"Saya terima nikah dan kawinnya Jihana Putri binti almarhum Abdullah dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!"
"Sah?"
"SAH! Alhamdulilah."
Hatiku kembali bergetar ketika mendengar Arick melafalkan ijab kabul untuk mempersunting ku. Jujur saja, aku selalu melihat Arick sebagai mas Arend dan sekarang pun seperti itu.
Seolah kenangan ku menikah dengan mas Arend satu tahun yang lalu kembali terulang. Aku sedih dan merasa sangat jahat.
Aku mencium punggung tangan kanan Arick takzim. Dia pun mencium keningku. Terasa hangat dan menenangkan.
Mas Arend. lirih ku dalam hati.
Setelah pagi tadi aku menyetujui pernikahan ini, papa Mardi memutuskan untuk malamnya segera menggelar pernikahan. Kenapa bisa cepat sekali? karena aku dan Arick hanya menikah siri.
Sebagai seorang janda beranak 1, status ini sudah menguntungkan bagiku bukan? aku kembali mendapatkan imam bahkan disaat makam suamiku belum kering. Aku mendapatkan perlindungan dan rejeki yang akan suami baru ku berikan. Kehormatan ku terjaga dan anakku mendapatkan kembali ayahnya.
Ku dengar pak Ustad mulai memberi wejangan kepada kami sebagai pengantin baru.
Beliau membacakan Surah al-Rum (30): 21 berbunyi, "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara mu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir."
Air mata ku mengalir, mereka semua mungkin melihat ini adalah air mata kebahagiaan. Tapi bukan, ini adalah air mata kesedihan ku yang paling mendalam.
Mungkin memang benar akan ada rasa kasih dan sayang di pernikahan ku ini, tapi itu semua hanya tercurah untuk Zayn, sedangkan untuk ku dan Arick tidak ada.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Jam 9 malam semua acara sudah selesai, kini aku sudah menjadi istri Arick meski hanya menikah dibawah tangan. Sah secara agama namun tidak tercatat di pemerintah, hanya dengan talak yang keluar dari mulut Arick maka aku bisa langsung diceraikannya.
Papa Mardi menenangkan ku, bahwa status ini hanya sementara. Arick akan segera mengurus berkas-berkas untuk mendaftarkan pernikahan kami dan aku hanya mengangguk mengiyakan.
Ku rasakan nuansa kamar ku saat ini.
Canggung.
Itulah satu kata yang kini menyelimuti kamar ku. Manusia berjenis kelamin laki-laki yang bernama Arick ini memang sangat dingin, berbeda dengan mas Arend. Aku semakin bingung harus bagaimana.
Zayn sudah tidur selepas isya tadi, biasanya jika sudah masuk kamar begini aku langsung melepas jilbab ku dan mengganti pakaian tidur.
Dan kini? Aku hanya bisa menggigit bibir bawah ku sambil terus berpikir. Jika Arick tidak bersuara rasanya mulut ku pun enggan untuk memulai pembicaraan.
Aku masih duduk di sebelah ranjang tidur Zayn, ku lirik Arick yang sudah naik ke atas tempat tidur ku. Tempat tidur ku dengan mas Arend sampai 10 hari kemarin.
Ya, mas Arend meninggal 10 hari lalu karena kecelakaan tunggal. Mas Arend dan sekretarisnya Lila saat itu sedang dalam perjalanan pulang dari Bandung setelah mengikuti acara perusahaan di sana. Malangnya saat itu hujan badai hingga penglihatan mas Arend kabur dan terjadilah kecelakaan itu. Masih bersyukur karena Lila selamat dan kini masih dalam perawatan di rumah sakit. 7 hari setelah mas Arend meninggal, aku melahirkan Zayn.
"Mbak, kenapa belum tidur?" Tanya Arick, ia duduk bersandar di ranjang dan menatap ku.
Mbak?
Ku ulangi panggilan Arick untuk ku didalam hati 'Mbak', aku tersenyum kecil mungkin Arick pun melihat senyum ku ini. Dengan panggilan itu entah kenapa aku merasa Arick mulai memberi batas pada hubungan kami, semacam ada jarak berupa dinding pembatas diantara kami. Mungkin bagi Arick aku tetaplah istri kakaknya, karena umur kami pun sama, 29 tahun.
Bodoh.
Selema ini aku hanya memikirkan tentang diriku sendiri, aku lupa berpikir dari sudut pandang Arick. Mungkin Arick pun sebenarnya terpaksa untuk menikahi ku. Mungkin ia menerima pernikahan ini karena desakan papa Mardi. Mungkin juga sebenarnya Arick sudah memiliki kekasihnya sendiri.
Benar, laki-laki berusia matang seperti Arick tidak mungkin belum memiliki calon istri. Aku tersenyum getir, kenapa baru sekarang aku menyadari itu semua.
"Mbak, kenapa belum tidur?"Arick kembali bertanya karena aku terlalu sibuk dengan pikiran ku sendiri.
"Iya M..Rick." Lirihku, hampir saja aku terceplos memanggil Arick dengan sebutan Mas. Sebenarnya terlepas dari semua masa lalu, terlepas dari cintanya aku kepada mas Arend, aku tetep ingin menghargai Arick sebagai suamiku saat ini. Dengan menyebutnya dengan sebutan Mas. Tapi dari caranya yang tetap memanggil ku Mbak, sepertinya aku harus mengurungkan niat ku itu.
Sudahlah, jangan terlalu banyak berpikir Ji. Ikuti saja alurnya, yakinlah bahwa Allah sebaik-baiknya penulis cerita dalam hidup mu.
"Mbak bicara apa? saya tidak mendengar dengan jelas." Jujur Arick.
"Iya Rick, Mbak akan tidur sebentar lagi. Kamu tidur duluan saja." Jawabku dengan jelas, Arick mengangguk, ia pun menarik selimut dan mulai tidur.
Ku tunggu hingga Arick benar-benar tertidur barulah aku beranjak. Melepas jilbab ku dan mengganti baju.
Ya Allah, bajuku pendek semua. Bagaimana ini?
Ku periksa satu per satu bajuku yang tergantung di lemari, juga yang terlipat di laci bawah. Aku lupa, aku tidak memiliki baju yang pantas untuk ku kenakan sekarang.
Baju tidur ku semuanya sangat tipis dan pendek-pendek. Sejak hamil hingga kini aku selalu merasa kegerahan, itulah kenapa aku mengganti semua baju tidur ku dengan baju tidur yang bisa dibilang kurang bahan.
Baju tidur dengan tali kecil dan panjang sampai di paha ku.
"Ya allah. Aku tidak akan bisa tidur dengan gamis ini." Gumam ku pelan dan hanya didengar oleh telingaku sendiri.
Ku lihat lagi Arick yang sepertinya sudah tertidur pulas. Baiklah, aku sudah mengambil keputusan. Aku terpaksa menggunakan baju tidur ini, besok baru aku akan membeli baju tidur yang baru.
Aku yakin nanti malam saat Zayn bangun untuk menyusu, Arick tidak akan terbangun dan besok pagi aku akan bangun lebih awal. Dengan begitu Arick tidak akan melihat ku menggunakan pakaian ini.
Selesai aku mengganti baju, aku langsung bergegas ke ranjang dan merebahkan tubuh. Ada guling yang menjadi pembatas diantara aku dan Arick.
Aku sangat lelah hari ini, benar-benar mengantuk.
"Em em em oeekk oekk."
Baru sekejab saja aku terlelap, Zayn terbangun. Ya Allah.
Aku segera bangun dan menyusui Zayn. Aku duduk di kursi khusus untuk menyusui bayi.
"Zayn kenapa?"
Deg! jantungku serasa akan copot ketika aku mendengar suara dingin ini.
Arick bangun.
Untunglah aku memunggunginya.
"Iya Rick, kamu tidur saja. Setelah menyusu Zayn akan tidur lagi."
Aku menoleh kebelakang dan ternyata Arick sedang menatap ku. Jantungku semakin berdetak kencang, aku merasa takut dan gugup. Walau kami sudah menikah tetap saja rasanya masih sangat asing. Aku merasa tidak nyaman saat Arick melihat aurat ku. Rambut panjang ku tergerai, bahu dan lenganku yang terbuka. Juga paha hingga ke kakiku tanpa penutup.
Secepat kilat aku memalingkan wajah dari Arick.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Nabil Az Zahra
gak nunggu iddah dlu kah? di mna", keadaan apa pun klo janda kan ada msa iddah, kcuali ada pembatalan nikah, itu pun klo belum di gauli, setau q sih😁
2025-01-15
0
komalia komalia
yang heran baru meninggal masih dalam keadaan berduka masa udah nikah apa engga lagi sedih sedih nya dan ko kaya nya udah deg degan aja.
2024-12-24
0
Rita
belum Ji belum
2025-02-16
0