Pagi ini sama seperti kemarin, aku dan mas Arick terbangun karena mendengar tangisan Zayn. Tapi ada yang berbeda sedikit, entah kenapa aku merasa wajah mas Arick semakin bersinar dengan senyum yang selalu terukir di wajahnya.
Aku memegangi pipi ku secara bergantian kiri dan kanan, sepertinya aku pun sama. Dari bangun tidur hingga kini aku menyusui Zayn, aku selalu senyum-senyum sendiri. Apalagi jika tanpa sengaja mataku bertemu dengan mata mas Arick. Entah kenapa, kami tidak bisa berhenti tersenyum.
Mungkinkah karena semalam kami tidur berpelukan? nah kan, membayangkannya saja kembali membuat ku tersenyum.
"Pagi ini kita minta tolong mang Ujang, bude Santi dan mbak Puji untuk memindahkan barang-barang mu dan Zayn ke kamar Mas ya?" Mas Arick berjongkok dihadapan ku, matanya lurus menatap kearah ku.
Mata yang membuat ku luluh, "Iya Mas."
"Ya sudah, mas bilang sama bude Santi dulu." Mas Arik bangkit, ia mengecup kening ku cukup lama. Benar-benar kecupan yang membuat ku merasa tenang dan bahagia. Kedua perasaan itu datang bersamaan dan memenuhi seisi hati ku saat ini.
"Ayah Arick baik banget sama kita ya Nak." Ucap ku pada Zayn saat mas Arick sudah menutup pintu kamar.
Zayn tidak peduli, dia terus menyusu dengan lahap.
Semakin aku melihat Zayn, bayangan mas Arend semakin jelas terlihat dibenak ku. Rasanya tidak adil jika Zayn hanya tahu tentang mas Arick saja. Bagaimanapun ayah kandung Zayn adalah mas Arend.
"Ayah Zayn ada dua sayang, pertama Ayah Arend dan yang kedua ayah Arick." Aku mencoba tersenyum meski rasanya ada batu besar yang mengganjal hati.
Astagfirulahalazim, aku beristigfar sebanyak-banyaknya didalam hati. Ingin kedamaian yang beberapa saat lalu tercipta kembali lagi mengambil alih hatiku, aku tidak ingin kesedihan ini mengambil kendali.
"Sayang, Zayn sudah tidur?" mas Arick tiba-tiba sudah berdiri didepan ku.
Aku tersentak, karena terlalu sibuk dengan pikiranku sendiri, aku sampai tidak tahu jika mas Arick sudah kembali. Bahkan aku tidak mendengar ketika mas Arick membuka pintu.
Tunggu, mas Arick tadi memanggil ku apa?
"Apa Mas?" Tanya ku lagi ingin memastikan, takutnya aku salah dengar.
"Kamu melamun?" Bukannya menjawab, mas Arick malah kembali bertanya padaku. Aku langsung gugup karena tebakkan mas Arick benar.
"Maaf Mas." Lebih baik mengaku daripada berkilah, aku menatap mas Arick dengan mata sendu, berharap mas Arick tidak berpikir yang macam-macam.
Mas Arick mengambil kursi di meja rias dan memposisikan diri duduk di depan ku, aku yakin mas Arik akan menanyai ku tentang melamun itu.
"Kamu melamun tentang apa?" Tanyanya, benarkan tebakan ku. Jika sudah seperti ini aku harus bagaimana?
Kami sama-sama terdiam cukup lama, hingga aku memberanikan diri buka suara, "Aku memikirkan mas Arend Mas." Aku tidak bisa berbohong, apalagi ketika ditatap oleh mata dingin mas Arick.
"Aku berpikir terlalu jauh Mas, aku memikirkan bagaimana caranya mengatakan pada Zayn nanti tentang mas Arend dan mas Arick." Aku menurunkan pandangan ku, menatap manik kancing baju yang dikenakan oleh mas Arick.
"Kalau bicara lihat mata ku."
Aku menurut, yang bisa kulakukan sekarang hanyalah menggigit bibir bawah.
"Zayn harus tahu kalau mas Arend adalah ayah kandungnya dan aku ayah sambungnya. Sejak kecil kita harus membiasakan memberitahu Zayn tentang itu. Juga tentang mas Arend yang sudah berpulang ke rahmatullah."
Lagi-lagi aku tertegun mendengar penuturan mas Arick. Benar, seharusnya aku tidak memiliki pikiran untuk menyembunyikan apapun darinya. Harusnya apapun yang ada di kepala ku aku sampaikan langsung padanya.
"Ringankan beban hatimu dan coba nikmati setiap prosesnya."
Ya Allah, secara otomatis bibirku tersenyum, kata-kata mas Arick selalu bisa menenangkan aku.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Jam 11 pagi menjelang siang, semua barang-barang ku dan Zayn sudah tertata rapi di kamar mas Arick.
Aku mengedarkan pandanganku, memindai tiap sudut kamar ini. Benar-benar nuansa baru, sangat berbeda dengan kamar ku dulu. Ini adalah kali pertama aku masuk ke dalam kamar mas Arick. Dulu aku hanya berani mengetuk pintunya saja dan kemudian berlalu.
Mas Arick menidurkan Zayn di tempat tidur bayi mungil itu, kemudian ia berjalan mendekati aku yang sedang duduk dipinggir ranjang.
"Kamu suka kamar ini tidak?" Tanyanya dengan memiringkan wajah, seolah ingin melihat ku secara menyeluruh.
"Suka, asalkan dengan Mas Arick, di mana pun aku pasti suka." Aku mencoba menggoda mas Arick, menurut buku yang ku baca kemarin. Salah satu cara menyenangkan suami adalah dengan menggodanya.
Ku lihat mas Arick tersenyum, apa cara ku ini berhasil?
"Ji." Mas Arick menyebut nama ku, dengan matanya yang mengunci, Entah kenapa tiap kali mas Arick menyebut nama ku seperti itu membuat hatiku berdebar. "Aku sudah membaca buku itu sampai habis. Mas tahu, kamu sedang menerapkan bab 2 poin 9 isi buku itu, agar istri di sayang suami, iya kan?"
Deg! ya Allah aku sangat malu, jantung ku hilang kendali loncat kesana kesini tak beraturan. Aku ketahuan.
"Mas ingin kamu melakukan cara yang lain."
Aku memutar kilas balik ingatan ku tentang buku itu? cara lain? cara apa? mana mana? cara yang mana? karena merasa gugup aku tiba-tiba tidak ingat apapun.
Dan aku berhenti berpikir ketika ku rasakan bibir mas Arick menyapu lembut kedua bibir ku.
Aku mematung, sentuhan ini, sentuhan ini mengingatkan aku pada mas Arend. Aku menutup mata dan yang ku bayangkan adalah mas Arend yang sedang mencium ku.
Tidak, aku tidak boleh seperti ini. Aku mendorong pelan dada mas Arick agar tidak menyinggung dirinya.
Ternyata aku belum siap.
Mas Arick menghapus jejak-jejak yang ia tinggal di bibir ku menggunakan ibu jari. Aku pun melakukan hal yang sama pada bibirnya.
Maafkan aku Mas.
Ya, aku hanya berani meminta maaf di dalam hati kepada mas Arick. Berusaha sebaik mungkin agar dia tidak merasa aku menolaknya.
"Itu foto teman-teman Mas?" Aku mencoba mengalihkan perhatian mas Arick, untunglah ada 1 foto diatas nakas yang mencuri perhatian ku.
Foto itu berisi 6 orang termasuk mas Arick didalamnya. Melihat dari cara berpakaian semua orang didalam foto itu, sepertinya itu foto saat mereka mengikuti acara gathering kantor.
"Yang di samping Mas itu siapa Mas?" Tanya ku, kulihat ada sosok seorang gadis disebelah mas Arick. Mereka semua berfoto dengan wajah penuh tawa.
"Aku jelaskan dari samping kanan ya, yang jaket merah itu Jodi, lalu disebelahnya Harris, setelah itu suamimu, wanita yang kamu tanyakan itu Jasmin, disebelah jasmin Kris dan yang terakhir Selena. Kami semua rekan 1 tim di departemen F&B. Mereka semua teman Mas."
Aku hanya mengangguk-angguk kecil.
"Kenapa? kamu sudah merasa cemburu?" Kini mas Arick yang menggoda ku. Aku hanya bisa tersenyum dan memukul dadanya pelan.
Cemburu? belum Mas.
"Sepertinya aku cemburu, bagaimana caranya menghapus kecemburuan di hatiku ini Mas?" Aku terpaksa berbohong, untuk menyenangkan pria yang sudah berkorban banyak dihadapan ku ini.
Mas Arick kembali mendekat dan menjangkau bibirku, kali ini aku tidak bisa lagi menolak. Sepertinya aku memang harus terbiasa dengan sentuhan mas Arick. Mungkin, dengan begitu aku bisa segera melupakan mas Arend.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Rita
alhamdulillah emang hubungan yg baik saling terbuka drpd ntar banyak salah pahamu
2025-02-17
0
Rita
Arick diam2 bikin hanyut
2025-02-17
0
Rita
😅😅😅🤣🤣🤣🤣🤣panik
2025-02-17
0