.
''Kenapa mama minta maaf?'' tanya balik Dinda di sela sela tangisnya.
''Karena Alan yang membuat kamu seperti ini, mama yang meminta kamu untuk menikah dengan Alan, tapi nyatanya dia tidak bisa membuat kamu bahagia.'' Bu Yanti ikut menitihkan air matanya saat menatap mata Dinda yang sembab.
''Ma, boleh nggak aku nginep di rumah mama?'' pinta Dinda.
Dengan cepat Bu Yanti mengangguk, tanpa memikirkan sesuatu Bu Yanti menggandeng Dinda dan mengajaknya turun.
Dalam perjalanan pun tak ada sepatah pertanyaan dari Bu Yanti untuk menantunya, wanita itu tau apa yang sudah terjadi kepada wanita yang saat ini duduk di sampingnya.
''Ma, Aku belum izin sama kak Alan, takutnya dia marah, boleh aku pinjam ponsel mama?'' ucap Dinda mendongak, menatap wajah Bu Yanti yang terlihat masih berapi api.
Bu Yanti mengangguk dan memberikan ponsel miliknya, namun Dinda tak menelepon hanya mengirim pesan untuk suaminya yang mengatakan kalau Ia menginap di rumah mama Yanti.
Terbuat dari apa hati kamu Din, kenapa kamu begitu baik, maafkan mama sayang, semoga Alan cepat sadar dan mencintai kamu, dan semoga kalian cepat di beri momongan.
Jam tujuh malam, Kini mobil Alan terparkir di depan rumahnya, di liriknya garasi, ternyata mobil Syntia belum ada, itu artinya sang empu belum pulang.
Alan langsung masuk menuju ruang keluarga.
''Bi,'' panggilnya mengeluarkan ponselnya yang beberapa kali berdering.
''Iya, Den,'' Jawab Bi Romlah berlari kecil menghampiri Alan yang terlihat lesu.
''Syntia sudah pulang?'' tanya Alan menyandarkan punggungnya dan memejamkan matanya sebelum kembali membuka ponselnya.
Bi Romlah menggeleng, ''Belum, Den.''
''Ya sudah, buatin kopi!" titahnya.
Kayaknya aku lagi nggak enak badan nih.
Setelah menyuruh Bi Romlah, Alan kembali menatap layar ponselnya dan membaca pesan dari Dinda lewat ponsel Bu Yanti.
Apa, dia nginep di rumah mama, apa apaan ini, apa dia mau ngadu ke mama tentang aku, batin Alan kesal.
Pria itu langsung saja mengepalkan tangannya dan beranjak meninggalkan rumahnya kembali.
Apa Den Alan tau kalau Non Dinda pergi bersama nyonya, Apa aku salah sudah mengadu ke Nyonya tentang keadaan non Dinda seharian ini, kenapa buru buru gitu.
Alan kembali menerobos jalanan menuju rumah orang tuanya, tak peduli dengan jalan yang begitu ramai, yang penting Ia cepat sampai, tak mau kalau Dinda mengadu lagi pada mamanya tentang kelakuannya yang jauh dari kata baik.
Sesampainya Alan memasang wajah biasa sebelum masuk menghadapi wajah mamanya yang mungkin saat ini penuh dengan amarah.
Tanpa mengetuk pria itu membuka pintu utama, dilihatnya kedua orang tuanya saat ini terlihat santai di ruang keluarga.
Akhirnya kamu datang juga, mama kira kamu nggak akan peduli sama Dinda.
''Mau apa kamu ke sini?" celetuk Bu Yanti dengan nada kasarnya, ingin rasanya memaki Alan namun di urungkannya, karena tak mau berisik mengganggu Dinda yang mungkin saat ini sedang tidur.
Alan belum menjawab dan terus melangkahkan kakinya mendekati mama dan papanya.
''Dinda mana, Ma?'' tanya Alan tanpa basa basi, karena itu memang tujuannya datang.
Heh... Bu Yanti tersenyum getir, ''Ngapain kamu cari Dinda, bukankah Syntia sudah cukup membuat kamu bahagia," tegas Bu Yanti dengan nada mengejek.
''Tapi Dinda juga istriku Ma, dan aku berhak atas dia," Alan pun tak mau kalah dan meninggikan suaranya.
Pak Heru menghela nafas panjang, masih memikirkan untuk menjadi penengah antara istri dan anaknya yang saat ini berdebat.
''Istri, hak, apakah seorang suami punya hak, jika dia tidak mencintai istrinya, dan hanya bisa menyakiti istrinya," ucap Bu Yanti makin bernada emosi, karena menurutnya kali ini Alan sudah keterlaluan.
Alan hanya bisa diam meresapi setiap inci kata mamanya yang memang benar adanya, jangankan cinta, memandangnya saja hanya sebelah mata.
''Al, papa tidak berpihak pada siapapun, tapi mengertilah, meskipun kamu belum mencintai Dinda setidaknya perlakukan dia dengan adil, cinta itu akan tumbuh karena terbiasa," ucap Pak Heru, mengingat dirinya yang dulu juga tidak mencintai Bu Yanti Saat menikah dan itu pun kini di jalani olah Alan putranya, ''Dia itu gadis yang baik, jangan sampai kamu menyesal dengan perbuatan kamu," lanjut pak Heru dengan bijak, ''Papa memang tidak mempunyai istri dua seperti kamu, tapi anggaplah Dinda sebagaimana kamu menganggap Syntia," jelas pak Heru panjang lebar.
Sedangkan Alan hanya bisa menjadi pendengar setia, dan tak ada kata lain selain menerima wejangan papanya meskipun sulit.
''Iya pa, Alan minta maaf karena sudah kasar sama Dinda," ucapnya pelan dan menunduk, "Sekarang aku mau ketemu sama dia," ucapnya lagi.
Pak Heru menatap wajah Bu Yanti yang masih terlihat kesal.
''Lebih baik kamu minta maaf sama dia langsung dan jangan sakiti dia lagi,'' jawabnya ketus.
''Iya, Ma," mungkin jawaban itulah yang akan menjadi akhir perdebatannya.
''Dia tidur di kamar kamu, untuk malam ini jangan ganggu dia.''
Alan yang mendengar jawaban mamanya pun melangkahkan kakinya menuju kamar miliknya dan membuka pintu dengan pelan, di lihatnya Dinda tidur dengan wajah sendunya, bahkan mata bengkaknya masih nampak jelas.
Mau sampai kapan kamu membuat aku selalu salah di mata mama, apa kamu hadir hanya untuk menyusahkanku saja, dasar perempuan sialan, aku pastikan kamu tidak akan bahagia jika masih berani berulah, jangan gunakan kebaikan mama sebagai senjata kamu untuk berlindung.
Karena sudah merasa sangat pusing, terpaksa Alan merebahkan tubuhnya di samping Dinda, dari pada harus di sofa yang sempit, apa salahnya toh Dinda juga istrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 158 Episodes
Comments
Sitorus Boltok Nurbaya
laki2 Egoisss gemass achh thor
2022-05-01
1
Srimurni Murni
pergi yg jauh dinda tinggalan alan
2021-12-10
0
Anita Nita
buat dinda cerai dr alan thor
2021-10-24
0