POV JIHAN
Aku memeluk sangat erat tubuh mas Arick, seolah aku telah kehilangan dia dan kini aku mendapatkannya kembali.
Aku merengkuh tubuhnya dan menciumi aroma tubuh mas Arick dalam-dalam.
"Mas, kamu bau keringat." Ucapku jujur, sebenarnya aku sangat menyukai aroma tubuhnya ini, aku hanya ingin menggodanya saja.
"Asal kamu tahu saja Ji, ini adalah bau perjuangan ku untuk menemukan mu."
hahahaha, aku terkekeh pelan mendengar ucapan mas Arick tidak ingin tertawa ku membangunkan Zayn, perjuangan apa? tinggal jemput kesini saja apa susahnya?
"Kamu tidak percaya?
Aku menggeleng pelan, sambil mengulum senyum untuk menahan tawa.
Mas Arick kemudian menarik ku kembali masuk kedalam dekapannya.
"Aku sangat merindukan mu Ji." Suara mas Arick terdengar lirih ditelinga ku, seolah dia telah melalui hari yang sangat berat.
"Aku juga sangat merindukan mu Mas." Jawab ku jujur.
"Apa kamu sudah mencintai aku Ji?"
"Sepertinya begitu."
"Kenapa sepertinya?" Tanya mas Arick sambil melerai pelukan kami, ia menatap mataku dalam-dalam.
"Menurut Mas, cinta itu apa?" Tanya ku, aku menyisir rambutnya kebelakang menggunakan jari-jari agar terlihat lebih rapi.
"Apakah jika aku takut kehilangan Mas, itu artinya aku mencintai Mas Arick?" Tanya ku lagi.
"Jika aku ingin Mas Arick selalu memelukku seperti ini apakah itu artinya aku juga mencintai Mas Arick?" Aku terus bertanya dan mas Arick hanya diam sambil sibuk menatap mataku.
"Bukan, bukan seperti itu cinta." Jawab mas Arick, tanganku yang sedang menyisir rambutnya langsung berhenti seketika itu juga.
"Jadi cinta itu apa?" Tanya ku dengan perasaan yang was-was.
"Cinta itu jika kamu bersedia memberikan Zayn seorang adik, hahahaha." Mas Arick tertawa cukup keras, hingga Zayn menggeliat-geliat, tidurnya terusik gara-gara tawa sang ayah.
"Mas, jangan berisik!" Aku menegurnya pelan sambil mencubit perutnya.
"Aduh! sakit sayang. Sini peluk lagi." Mas Arick kembali memelukku erat setelah puas menggoda aku.
"Cinta itu memang rumit, tapi bagiku cinta itu adalah kamu. Apapun tentang kamu itu adalah cinta. Aku ingin berjodoh denganmu Ji, di dunia dan di akhirat."
Hatiku tersentuh mendengar penuturan mas Arick, dengan sendirinya bibirku pun membentuk sebuah senyuman.
"Aku mencintai mu Mas." Lidahku yang biasanya kelu tiap ingin mengucapkan kata-kata ini, tapi entah mengapa sekarang aku begitu fasih mengucapkannya.
"Hem, tapi maaf Ji, Aku lebih mencintai mu." Seloroh mas Arick, dia kembali menarik ku dan mencium bibir ku dengan lembut.
Kami kembali berciuman dengan mesra, tak ingin terburu-buru menikmati bibir satu sama lain, seolah waktu yang kami miliki masih begitu banyak.
Hingga tangisan Zayn menghentikan lilitan lidah kami, tangan mas Arick yang sudah masuk kedalam bajuku pun langsung ditariknya cepat untuk keluar.
Kami sama-sama terkekeh pelan, persis seperti pasangan kekasih yang sedang kepergok bermesraan.
"Aduh, anak ibu bangun, ini sayang nen nya, a a am." Aku membelakangi mas Arick dan mulai menyusui Zayn.
Ku rasakan mas Arick memelukku dari belakang dan kembali menciumi pucuk kepala ku.
"Mas, elap dulu badan mu ini, memangnya bisa tidur dengan keadaan seperti itu?" Ucapku pelan, aku menoleh kebelakang dan mas Arick langsung mencuri kecupan di bibir ku.
"Mas." Aku menegurnya, yang ditegur hanya senyum-senyum tidak jelas.
"Sebenarnya apa yang sudah kamu lalui hari ini Mas? kenapa kamu bisa langsung memaafkan aku?" Tanyaku sambil kembali menatap Zayn.
"Banyak yang sudah aku lalui hari ini Ji, keringat ini buktinya. Ya sudah, aku mandi dulu ya."
"Di elap saja Mas, sekarang sudah jam setengah satu malam."
Ku lihat mas Arick mengangguk kecil dan mulai masuk ke dalam kamar mandi. Benar-benar malam yang indah, entah doaku yang mana yang dikabulkan oleh Allah, hingga malam ini suamiku telah kembali memelukku lagi, bahkan dia menerima semua kekurangan ku.
Aku menciumi kepala Zayn yang kembali tertidur, merasa sangat bersyukur dengan semua yang terjadi pada hidup kami.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
POV ARICK
Selesai shalat subuh berjamaah, aku langsung mengajak Jihan untuk pulang ke rumah kami sendiri.
Melihat senyum Jihan yang sudah kembali merekah, papa dan ibu pun mengizinkan kami untuk pulang. Meski aku lagi-lagi aku harus mendapatkan ceramah panjang kali lebar dari papa dan ibu.
Jika tidak bisa merawat Jihan dan Zayn, biar papa yang merawat mereka.
Kamu kalau masih sibuk saja sama pekerjaan, untuk apa menikah. Selama kita masih hidup jangan hanya sibuk mencari harta dunia saja, harusnya kita juga menyiapkan bekal untuk diakhirat nanti. Sebaiknya kamu berhenti saja bekerja di sana dan memulai usaha sendiri. Usaha kecil-kecilan dulu, yang penting waktu mu bersama keluarga lebih banyak.
Ingat Rick, kesuksesan mu diluar sana itu tergantung bagaimana kebahagiaan didalam rumah mu.
Aku menerima semua nasihat papa dan ibu dengan lapang dada. Tiap kali aku mendapatkan wejangan seperti ini aku juga merasa lebih tenang, seperti menemukan petunjuk jalan disaat aku tersesat.
Saat ini aku dan Jihan sudah berada didalam mobil, mulai memasuki jalan raya.
"Ji, kamu mau beli bubur ayam tidak?" Aku menawarkan makanan kesukaan Jihan, aku menggenggam tangannya dan menatapnya sekilas.
"Coba panggil aku lagi Mas?"
Aku melirik Jihan lagi, apa maksudnya? panggil aku lagi?
"Ji." Aku mengikuti keinginannya, ku lihat dia tersenyum dengan malu-malu.
"Kenapa?" Tanya ku yang sudah sangat penasaran.
"Aku sangat suka mendengar mas Arick memanggilku seperti itu." Jawabnya, ia mengeratkan genggaman tangan ku.
"Maafkan aku ya?" Aku ingat, kemarin saat marah aku memangilnya dengan sebutan Mbak, pastilah Jihan sangat terluka akan hal itu.
Ya Allah, aku benar-benar kekanak-kanakan.
"Sudahlah Mas, kita berdua sama-sama salah. Jadi jangan meminta maaf lagi, cukup kita jadikan pelajaran agar rumah tangga kita menjadi semakin kuat."
Aku tersenyum mendengar penuturan Jihan. Oh iya, aku ingat satu hal lagi, hal yang aku tidak ingin Jihan menjadi salah paham.
"Kemarin waktu kamu menelpon ku apa yang mengangkat adalah Jasmin?" Aku menghentikan mobil ku di lampu merah, aku melihat kearahnya dan menatap matanya yang mulai sendu.
"Iya Mas." Jawab Jihan sambil menurunkan pandangan.
"Ji, lihat mataku." Jihan mulai mengangkat wajahnya kembali, ku lihat ada keraguan di bola matanya.
"Aku meminta maaf untuk hal itu, aku tidak tahu bagaimana caranya Jasmin bisa mengangkat telepon mu, tapi yang jelas ponsel ku memang tertinggal di kantor." Aku menjelaskan dengan selembut mungkin, tidak ingin kata-kata ku kembali menyakiti Jihan.
"Tidak apa-apa Mas, aku mengerti." Jawab Jihan dengan suara yang sangat pelan.
"Mengerti apa?" Tanya ku menyelidik, aku tidak mau dia salah paham.
"Mengerti kalau wajar saja Jasmin mengangkat ponsel mu, karena dia itu adalah asisten mu dan juga teman mu."
"Itu tidak wajar Ji, harusnya dia memberikan saja telepon itu padaku dan bukan malah mengangkatnya."
Ku lihat Jihan mulai menggigit bibir bawahnya, jika sudah seperti itu berarti dia sudah kehabisan kata-kata.
"Percayalah padaku Ji, insyaallah kejadian seperti itu tidak akan terulang lagi." Jelasku sambil mengelus pipinya dengan lembut.
Aku mendekat dan mencium bibir Jihan sekilas, lalu kembali melaju karena lampu rambu lalu lintas sudah berubah menjadi hijau.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Rita
modus itu mah
2025-02-17
0
⏤͟͟͞͞RL𝖎𝖓𝖆 𝕯𝖆𝖓𝖎𝖊𝖑🧢
ademm😅😅😅
2025-01-06
0
andi hastutty
Dunia halu kenapa laki2 nya baik semua yah 😂😜🤭
2024-09-24
2