Berulang kali aku mengerjabkan mata, mencoba terbangun dari tidur panjang yang indah. Tangan kanan ku menjangkau seluruh sisi ranjang yang tadi malam menjadi tempat tidur suamiku.
Kosong.
Dimana mas Arick?
Aku membuka mata dan mendapati aku tidur seorang diri. Aku melihat jam di dinding, masih jam 3 dini hari, lalu dimana mas Arick?
Tubuh ku masih polos, hanya tertutup oleh selimut. Aku tersenyum, Ingatan ku kembali pada beberapa jam yang lalu, saat aku dan mas Arick menyatu.
Alhamdulilah, aku sudah menjadi istri yang sesungguhnya. Aku sangat bahagia, aku yakin setelah ini hubungan ku dengan mas Arick akan semakin membaik, naik satu langkah menuju keluarga sakinah mawaddah warahmah, yaitu hubungan suami dan istri yang dilandasi dengan rasa cinta serta dipenuhi kasih dan sayang. Hingga tercapailah rumah tangga yang memberikan ketenangan serta ketentraman hidup.
Aku turun dengan melilitkan selimut di seluruh tubuh ku, mengambil baju ku tadi malam yang sudah mas Arick rapikan di atas nakas.
Selesai mengenakan baju, aku memeriksa keadaan Zayn. Bayi mungilku ini benar-benar pintar, tiap malam begini dia tidak pernah pup.
Aku terus menunggu mas Arick hingga 30 menit lamanya, tapi mas Arick belum juga kembali.
"Kamu dimana mas?" Gumam ku pelan, hanya tertangkap oleh telinga ku sendiri.
Aku memutuskan untuk keluar kamar dan mencari keberadaan suamiku, mungkin dia haus dan memutuskan untu minum, maka aku pergi ke dapur.
Dimana mas Arick?
Di dapur aku tidak mendapati mas Arick, aku sedikit melangkah lebih cepat, ke ruang kerjanya, mungkin ada berkas yang harus segera ia selesaikan.
Ternyata di ruang kerja pun tidak ada, aku mulai cemas, pasalnya sudah cukup lama aku tidak melihat keberadaannya. Kejadian seperti ini, selama ini tidak pernah terjadi, Mas Arick pergi di waktu dini hari.
Aku memutuskan memeriksa kamar lain dari rumah ini, meski kamar itu tidak ditempati tapi kamar itu juga disediakan ranjang dan semua perabot.
Perlahan ku buka pintu kamar itu, dan benar suamiku tertidur disini, kenapa? kenapa mas Arick tidur disini?
Aku mendekat dan mencoba membangunkan mas Arick.
"Mas, Mas Arick?" Aku duduk disisi ranjang dan menggoyang pelan bahunya.
"Mas." Mas Arick mulai menggeliat, ia juga mulai membuka mata dan menatap ku. Menatap dengan tatapan yang sangat dingin. Tatapan itu menusuk hingga ke relung hati ku. Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ada apa?
"Kenapa Mas tidur disini?" Tanyaku gemetar, aku sangat takut melihat tatapannya mas Arick.
Bukannya menjawab, mas Arick malah bangkit dengan kasar, ia bangun dari tidurnya dan pergi berlalu meninggalkan aku sendiri di kamar ini. Bahkan mas Arick menutup pintu cukup keras, hingga aku tersentak kaget.
Hatiku teriris melihat sikap mas Arick yang berubah kasar dalam sekejap saja, ada apa? bukankah semalam semuanya baik-baik saja? bahkan aku dan mas Arick_
Lamunan ku terhenti, apakah aku mengecewakannya? apakah aku tidak memuaskannya dan mas Arick marah? kenapa?
Ya allah, bahkan diawal-awal menikah mas Arick tidak pernah memperlakukan aku sekasar ini. Jika ada sesuatu yang salah dia selalu membicarakannya. Aku benar-benar dirundung kebingungan, dengan langkah gontai aku mencoba menemui mas Arick kembali.
Sejuta pertanyaan sudah memenuhi isi di kepala ku.
Aku kembali ke kamar dan ku lihat mas Arick duduk didekat box Zayn, aku mendekat.
"Mas." Aku memanggilnya dengan lembut, tapi mas Arick tidak peduli. Air mataku mengalir tanpa permisi. Kenapa mas Arick mendiamkan ku disaat seperti ini? disaat kami baru saja menyatu.
"Mas kenapa mendiamkan aku?" Aku belum menyerah, tapi mas Arick tidak bergeming, ia terus memperhatikan Zayn dan memunggungi aku.
Deras sudah air mataku, tak bisa lagi ku bendung. Pagi ini adalah awal keretakan rumah tangga kami.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Aku termenung duduk di ruang tengah, di depan ku mbak Puji bermain-main dengan Zayn. Pikiran ku terus berkutat pada mas Arick. Hingga kini mas Arick masih mendiamkan aku.
"Mbak, Mbak kenapa sedari tadi pagi diam terus, tidak seperti biasanya." Tanya mbak Puji padaku. Aku tersenyum kikuk dan bingung mau menjawab apa.
Aku melirik jam di dinding, jam 5 sore, biasanya jam setengah lima mas Arick sudah pulang. Tapi hingga kini belum juga ada tanda-tanda kepulangannya.
Hatiku semakin pilu, terlebih semua pesan-pesan ku tidak ada satu pun yang dibaca olehnya.
Aku menangis, tidak sadar jika ada mbak Puji disini.
Mbak Puji bangkit dan mengelus punggungku lembut, mencoba menenangkan aku yang sedang hilang kendali.
"Mbak, sabar Mbak, Mbak Jihan ada masalah apa sebenarnya?"
Aku tidak menjawab, mendapat perhatian mbak Puji malah membuat air mataku semakin deras.
"Ya sudah kalau Mbak tidak mau cerita, tapi jangan seperti ini, kasian den Zayn Mbak. Mbak pernah dengar kan, apapun yang dirasakan oleh Ibu, anak pasti juga merasakannya. Apalagi den Zayn masih bayi, masih menyusu dengan Mbak Jihan."
Aku mencoba tenang, benar, sekarang aku tidak sendiri, ada Zayn yang harus selalu aku dahulukan dari perasaan ku sendiri.
Astagfirulahalazim, astagfirulahalazim, aku terus beristigfar sampai hatiku menjadi tenang. Air mataku mulai surut dan perlahan aku pun menghapus sisa-sisa air mata itu.
Ya, aku dan mas Arick tidak boleh berlarut-larut dalam masalah ini. Aku akan menanyakan lagi kepada mas Arick tentang kemarahannya padaku.
Aku pamit kepada mbak Puji untuk mencuci muka, aku harus menyambut kedatangan mas Arick dengan wajah yang ceria.
Jam 7 malam barulah mas Arick pulang, benar-benar terlambat. Aku membukakan pintu untuknya dan betapa mirisnya aku ketika tatapan dingin itu masih juga ia berikan padaku.
Aku mencoba tidak peduli, aku mengekor mengikuti langkah mas Arick masuk ke dalam kamar.
"Mas." Aku mulai bersuara dan mas Arick sibuk sendiri, membuka dasi, jas, dan sepatu. Aku menunggu hingga dia selesai.
"Mas, kenapa mas mendiamkan ku?" Lidahku kelu, namun aku memberanikan diri untuk bertanya.
Mendengar pertanyaan ku itu mas Arick mulai mengangkat wajahnya dan menatap tajam padaku.
Ya Allah, ada apa ini?
Aku terdiam seribu bahasa, tatapannya membuat ku tak bisa berkutik.
"Mbak, sebaiknya mulai saat ini kita menjaga jarak."
Deg! Jantungku terasa tersengat ketika aku mendengar mas Arick kembali memanggilku dengan sebutan MBAK. Aku menangis tak kuasa lagi mencegah.
Kakiku gemetar, aku sangat takut mas Arick akan mencampakkan aku.
"Ke-kenapa Mas?" Tanyaku.
"Saya rasa kita belum siap untuk menerima satu sama lain. Harusnya kita memulai semuanya saat sama-sama sudah siap. Saat hati kita tidak diselimuti masa lalu."
Aku menggeleng pelan, aku tidak tahu apa maksud pembicaraan mas Arick ini. Masa lalu apa?
"Apa maksud kamu Mas?" Aku bertanya lagi disela-sela air mataku yang mengalir.
"Sudahlah Mbak, Saya tidak mau berdebat."
Setelah mengatakan itu mas Arick pergi, lagi-lagi dia meninggalkan aku sendiri. Meninggalkan aku dengan hati yang hancur lebur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Rita
waduh Rick kmu yg tdnya berusaha ngmg spy bs saling nerima terbuka stlh mp kenapa berubah harusnya kmu ngmg
2025-02-17
0
Dari
ya susah jg yak... 🤔🤔 kalo ga sadar mah .. gmn tuh
2024-10-27
0
andi hastutty
Arieck kecewa suaminya yg sudah meninggal di sebut
2024-09-24
2